Rhaya bergegas keluar dari cafe. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat sepuluh menit ketika akhirnya acara perpisahan yang dibuat oleh teman-teman kerjanya selesai.
Lelaki itu pasti sudah lelah menunggunya.
"Buruan, Ren!"
Setengah berlari, Rhaya menyeret Rena yang dengan susah payah berusaha mengimbangi langkahnya.
"Pelan-pelan, Rhay. Astaga! lo kenapa, sih? Buru-buru amat," omel Rena kesal. namun sesat kemudian, ia tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
"Rhaya..." bisik Rena sambil menyikut lengan Rhaya pelan. "Itu..."
Rhaya cepat mengangguk.
"Iya. Dia orangnya," bisiknya pelan.
"Oh ...!" Kedua bola mata Rena sontak membola. "Dia orangnya?" ulang Rena masih dengan nada tidak percaya.
Tanpa Rhaya sadari, seluruh teman-temannya tiba-tiba saja sudah berdiri mengelilinginya sambil berbisik-bisik.
"Ganteng banget, Rhay. Lo nemu di mana tuh cowok?" Ratna yang berdiri di samping kanannya berdecak kagum.
"Wah! Ini, sih, Tian kalah telak!" Kali ini si Bimo yang berbicara tanpa rasa bersalah.
"Ya jelaslah kalah telak si Tian, Bim. Nggak ada setai-tainya itu cowok, dia." Dan Rena, seperti seekor hyena, menyambar umpan lambung yang dilayangkan Bimo dengan secepat kilat.
Lalu tanpa ada jeda, giliran Imah menyambar dengan celetukan polosnya.
"Kalo cowok itu versi bening, nah kalo Tian versi buriknya."
Ratna, dengan raut wajah prihatin, menepuk-nepuk punggung Tian pelan.
"Sabar, ya, Tian. Nggak dapet Rhaya masih ada Rena," ucapnya.
Rena protes keras!
"Najis! Ogah gue ama Tian."
Dan Christian, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bersuara.
"Setan emang kalian semua."
Oh, astaga!
Rhaya hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ocehan semua teman-temannya.
"Gue pulang duluan, ya. Makasih banget buat hari ini. Makasih juga sudah baik banget selama setahun ini sama gue dari sejak pertama kalinya gue bergabung sampai hari ini saat terakhir gue kerja. Gue nggak akan lupain kalian semua, dan gue juga pasti akan sering-sering mampir ke sini." Rhaya menatap satu per satu teman-temannya yang selama setahun ini bekerja bersamanya.
Setahun yang menyenangkan dan penuh kebahagiaan. Mereka semua, adalah temen-temen terbaik yang selalu ada buat dirinya.
"Dadah, Rhaya. Semoga lo selalu bahagia, ya."
Rhaya mengangguk mantap.
"Sampai ketemu lagi, ya." Rhaya melambai untuk yang terakhir kalinya lalu segera berbalik pergi meninggalkan Rena, Ratna, Bimo, Tian, dan Imah yang masih terus melambaikan tangan dengan hebohnya.
Rhaya melangkah ringan menuju ke tempat lelaki berwajah teduh itu berada. Langkahnya semakin cepat ketika jarak semakin terkikis.
"Abang..." panggilnya bahagia.
Berdiri tepat dihadapan Abian, Rhaya tersenyum sambil menengadahkan kepalanya.
"Cape, ya, Bang?" tanyanya.
Tersenyum, Abian mengusap kepala Rhaya pelan.
"Nggak." Abian menggeleng. Lembut, tangannya bergerak merapikan poni Rhaya yang berantakan tanpa sedikit pun mengalihkan tatapannya dari wajah gadis itu. Matanya yang selalu terlihat sendu, hidungnya yang mancung, dan bibir mungilnya yang berwarna kemerahan tidak lepas dari pengamatan Abian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Buku Kecil (COMPLETED)
Roman d'amourAku menemukan nya tak sengaja, disuatu sore yg cerah, disudut jalan Braga. Sebuah bangunan berlantai 2 yang didalamnya penuh akan buku-buku dan komik yang begitu memanjakan mata. Toko Buku Kecil. Sebuah nama yang unik bukan. Di Toko Buku Kecil inila...