"Abang..." Rhaya berjalan perlahan menghampiri Bang Bian yang sedang menunggunya di kantin kampus bersama Hannah.
Rhaya udah mulai pindahan ke rumah Bunda dan Hannah sejak 2 hari yang lalu, dan hari ini rencananya ia hanya akan membereskan sisa-sisa bukunya yang yang sudah ia masukkan ke dalam 3 buah kardus besar. Semua Buku-buku novelnya yang nanti akan diletakkan di Apartemennya Bang Bian."Udah ketemu Pak Bima? Beliau bilang apa Rhay? Kapan lo bisa mulai melakukan sampling?" Hannah langsung memberondong Rhaya dengan berbagai macam pertanyaan.
Rhaya yang baru duduk hanya mengangguk sekilas sambil meraih minuman Bang Bian yang ada di sebelahnya dan langsung meminumnya hingga tak bersisa.
Abian yang melihatnya hanya tersenyum sambil mengelus kepalanya pelan.
"Kata Pak Bima, gue bisa mulai ambil sampel setelah pulang dari
Prabumulih, Na." Rhaya mengeluarkan peta Sungai Cikapundung dari dalam tas ranselnya lalu menyodorkannya ke hadapan Hannah. "Tapi Na, kata Pak Bima lokasi dan titik pengambilan sampelnya ada beberapa yang harus diubah." Rhaya menunjuk beberapa titik lokasi yang mesti diubah."Kenapa? Karena terlalu dekat ya?" Hannah meringis membayangkan betapa jauhnya nanti sahabatnya itu harus mengambil sampel Air Sungai Cikapundung.
"Iya..." Rhaya mengerucutkan bibirnya. "Mana titik pengambilan sampelnya ditambah pula."
"Yaudah, nggak apa-apa. Ada Bang Bian ini. Ntar kalau Abang sibuk, biar gue yang anterin. Sekalian ajak Seno deh."
Rhaya reflek memandang Bang Bian yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.
"Nggak apa-apa, Bang?" Tanyanya pelan.
Abian menoleh lalu tersenyum dengan begitu lembut. "Nggak apa-apa, Ya." Tangannya terulur mengacak poni gadisnya pelan. "Asal nggak berduaan aja sama Seno. Harus ditemenin sama Hannah atau Abang ya."
"Nggak cuma sama Seno aja sih, Bang." Hannah berkata. "Sama geng pepeng juga ikutan entar pas Rhaya mesti sampling."
"Geng pepeng?" Abian mengernyit bingung.
"Pepeng itu pengkolan, Bang. Tuh sudut di Fakultas mesin yang adem itu loh." Hannah menunjuk sudut bangunan di sebelah kantin. "Itu kita namain pepeng, Bang. Nana, Rhaya, Seno, Ogy sama tuh 3 cewek keliatan kan dari sini, nah mereka semua tuh penghuni pepeng."
"Karena adem doang tuh alesannya? Bukannya karena sekalian ngeliatin anak-anak Teknik Industri yang lewat ya." Abian menaikkan alisnya.
Hannah tertawa ngakak.
"Abang tau aja ih! Abisnya itu cowok-cowok Teknik Industri kenapa pada ganteng-ganteng amat dah, mana gayanya cuek-cuek gimanaaaa gitu. Ya nggak, Rhay!"
"Ha? Apaan, Na? Gue nggak paham." Rhaya pura-pura sibuk dengan draft penelitiannya.
"Oh, nggak paham ya Rhay. Terus itu si..." belom sempat Hannah menyelesaikan ucapannya, kakinya udah ditendang Rhaya di bawah meja.
"Aduh...!" Hannah melotot. "Sakit anjirlah, Rhay!"
"Hmm..." Abian menopang dagu dengan telapak tangan nya sambil memandangi gadisnya yang tampak salah tingkah.
"Abang... nggak gitu." Rhaya meringis. "Dulu pas semester 2 atau 3 kalau nggak salah, ada yang nyamperin Rhaya di pepeng."
"Bilang aja ditembak, Rhay! Nggak usah pake muter-muter segala." Hannah mendengus. "Rhaya ditembak cowok paling ganteng di Teknik Industri, Bang tapi sama dia malah ditolak."
"Kok ditolak? Kenapa?"
"Karena dulu calon istrinya Abang ini jiwanya masih berantakan. Otaknya apalagi." Hannah kembali mengaduh Karena Rhaya yang kembali menendang kakinya. "Astaga, Rhaya! Sakit bangke!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Buku Kecil (COMPLETED)
RomanceAku menemukan nya tak sengaja, disuatu sore yg cerah, disudut jalan Braga. Sebuah bangunan berlantai 2 yang didalamnya penuh akan buku-buku dan komik yang begitu memanjakan mata. Toko Buku Kecil. Sebuah nama yang unik bukan. Di Toko Buku Kecil inila...