"Nathan, kamu gak apa-apa, 'kan?" Zevanya langsung berjongkok sambil memegang punggung Nathan.
"Bunda. Kalau nanti Devan udah gedek, Devan akan jagain Qila. Devan gak akan biarin Qila disakiti orang lain ..."
"Om ... Jangan bunuh Ayah sama Bunda ..."
"Ayah! Bunda!"
Suara-suara itu semakin menghantui Nathan. Dia terus memegang kepalanya yang sangat sakit.
Zevanya semakin khawatir melihat Nathan yang bertingkah seperti itu. Pertolongan belum juga ada yang datang. Dua menit kemudian. Polisi sudah datang.
Polisi tersebut langsung turun dari mobil. Lalu mengecek urut nadi Perdana.
"Innalilahi wa innailaihirojiun," ucap salah satu polisi.
Beberapa polisi langsung mengangkat jasad Perdana ke tenda berwarna orange untuk dibawa ke rumah sakit.
"Buk, bisa ikut ke kantor? Kami butuh klarifikasi tentang kejadian," ujar polisi.
"Pak, teman saya lagi kesakitan. Saya belum bisa ikut Bapak ke kantor polisi," jawab Zevanya.
Tiba-tiba Nathan pingsan.
"Pak, tolong bantu saya mengangkat teman saya ke mobil. Saya akan menyusul Bapak ke rumah sakit," lirih Zevanya panik.
Beberapa polisi langsung mengangkat Nathan ke mobil. Zevanya langsung melajukan mobil. Begitu juga dengan polisi.
***
Di waktu yang sama Nicho keluar dari ruangan Syaqila. Sudah didapatinya Diana terus mondar-mandir. Nicho menaikkan alisnya sebelah, lalu menatap heran sang mami.
"Mami, Mami kenapa?" tanya Nicho.
"Mami kepikiran terus sama Papi-mu," jawab Diana.
"Sama, Mi. Nicho juga kepikiran terus sama Papi. Tunggu biar Nicho telepon." Pria tersebut langsung meraih ponselnya untuk mencari kontak sang papi.
Berdering, tapi tidak diangkat. Sudah tiga kali panggilan. Namun, yang ditelepon tidak pernah mengangkat.
"Bagaimana, Nicho?" Nicho menggeleng.
Beberapa menit kemudian polisi sudah sampai di rumah sakit. Rumah sakit yang sama dengan tempat Syaqila dirawat.
"Iya, aku dengar tadi ada pembunuhan. Kalau gak salah dibunuh di dekat tempat angker itu," ucap ibu-ibu yang sedang melewati Diana dan Nicho.
Nicho dan Diana saling menatap. Rasa aneh itu semakin mengganjal. Tanpa basa-basi, Nicho dan Diana langsung mengikuti ibu-ibu yang barusan lewat.
Sekarang, Nicho beralih melihat Nathan yang pingsan di brankar. Pria tersebut langsung berjalan ke arah Zevanya.
Melihat Nicho yang datang, Zevanya langsung memeluk pria tersebut.
"Nicho, aku turut berduka cita, ya," ucap Zevanya sambil menitikkan air mata.
Turut berduka? Maksudnya apa? Nicho benar-benar tidak paham. Nicho beralih menatap mayat yang di brankar ditutupi dengan tenda berwarna orange.
Tangan mayat tersebut keluar dari brankar. Air mata pria tersebut turun dengan derasnya. Ia melihat ada arloji berwarna hitam. Nicho mengingat, arloji itu persis seperti arloji yang diberikannya pada sang papi waktu papinya ulang tahun.
"Kasih jalan, kami mau lewat," ucap suster.
Suster langsung mendorong brankar tersebut. Diana masih menjinjit, ia masih penasaran dengan mayat orang yang dibunuh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Syaqila [Sudah Terbit]
Romance#Sudah tersedia di Shopee!! #Buruan Order ❤️🌹 Kisah cinta ini berawal di saat Syaqila Al Kania Azzahra harus dijodohkan dengan pengusaha muda bernama Nicholas Reynardo Perdana. Dari situlah awal mula kepahitan hidup Syaqila. Nicho terus saja menyik...