Doa Yang Hampir Terkabul

846 75 5
                                    

Kini, Syaqila sedang ditangani oleh dokter. Beberapa menit kemudian, dokter pria keluar dari ruangan rawat Syaqila.

"Kenapa gelap?! Kenapa badanku tidak bisa digerakkan?!" teriak seorang wanita dari ruangan tersebut.

Nicho dan keluarganya langsung masuk ke ruangan Syaqila disusul oleh dokter. Badan Syaqila terlihat sangat kaku.

"Dok, kenapa dengan istri saya?" tanya Nicho.

Dokter tersebut menarik napas, lalu mengeluarkan. "Istri Anda terkena penyakit kanker otak, sudah stadium tiga setengah. Kanker tersebut sudah menjalar ke saraf mata dan mengakibatkan pasien beberapa hari ini akan buta. Selain itu, kanker tersebut sudah menyerang sistem pengendali tubuh, sehingga pasien juga mengalami kelumpuhan," ujar dokter sedetail mungkin.

Deg!

Saat itu juga Syaqila tidak tahu lagi harus berbicara apa. Apakah ini akhir dari segalanya? Saat semua orang menginginkan kematiannya, dan benar saja penyakit mematikan sudah melamar Syaqila.

Air mata mengalir dengan derasnya dari netra wanita yang terbaring kaku di brankar. Syaqila sudah buta dan lumpuh. Pasti saat ini semua orang sedang menertawakannya.

Wanita tersebut menggigit bibir bawahnya, ia sedang menahan diri agar tidak berteriak. Bibir tersebut sudah mengeluarkan cairan merah.

"Selain itu, pasien juga mengalami Gagal Ginjal, sekarang sudah memasuki stadium tiga. Di mana penyaringan zat-zat sudah mulai tidak efektif," timpal dokter.

Dua penyakit mematikan sudah menyapa Syaqila. Saat itu juga, ia merasa darah yang mengalir dan jantung yang berdetak serasa sudah berhenti bekerja. Sesak sekali mendengar ujaran dari dokter tersebut.

"Huaaa! Tidak! Ini tidak mungkin. Huhuhu. Cobaan apalagi ini?!" teriak Syaqila histeris.

"Ini mau kalian semua, 'kan? Kemauan kalian sebentar lagi akan terkabul. Puas kalian semua?!" teriak Syaqila.

"Syaqila, Sayang. Ini Mami. Kamu gak boleh ngomong kayak gitu." Diana langsung memeluk tubuh kaku yang terbaring lemah di brankar.

"Mami."

"Sayang, kamu masih bisa sembuh. Percayalah." Diana mencoba menenangkan menantunya.

"Mami, semuanya gelap. Badan Syaqila juga sangat sakit. Mami semuanya sangat sakit. Syaqila sudah tidak tahan lagi." Dalam pelukan Diana, Syaqila berucap sambil terisak.

"Syaqila wanita kuat. Mami yakin, Syaqila pasti bisa lewati semua ini." Diana melepaskan pelukan tersebut, lalu menghapus air mata sang menantu.

Dokter langsung keluar, disusul oleh Nicho. Sesampainya di luar, Nicho memanggil sang dokter.

"Dokter," panggil Nicho.

Sang dokter berhenti berjalan, lalu menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanya pria berbaju putih.

"Dok, saya mau bertanya tentang keadaan istri saya," ucap Nicho.

"Di ruangan saya saja," jawab sang dokter.

Kedua pria tersebut langsung bergegas. Sesampainya di tempat tujuan mereka langsung duduk saling berhadapan.

"Dok, apa istri saya masih bisa sembuh?" tanya Nicho.

"Itu tergantung kekebalan tubuh pasien," jawab dokter.

"Dok, apa istriku masih bisa melihat?" tanya Nicho lagi.

"Masih bisa. Namun, istri Anda harus dioperasi agar kanker tersebut tidak menjalar lagi."

"Apa tengkorak kepala istri saya akan dibongkar?"

Dokter mengangguk. "Hanya itu satu-satunya cara, agar imun tubuh istri Anda masih bisa bertahan. Sebab, bukan hanya satu penyakit saja yang dihadapi istri Anda. Melainkan dua penyakit yang sangat berbahaya," ujar Dokter.

Jujur pria berkemeja putih baru pertama kali ini menangani pasien yang terkena dua penyakit berbahaya.

"Dok. Apa sudah tidak ada lagi metode penyembuhan yang lain? Misalnya terapi khusus."

"Waktu sudah tidak cukup lagi. Hanya itu satu-satunya jalan pintas. Yaitu melakukan pembongkaran tengkorak," jawab Dokter.




Cinta untuk Syaqila [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang