Penyiksaan yang semakin menggila

975 67 2
                                    

Tidak memerlukan waktu yang banyak, Syaqila sudah sampai di universitasnya. Dengan langkah yang gontai, Syaqila melewati koridor kampus, Pikirannya sedang melayang-layang. Wanita tersebut menghela napasnya.

Plak!

"Akhh!" rintih Syaqila saat seorang menampar punggungnya.

"Eehh, sakit, ya? Kakak namparnya kekencangan, ya?" tanya Nathan dengan panik.

Kalau boleh jujur, Syaqila sangat kesakitan. Meski tamparan itu sangat pelan, tetapi punggungnya masih sakit akibat cambukan dari Nicho. Syaqila menggigit bibir bawahnya, rasa perih itu kumat lagi.

"Tidak, Kak. Tadi aku hanya kaget saja. Kalau begitu, aku duluan, ya," ucap Syaqila, kemudian berjalan mendahului Nathan.

Nampak dari wajah Nathan, kalau dia melihat ada yang aneh dari Syaqila. Setiap kali bertemu dengannya, wajah wanita tersebut lusuh sekali, seperti menyimpan beban hidup yang rumit.
Entah mengapa di saat Nathan melihat Syaqila seperti itu, rasa iba selalu menghantuinya.

***

Hari ini kelas Syaqila sudah selesai. Wanita tersebut langsung pulang ke rumah. Saat ingin mengambil ponsel di tas, Syaqila mendapatkan uang 100 ribu di tasnya.

"Hah? Duit? Duit siapa ini? Ahh, yang jelas duitkulah. Alhamdulillah, ya Allah. Hari ini aku belenja dulu ke pasar, setelah itu aku masak. Mana tau nanti Tuan Nicho tidak akan memukuliku lagi," gumam Syaqila dengan bahagia.

Wanita tersebut langsung memesan ojek online. Tidak lama dari itu, ojek tersebut sudah datang. Tidak memerlukan waktu yang banyak, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Syaqila langsung memberikan uang 10 ribu ke bang ojek tersebut.

Syaqila langsung masuk ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasaknya. Saat ini, Syaqila sedang berargumentasi dengan mas penjual ayam potong.

"Mas, kek-nya kemahalan, deh. Biasanya sekilo 35 ribu, kok, sekarang jadi 50 ribu, sih? Kurangin, dong, Mas." Tawar Syaqila.

"Gak bisa, Neng. Harga ayam sudah naik," jawab mas penjual ayam.

"Yaudah, deh, Mas. Ayam-nya satu kilo. Sekalian sama rempah-rempahnya untuk merendang ayam," ujar Syaqila, dia sudah kalah argumen dengan pedagang tersebut.

Setelah semua sudah terbeli, Syaqila langsung pulang. Sisa uang 100 ribu tinggal 15 ribu lagi. Tidak apa-apa, Syaqila ikhlas, kok. Semoga dengan ini, Nicho berbaik hati sedikit kepada Syaqila.

***

Kini, wanita tersebut sudah sampai di rumah. Dia langsung berjalan ke dapur. Syaqila memulai pergelutan dengan alat dapur. Memerlukan waktu satu jam untuk memasak ayam tersebut. Sekarang masakan tersebut sudah masak dengan sempurna. Aroma wangi masakan sudah menyeruak di dapur tersebut. Ternyata usaha tidak mengkhianati hasil.

"Semoga ... Tuan Nicho suka. Amin," gumam Syaqila.

Wanita tersebut langsung menata masakannya di meje makan. Setelah tersusun rapi, dia langsung mendudukkan bokongnya di bangku. Kini, tinggal menunggu sang suami pulang.

Seperti terdengar suara mobil. Buru-buru Syaqila berjalan menuju pintu utama. Syaqila hanya mencoba menjadi istri yang baik kepada suaminya.

Ceklek!

Pintu terbuka, memperlihatkan iblis berwajah malaikat. Syaqila tersenyum, kemudian berjalan mendekati suaminya.

'Bismillah,' batin Syaqila.
"Tuan ... Tuan udah pulang? Ayok ke meja makan, aku sudah masak untuk Tuan," ucap Syaqila dengan semangat 45.

Nicho tersenyum, entah apa maksud senyumannya itu, Syaqila tidak tahu. Yang penting, pria tersebut mengikuti Syaqila menuju dapur. Sesampainya di dapar, tenpa perasaan Nicho langsung melemparkan semua makanan yang dimasak oleh istrinya.

"Sudah berapa kali aku bilang padamu! Jangan pernah menyentuh barang-barangku! Kamu pikir dengan kamu seperti ini, aku akan luluh padamu? Tidak! Justru aku semakin merasa jijik melihat wajah sialanmu! Gak usah caper!" Nicho langsung mendorong Syaqila, hingga wanita tersebut jatuh ke pecahan piring.

Telapak tangan dan lutut Syaqila mengeluarkan cairan berwarna merah. Rasa sakit bercampur perih menyatu menjadi satu. Usahanya untuk berdamai dengan sang suami sia-sia sudah. Sebelum Nicho pergi, dia masih sempat menendang punggung sang istri.

Syaqila langsung berdiri dengan perlahan, serpihan-serpihan kaca masih ada yang menempel di telapak tangan dan lututnya. Wanita malang tersebut langsung mencabuti serpihan kaca yang ada di tubuhnya. Sesekali wanita tersebut meringis karena merasa perih, Syaqila langsung menyeka air matanya. Darah dan air mata seolah-olah sedang menyapa dirinya.

Setelah membersihkan semuanya, wanita tersebut langsung berlari menuju taman belakang. Wanita tersebut melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada orang. Wanita tersebut langsung mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Salahkah aku melakukan ini semua? Hey katakan padaku, apa salahku? Di mana letak salahku? Aku juga tidak menginginkan perjodohan ini! Tapi, kenapa pria tidak punya hati itu terus saja menyiksaku?! Aku sangat membenci takdirku! Aku menyerah padamu takdir! Aku menyerah! Tidak ada satupun yang menyayangiku di dunia ini! Tuhan ... tolong jemput aku! Tolong ambil nyawaku. Aku mau pulang!" Semua kesedihan ditumpahkan Syaqila tanpa ada yang mendengarnya. Isakannya masih juga belum berhanti, Syaqila lelah menghadapi dunia yang teramat kejam ini. Syaqila sangat lelah!

Entah mengapa, tiba-tiba kepala dan pinggang Syaqila sakit lagi. Kenapa tubuhnya di luar maupun dalam sangat sakit? Tidak hanya itu saja, mental Syaqila mungkin juga sangat lemah. Semoga tidak terjadi hal-hal yang buruk pada wanita malang tersebut.

Syaqila langsung berjalan ke kamar. Sesampainya di sana, sudah didapatinya Nicho sedang rebahan.

"Wah, masih sempat kamu menunjukkan wajah jelekmu di hadapanku?" Nicho langsung duduk.

"Tuan, bisakah aku meminjam duit Tuan? Aku janji secepatnya aku akan membayarnya. Kepala dan pinggangku sangat sakit," lirih Syaqila.

Nicho langsung berjalan mendekat ke arah istrinya.

"Kamu tau, kenapa kamu bisa sakit pinggang?" tanya Nicho. Syaqila menggeleng.

"Karena kamu sering naena dengan om-om," bisik Nicho.

Deg!

Bagai ditusuk dengan pedang tajam, seperti itulah sakit hati Syaqila. Kali ini, emosi menguasai tubuh wanita tersebut.

Plak!

"Kamu pikir aku wanita seperti apa? Kamu pikir aku sudah tidak ada harga dirinya lagi? Aku ingatkan padamu Tuan Nicho yang terhormat! Aku mau menikah denganmu agar ayahku tidak jadi menjualku pada om-om hidung belang! Sekarang setelah aku menikah denganmu, kau menganggapku seperti wanita rendahan itu? Asal kau tau, aku menikahimu agar terhindar dari pekerjaan tercela itu!" Percaya atau tidak, tanpa rasa takut, wanita tersebut mengucapkan kalimat itu.

Nicho memegang pipinya yang terasa panas. Telinganya juga terasa panas karena teriakan sang istri. Baru kali ini dia melihat sisi lain dari Syaqila. Nicho langsung menatap tajam Syaqila.

Nicho langsung menarik tangan Syaqila dengan kasar. Pria tersebut langsung menyeret Syaqila ke kamar mandi, kini mereka sudah sampai ke kamar mandi. Pria tersebut langsung mencelupkan kepala Syaqila berulang-ulang ke bathub yang berisi air.

"Beraninya kau melawanku! Kau hanya wanita sialan! Dasar bang*at!"

Plak!

Nicho kembali mencelupkan kepala Syaqila ke bathub, kali ini cukup lama.

"Uhuk ... uhuk ... uhuk ..." wanita tersebut langsung terbatuk ketika Nicho sudah mengangkat kepala Syaqila kembali. lalu Syaqila menghirupnya udara dengan sangat rakus.

"Tuan ingat, benci sama cinta hanya berjarak sangat tipis," ucap Syaqila yang masih menantang.

"Hah? Jadi kamu pikir aku akan mencintaimu! Ngotak, dong, kamu! Jika memang aku mulai mencintaimu, aku sangat berharap kamu mati saja agar aku tidak jadi mencintaimu!" Nicho langsung mendorong tubuh Syaqila, kemudian pergi.

Cinta untuk Syaqila [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang