Kebenaran

905 98 11
                                    

"Yah, bagaimana kalau Perdana juga kita bunuh saja. Sepertinya dia juga akan menjadi ancaman bagi kita. Selain itu, dia kan orang kaya, banyak perusahaannya. Dengan matinya Perdana, Nicho tidak akan bisa mengelola semua perusahaan Perdana. Dengan demikian, disitulah kita beraksi dengan cara mengambil kepercayaan Nicho, sehingga dia memberi beberapa perusahaan ayahnya untuk kita kelola," ujar wanita yang duduk di sofa.

Al berusaha mencerna setiap perkataan istrinya. Membunuh Perdana agar bisa diambil hartanya? Al senyum sambil mengangguk.

"Ide yang bagus," jawab Al.

"Tapi, caranya seperti apa?" tanya Fara.

"Seperti aku membunuh orang tua, Syaqila," jawab Al menyeringai.

Membunuh orang tua Syaqila? Bukankah orang tua Syaqila mereka berdua? Lantas apa maksud dari Al mengatakan seperti itu? Atau jangan-jangan, hantu yang pernah ditemui Syaqila di gedung angker adalah orang tua yang sebenarnya?

Bukankah Nicho pernah mengatakan kalau tempat itu adalah, tempat pembunuhan sadis.

"Ayok, kita lancarkan aksi kita." Al dan Fara langsung beranjak dari duduk mereka menuju mobil. Al sudah menekan gas mobil.

Entah apa yang akan mereka berikan pada Perdana. Padahal Perdana sudah banyak menolong mereka. Lagian Al dan Perdana bersahabat dekat. Lalu, inikah balasan pria yang di mobil, membunuh orang yang sudah sering menolong.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Tempat yang sepi, kemungkinan tempat yang jarang dilewati orang. Al mengambil benda persegi di sakunya.

"Kau pura-pura pingsan dulu," ucap Al. Fara mengangguk. Ia langsung merebahkan bobotnya di aspal layaknya orang pingsan.

[Perdana, tolong kami. Istriku pingsan, mobil kami mogok. Aku mohon tolong aku]

Itulah pesan dari Al.

Ting!

Perdana langsung meraih ponselnya kala mendengar suara notifikasi.

[Oke, aku akan datang. Kalian di mana, Al?] jawab Perdana.

[Aku ada di ***] Al mengirim lokasi mereka.

Perdana langsung beranjak dari kursi kerajaannya.

"Bapak, Bapak mau ke mana?" tanya sekretaris Perdana.

"Aku mau pergi sebentar," jawab Perdana.

"Tidak bisa, Pak. Sebentar lagi rapat antar perusahaan akan di mulai," ucap sekretaris.

"Aku tidak peduli. Sahabatku lebih penting," jawab Perdana. Dia langsung berlari menuju mobil sport putihnya

***

Semakin hari, rambut Syaqila semakin rontok. Sekarang rambutnya sudah botak. Betapa adilnya Tuhan terhadap wanita malang tersebut. Ternyata dibalik buta-nya Syaqila ada rencana yang Tuhan kasih. Ya, dia tidak bisa melihat kepalanya yang botak, badannya yang semakin hari semakin kurus.

Sudah bisa ditebak, jika Syaqila bisa melihat dia pasti akan sangat sedih melihat keadaannya yang semakin hari, semakin terlihat menderita. Namun, dibalik itu semua, Tuhan merubah sikap Nicho yang kejam menjadi lembut. Tidak bisa dibayangkan jika Nicho tidak berubah-ubah.

"Kak, nanti sore kita jalan-jalan, yuk," ucap Syaqila.

"Bukannya Kakak gak mau, tapi, Qila kan lagi sakit," sahut Nicho.

Syaqila memanyunkan bibirnya. Iya, badannya memang sangat sakit, tapi ia bosan di brankar terus. Apalagi ditambah dengan badannya yang tidak bisa digerakkan.

Cinta untuk Syaqila [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang