"Pulang sama siapa?" Gue mendongak, ada Jake Shim yang lagi berdiri di depan meja gue dengan tas ransel yang udah nangkring di bahu kanannya.
"Sama Yeojin."
Gue mengode ke Yeojin biar dia ngangguk, tapi tuh anak malah senyam senyum sambil natap Jake.
"Lo pengen nganter Evelyn yaa?" Tebaknya yang langsung di angguki oleh Jake. "Iya, disuruh abangnya, soalnya bang Kev gak bisa jemput."
Dengan membuat gestur seolah setuju, Yeojin langsung mendorong gue ke arah Jake, dengan tujuan membiarkan gue pulang bareng cowok itu.
"Eh tap–"
"Sama Jake aja. Dia udah jadi kepercayaan abang lo tuh. Masalah alat musik gampang, gue yang beresin," kata Yeojin, enteng.
Tapi bener juga sih, sementang gue udah tau cerita Kev dan Jake, si Kev langsung terang-terangan menyuruh Jake buat jagain gue di sekolah. Gak alang-alang lagi, dia juga nyuruh Jake buat jemput atau nganter gue pulang kalau dia lagi sibuk.
Dan pada akhirnya, gue mengangguk dan memilih jalan mengikuti Jake ke arah parkiran.
Sampai di parkiran, bukannya naik ke motor Jake, gue malah terdiam di samping motornya. Gue tuh sebenarnya pengen ke toko buku, pengen beli novel, udah rencana juga, tapi gak enak aja kalo harus minta anterin Jake.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanya Jake sambil menoleh ke arah gue yang masih berdiri di samping motornya.
Akhirnya, gue memilih menggeleng dan segera naik ke motornya. "Gak gak, cuman melamun."
Jake mengangguk lalu menjalankan motornya pelan. Tapi di tengah jalan, Jake tiba-tiba ngomong, "mampir dulu ke toko buku, boleh gak?"
Untungnya suaranya gak tenggelam karena kecepatan motornya lagi dibawah rata-rata.
Gue yang pengen ke tempat tujuan yang sama langsung refleks menepuk pundak Jake dan membuat sang empu mengaduh, "aduh!"
Gue panik, langsung menepuk pelan pundaknya yang habis gue tabok. "Eh sorry Jake, sorry. Gue tadi pengen ke toko buku juga padahal."
"Terus lo gak berani minta anterin gue, ya?" tebaknya yang segera gue bales dengan anggukan.
Gue melirik ke arah spion, Jake sedang terkekeh di sana. "Kalo ada apa-apa bilang aja, gak usah sungkan."
Akhirnya, gue dan Jake sampai di toko buku. Gue dan dia memilih buat misah buat mencari buku masing-masing.
Of course, gue langsung berlari ke arah rak novel bergenre detektif. Gue bukan pecinta genre romance. Paling kalau mau beli buku genre romance, pas penulis yang gue baca di aplikasi menerbitkan buku dia dan tersedia di toko buku, baru gue beli.
"Mampus, bingung.."
Di tangan gue udah ada dua buku Sherlock Holmes. Yang satu Sherlock Holmes bareng Lupin, yang satunya case Misteri di Lembah Ketakutan.
Bulan ini gue emang pengen beli satu novel doang, harus hemat, terlebih gue udah kelas dua belas, otomatis gue harus lebih banyak meluangkan waktu buat belajar daripada menghabiskan waktu buat santai-santai.
Sekitar tiga menitan gue membuang waktu untuk melamun, alias menatap dua buah buku di tangan gue ini, sebuah sapaan kecil membuat gue terlonjak.
"Udah nemu?" Gue menoleh ke kanan yang dimana ada Jake sedang berjalan ke arah gue.
Kemudian gue melirik ke arah dua buku yang dia pegang. Gue gak tau pasti judulnya apa, yang jelas itu buku pelajaran, ada semacam Fisikanya :)
"You said you didn't like physics." He, mulut gue asal ceplos aja.
Gue liat Jake melirik ke arah bukunya, lalu tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya. "So, what do you think?"
"Sorry, my brain is lazy to think," kata gue yang dibalas kekehan olehnya.
"By the way, vote dong, mending beli yang mana?" Gue menyodorkan kedua buku yang sedari tadi berada di tangan gue dan langsung disambut oleh Jake.
Gak sampai lima menit, dia ngasih satu buku Sherlock dengan sampul bernuansa monokrom. "Mending ini deh, kasusnya lebih rumit."
Setelah menimbang beberapa menit, akhirnya gue mengambil buku yang Jake vote tadi dan memilih buat keliling toko buku bentar, buat healing.
"Lo suka baca buku yang genre apa?" Entah kenapa, gue tiba-tiba melontarkan pertanyaan begitu ke Jake.
Jake yang tadinya menatap buku-buku yang tersusun di rak segera menoleh ke arah gue. "Ah, gue suka baca karya Oodgeroo Noonuccal."
Gue mengerutkan dahi bingung, "bentar, lo anak Ausie kan ya?" yang dibalas anggukan dari dia.
"Oh iya, gue tau."
"Iya, itu. Gue suka baca buku beliau yang banyak tentang racism and women's rights nya."
Gue membuka mulut gue lebar lalu mengangguk-angguk. He really, geez, I respect him.
"Lo lahir dimana?"
"Brisbane. Lo Vancouver, kan?"
"Yass, Vancouver!!" Seru gue, duh, jadi kangen.
Tanpa sadar, hampir satu jam gue habiskan ngobrol sama Jake, padahal niatnya pengen keliling buat lihat-lihat buku.
Karena sudah jam lima, akhirnya gue dan Jake memilih buat segera membayar bukunya, biar gak kesorean banget pulangnya.
Gue dan dia bayar bukunya masing-masing kok. Tadinya Jake pengen bayarin, tapi langsung gue tolak. Gue belum sedekat itu sampai dia udah bisa beliin gue makanan atau barang.
Butuh sekitar dua puluh menit, akhirnya gue sudah sampai di rumah. Jake langsung pulang pastinya. Gue yang baru aja selesai mandi tanpa sadar mulai merebahkan diri ke kasur kesayangan dan tertidur di sana.
• • •
Caca's note :
Jadi, Jake beneran kurang suka fisika
atau gimana? 🌚
Oh iyaa..Finally, Gene.. Enha comeback 🎉👐
Aku habis mleyot krna Bela tiba tiba up concept photo, ganteng bgt ya :(
Anyway untuk fact book's favorite Jake,
cmiiw ya 🤗—06 Apr 2021, 23:43 PM
KAMU SEDANG MEMBACA
Same | Jake Shim
FanfictionIni tentang gue, yang selalu jadi bahan gibahan anak kelas akibat selalu sama dengan Jake. Iya, sama. Dari yang blasteran di sekolah, menu di kantin gak pernah ganti, sampe tanggal lahir pun sama, macam-macam deh. Yang membedakan cuman satu, sifat...