•
•
Jika aku berbicara satu kalimat saja, biasanya kamu akan menjawabnya tanpa henti, dan sekarang kamu tampak begitu enggan membalas ucapan dariku. Apa aku begitu sudah terlupakan dari hidupmu?
~Meccah Az-Zihra Azhar
•
•
Aku masih bertanya-tanya, apa semua ini benar-benar terjadi di antara kita? Padahal aku sudah menjauhi kehidupan mu melewati begitu banyak muara yang pernah aku singgahi. Entah kenapa kita akhirnya bisa kembali ke muara yang sama.
Rasanya seperti mimpi untukku hari ini. Jika ayah dan bunda tidak memberikan restu, mungkin aku akan tetap menjadi seorang gadis yang mencintaimu dalam diam seperti Siti Fatimah. Aku benar-benar merindukan menjadi seperti Siti Aisyah, yang pernah engkau tempatkan aku menjadi gadis begitu baik dalam hatimu. Semua itu hanya pernah menjadi harapan, kamu hanya sebatas keinginan yang berada di satu pihak saja.
Apakah aku terlalu bodoh telah menolak khitbah dari mu beberapa tahun yang lalu? Rasanya ia dan tidak. Sebab, hatiku masih bergejolak ketika kembali menyebut namamu saja. Tetapi, sebentar lagi aku akan menjadi bagian dari hidup mu dan aku berharap dalam setiap sujud ku, bahwa aku juga mendapatkan tempat terbaik seperti dia juga nantinya.
Harapan yang begitu konyol bukan? Tetapi hanya itu keinginanku. Kamu tetap menjadikanku tempat pulang terbaik walaupun menjadi yang kedua. Kamu akan menjadi imam ku dan satu-satunya imam ku sampai Allah SWT memisahkan kita dengan caranya, yaitu kematian.
Jadikanlah aku wanita yang begitu bahagia seperti dia, kamu begitu manis dengan cara mu sendiri kepadanya. Kamu bukanlah laki-laki seperti dulu lagi, yang selalu merecoki hidup ku dan terkadang membuat aku merasa terganggu berada di sekitarmu. Tetapi, setelah pertemuan pertama kita setelah lima tahun lamanya, kamu telah berubah menjadi laki-laki yang begitu dingin dan tidak tersentuh oleh siapapun. Apa yang membuatmu seperti itu?
Mungkin jawaban-jawaban atas pertanyaan dalam pikiran ku setelah pertemuan pertama itu akan terjawab besok setelah kata sah bergema di tengah-tengah masjid. Yakin atau tidak, bahwa besok kita akan sah menjadi pasangan suami istri. Semua itu akan tetap terjadi karena kamu benar-benar takdir pelengkap imanku dan imanmu.
Aku, Meccah Az-Zihra Azhar insyaAllah siap menjadi pendamping dan rumah kedua untukmu. Aku mengikhlaskan mu di sepertiga malam ku, tetapi semakin mengikhlaskan, aku semakin merasakan sakit itu.
Ternyata menghilang bertahun-tahun pun tidak membuat hati ku terobati dengan mudah. Apakah kamu akan mencintaiku? Jawabannya sangat meragukan, karena kamu telah menemukan sosok bidadari yang begitu baik, sepertinya.
"Kok mas ketawa sih bacanya?" Tanya Zizi sambil memeluk suaminya dengan begitu erat dari arah samping.
"Aku pikir kamu memang gak ada cinta sama sekali untuk aku dari dulu," ucap laki-laki itu sambil membawa Zizi ke dalam dekapannya.
"Allah SWT maha membolak-balikkan hati hambanya mas dan ternyata baru saat ini Allah SWT memberikan jawaban atas doa-doa aku," ucap Zizi sambil menghirup aroma tubuh suaminya yang begitu menenangkan dan menghilangkan rasa mualnya yang muncul sedari pagi.
"Aku juga tidak menyangka kita akan menikah dan sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah," ucap lelaki setelah mengecup pipi Zizi secara terus menerus. Ia benar-benar tidak tega melihat wajah istrinya yang begitu pucat.
Ia juga menyarankan agar Zizi tidak masuk kerja dulu, ia benar-benar khawatir dan takut Zizi akan kelelahan. "Mas," ucap Zizi dengan melepaskan pelukannya dari tubuh suaminya itu.
"Mual lagi?" Tanya suaminya sambil merapikan mukenah Zizi yang tampak berantakan.
Zizi hanya menjawabnya dengan sebuah gelengan saja. Ia langsung beranjak ke dapur dan membuka lemari pendingin. Sedangkan suaminya mengikuti langkah Zizi, ia dapat melihat mata Zizi begitu berbinar melihat bahan-bahan makanan yang berada di lemari pendingin.
"Mau ini," ucap Zizi sambil mengangkat sebuah jeruk.
"Sayang, nggak boleh! Ini masih pagi, nanti kamu sakit perut dan muntah-muntah lagi," tolak suaminya dan langsung mengambil jeruk itu, kembali ia letakkan ke dalam lemari pendingin.
Sedangkan Zizi langsung memasang raut wajah kesalnya dan langsung beranjak pergi begitu saja dari hadapan suaminya. "Sayang ini demi kebaikan kamu dan baby kita. Ok, kamu mau apa?" teriak suaminya yang melihat Zizi mengabaikannya begitu saja.
"Aku mau sup daging," teriak Zizi yang tidak mau kalah dari ruangan tengah rumah mereka.
"Rumah Mama aja yok," mendengar hal itu membuat Zizi semakin kesal.
"No, pokoknya aku mau sup daging masakan mas. Aku tunggu tiga puluh menit langsung jadi," teriak Zizi kembali.
"Yah nggak bisa gitu sayang, proses pembuatan baby nya aja butuh waktu lama," jawab suaminya yang semakin memancing kekesalan istrinya itu.
"Muhammad Yuda, hukuman kamu bertambah pokoknya," jawab Zizi dan langsung menutup wajahnya. Ia benar-benar malu dengan ucapan suaminya itu, benar-benar tidak di filter sedikitpun.
*****
Cerita ini baru bisa aku revisi. Bagian yang aku revisi cuma tanda baca, terus bagian typo nya.
Oh iya, judulnya diganti juga ya Bukan Muara Terakhir sedangkan judul yang lama Takdir Pelengkap Imanku.
Terima kasih sudah mendukung cerita ini, semoga semakin banyak pembacanya 🧡
See you guys 🧡🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Muara Terakhir ✓(Lengkap)
SpiritualGenre: Romance-Spiritual {story 3} spin-off: Alhamdulillah, Dia Makmumku. Note: judul sebelumnya Takdir Pelengkap Imanku ____________________________________________________ Seandainya ada pilihan untuk ke muara yang lainnya, ia tidak ingin tertaha...