Mami Dan Papi Berkunjung

1K 77 10
                                    

Tidak terasa waktu terus saja berputar. Hari ini tugas sang surya sudah selesai menerangi bumi. Tugasnya akan digantikan oleh sang rembulan. Sesuai dengan perkataan Diana, mereka akan pergi ke rumah Nicho. Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Diana dan Perdana sudah berada di mobil. Perdana langsung melajukan mobilnya.

Di rumah Nicho, pria tersebut sedang makan dan ditemani oleh Syaqila. Sesekali Syaqila menelan salivanya melihat makanan enak tersebut. Wanita cantik itu sedang menunggu sisa makanan suaminya, Syaqila sudah seperti hewan di rumah tersebut. Entah terbuat dari apa hati wanita cantik tersebut, sehingga dia menjalani hidupnya dengan keikhlasan tanpa harus dendam.

Tok-tok-tok!

"Cepat buka pintu!" perintah Nicho.

Syaqila langsung beranjak dari duduknya, kemudian berjalan menuju pintu utama.

Ceklek!

"Mami." Syaqila langsung memeluk mertuanya, pelukan tersebut langsung dibalas Diana.

Mendapat pelukan hangat dari seorang ibu, membuat hati Syaqila menjadi hangat. Tanpa disadari, netranya meloloskan butiran air. Seperti inikah hangatnya pelukan seorang ibu kandung? Jika seperti ini, Syaqila menginginkan pelukan seorang ibu tiap malam agar dia tidak merasa kedinginan lagi.

"Eehh, kenapa nangis? Nicho jahatin kamu, ya?" tanya Diana sambil menghapus air mata Syaqila yang terus turun dengan derasnya.

Mendengar suara sang mami, Nicho langsung membulatkan matanya. Tanpa basa-basi, dia langsung beranjak dari duduknya.

"Sayang yang datang siapa?" tanya Nicho dengan suara lembut.

Syaqila langsung menoleh ke belakang. Dilihatnya Nicho tersenyum lembut padanya. Kini, pria tersebut sudah berada di samping Syaqila. Nicho langsung merangkul sang istri, lalu Nicho mencengkramnya dengan kasar. Syaqila langsung menggigit bibir bawahnya.

"Mami, papi. Ayok masuk," ucap Nicho.

"Tunggu dulu. Syaqila apa Nicho menjahatimu?" tanya Diana lagi.

Nicho kembali mengcengkram lengan istrinya sembari memberi kode agar tidak mengadukan semuanya.

"T---tidak, Mi. Suami Syaqila sangat baik. Tadi, Syaqila hanya terbawa suasana aja, sebab Syaqila sangat rindu sama ibu," jawab Syaqila berbohong.

"Mau Mami peyuk lagi?" Diana merentangkan tangannya, Syaqila langsung memeluk sang mertua.
Perdana dan Nicho hanya diam saja.

"Ayo masuk, Mi, Pi," ujar Syaqila.

Mereka langsung masuk dan berjalan menuju sofa. Setelah sampai, mereka langsung mendudukkan bokong mereka. Syaqila langsung mengambil minuman untuk mertuanya.

Setelah selesai membuat minuman, wanita cantik tersebut langsung datang sambil membawa nampan kayu berwarna cokelat, di nampan itu sudah ada teh manis.

"Silahkan diminum, Mi, Pi," ucap Syaqila, kemudian dia duduk di sebelah sang suami. Posisi ini sungguh tidak nyaman bagi wanita cantik tersebut. Kulitnya dengan kulit sang suami sudah bersentuhan. Dia takut jika Nicho akan menghukumnya lagi karena kulit mereka sudah bersentuhan.

Syaqila terus saja memainkan jari lentiknya sambil menunduk.

"Mami lihat Syaqila masih malu-malu," ucap Diana sambil tersenyum.

"Iya, Mi. Syaqila masih malu-malu. Nicho sangat suka dengan sikap pemalu istriku, Mi. Syaqila sering kali Nicho godain hingga pipinya jadi merah," ujar Nicho.

Ektingmu sangat bagus Nicho. Kau bertingkah seperti orang yang sayang pada istrimu sendiri, padahal kamu malah sering menyiksa Syaqila, wanita yang tidak tahu apa-apa, wanita yang tidak memiliki salah sedikit pun samamu. Syaqila hanya tersenyum saja mendengar ujaran suaminya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Diana dan Perdana langsung pulang ke rumah. Ingin sekali Diana tidur di rumah putranya, tetapi Perdana tidak mengizinkannya. Pria paruh baya tersebut melarangnya, dia takut kehadiran istrinya menggangu pengantin baru tersebut.

Setelah kepergian sang mertua. Syaqila langsung merapikan kembali ruang tamu. Wanita cantik tersebut langsung mengangkat gelas kotor tersebut ke nampan. Setelah itu, dia langsung bergegas ke dapur.

Sesampainya di dapur, Syaqila langsung mencuci gelas kotor tersebut. Setelah selesai mencuci gelas, Syaqila langsung berjalan ke meja makan untuk mengisi perutnya. Akan tetapi, sesampainya ke tempat tujuan, wajah Syaqila langsung berubah lusuh, sebab sudah tidak ada lagi sisa makanan suaminya. Hanya tersisa air minum saja di meja.

Syaqila menghapus air matanya, perutnya sudah sangat lapar, cacingnya sudah meronta-ronta di perutnya. Syaqila langsung meminum air putih itu saja, kemudian berjalan ke kamar.

Di kamar, hanya ada Nicho yang sedang bergelut dengan laptopnya, tidak lupa juga dengan kaca mata anti radiasi. Nicho langsung menoleh ke arah Syaqila.

"Malam ini kamu gak usah makan, ya. Soalnya aku udah habisin semuanya, soalnya makanannya enak sekali," ucap Nicho tanpa berperasaan.

Syaqila tersenyum getir. "Tidak apa-apa Tuan," jawab Syaqila.

"Tuan, bisakah kita bicara baik-baik tanpa melibatkan emosi?" tanya Syaqila memelas.

"Hmmm," jawab Nicho.

"Tuan, lokasi gedung angker itu di mana? Aku mau mencari sesuatu di sana?" tanya Syaqila lagi.

"Ada di kita A, emang kamu mau cari mati di sana, ya? Oh, bagus kalau begitu. Aku gak susah payah lagi agar kamu cepat-cepat mati. Kamu tau ngak? Aku sangat menantikan kematianmu," ucap Nicho sambil tersenyum seringai.

Tidak papa Nicho mengucapkan kalimat itu, yang penting Syaqila sudah mengetahui gedung angker tersebut. Entah angin apa yang membuat Syaqila ingin sekali pergi ke tempat tersebut.




Cinta untuk Syaqila [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang