•
•
Aku hanya meminta satu hal kepada-Nya, titipkan dia pada seseorang yang dapat membahagiakannya ketika aku pergi untuk selamanya.
~Irene Saraswati
•
•
“Kenapa kamu pengen kasih tahu Zizi mengenai kondisi kamu saat ini?” Tanya Yuda yang menatap Irene dengan begitu intens.
“Pertama, aku udah menganggap Mbak Zizi sebagai kakak aku sendiri. Kedua, banyak hal yang ingin aku sampaikan,” jawab Irene sambil menggenggam tangan Yuda.
“Apa yang ingin kamu sampaikan, sayang?” Desak Yuda dengan rasa penasaran seketika hinggap di dalam benaknya.
“Nanti mas dengerin aja,” ucap Irene dengan tenang.
Ya, Irene sudah memberitahukan keadaannya kepada Zizi. Sudah beberapa kali Zizi menghubunginya, akhirnya ia menyerah untuk tidak merahasiakan hal ini lagi terhadap wanita itu. Ia juga ingin menyampaikan beberapa hal kepada Zizi dan hal itu tidak mungkin disampaikan melalui panggilan saja.
“Besok kemoterapi pertama kamu sayang,” ucap Yuda dengan mencium punggung tangan Irene.
Yuda mengatakan hal itu agar Irene tidak berpikiran berlebihan saat ini. Begitu terlihat tatapan takut serta gelisah dari wajah tampannya itu. Walaupun dokter sudah mengatakan hal itu akan berjalan baik-baik saja, tapi tetap saja banyak kecemasan yang timbul dalam diri Yuda, apalagi efek yang akan ditimbulkan dari kemoterapi itu nantinya.
“Mas, aku akan kuat menghadapi semua ini. Aku udah janji pada diri aku sendiri, dengan cara bertahan menjadi salah satu cara untuk membuat suami aku bahagia,” ucap Irene mengelus wajah tampan milik kekasih halalnya itu.
Mendengar hal itu, Yuda tidak kuat menahan sesak di dadanya. Sebegitu kah wanita di depannya ini mencintainya? Sampai rasa sakit yang ada dalam tubuhnya itu seperti tidak dirasakannya sama sekali.
“Mas tahu, aku cuma punya satu keinginan untuk mas dan hal itu selalu aku selipkan dalam setiap doa, apalagi setelah mengetahui penyakit ini mungkin semakin sering doa itu aku ucapkan,” ucap Irene kembali. Ia dapat melihat raut wajah Yuda menahan tangisannya.
“Apa sayang?” Tanya Yuda dengan membelai pipi putih Irene yang semakin hari tampak semakin kurus.
“Aku hanya meminta satu hal kepada-Nya, titipkan dia pada seseorang yang dapat membahagiakannya ketika aku pergi untuk selamanya,” mendengar hal itu Yuda langsung menggelengkan kepalanya tanda ia tidak menerima ucapan Irene.
“Sayang, kamu jangan bicara seperti itu. Kamu pasti sembuh sayang, kamu nggak boleh mendahulukan ketetapan Allah,” ucap Yuda dengan raut cemasnya.
“Mas, berdoa seperti itu wajar menurut aku. Walaupun kita sakit maupun kita dalam keadaan sehat-sehat saja, sebab kita hanya ciptaan yang akan kembali kepada-Nya. Mas tahu satu bulan aku selalu menangis jika mengucapkan kata-kata itu dalam doa, karena mengikhlaskan itu sangat susah ternyata. Hingga aku berpikir kita yang sehat saja tidak dapat menebak takdir kita satu detik ke depannya, apalagi aku yang sudah mengidap penyakit ini,” ucap Irene dengan meremas selimut yang menutup sebagian tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Muara Terakhir ✓(Lengkap)
SpiritualeGenre: Romance-Spiritual {story 3} spin-off: Alhamdulillah, Dia Makmumku. Note: judul sebelumnya Takdir Pelengkap Imanku ____________________________________________________ Seandainya ada pilihan untuk ke muara yang lainnya, ia tidak ingin tertaha...