Waktu menunjukkan jam 10 malam. Di perjalanan, ngga jauh beda kayak dimensi yang kita tahu. Mungkin sedikit berbeda karena disini ngga ada yang namanya macet. Kalo mall, ya tetep ada.
Yang bikin beda itu, pemimpin negara bukan presiden, tapi raja. Trus, gubernur, bupati, lurah, dan lain-lain itu, kayak tingkatan bangsawan.
Ngomong-ngomong, istana disini tuh bagus banget. Bener-bener kerajaan tempat raja ratu tinggal.
Dan, istananya juga di tempat tinggi gitu, jadi harus lewat tanjakan. Jaraknya juga tak terlalu jauh dari rumahku.Aku udah lebih tenang sekarang karena Lion meminjamkan headphone miliknya dan aku setengah tidur di lengan Lean dengan mata sembab. Tak kusangka aku beneran ngomong kalau aku disambar petir ke mereka.
============
"Hei, Bung," panggil Lean kepada Alrick.
Alrick yang merasa terpanggil membalas dengan tatapan lewat kaca spion tengah.
"Tambah kecepatannya. Tanganku mati rasa karena anak ini."
"Sejak kapan kau jadi lemah gitu?" Lion menanggapi. "Hooo. Apa kau ngga pernah dipeluk sama cewek?" ledeknya.
Lean terkekeh mendengar adik kembarnya itu. "Have you ever been hugged by a girl?" tanyanya.
"Aku punya pacar tahu."
Mendengar hal itu, Lean dan Alrick tak mau terima kenyataan. Mereka yang menjomblo sejak lahir sangat kesal dan iri pada Lion. Walau pada awalnya mereka marah, tapi berakhir dengan membicarakan gadis itu.
"Hahahaha. Lain kali aku akan membawanya ke rumah," usul Lion dan disetujui oleh kedua kakaknya.
============
***
Beberapa hari berlalu dan kini aku sudah baikan dari demam. Sejak aku ngomong ke mereka kalau aku pernah tersambar petir, mereka ngga pernah membiarkan aku sendirian setiap hujan turun.
Mereka itu benar-benar baik. Tapi juga menyebalkan beberapa saat kemudian. Sebagai seorang adik, aku selalu menjadi babu mereka walau kami punya banyak maid.
Meski begitu, aku senang karena akhirnya aku merasakan gimana rasanya punya saudara.
Saat kami berkumpul untuk bermusik di tempat biasa, di studio band ketiga kakakku, aku mencium aroma Tony.
Dan benar saja, orangnya datang untuk memberikan sebuah surat dan berkata, "Tuan Albert diundang ke istana. Beliau ingin Nona Quincy untuk ikut bersamanya."
"A-apa? Kenapa harus aku?"
Lion yang membuka surat tersebut, membacanya. "Disini tertulis, 'Bawa putrimu juga'. Artinya Yang mulia ingin kamu datang."
Alrick kemudian menghampiri dan mengelus kepalaku. "Dadah. Jangan lupa oleh-olehnya. Oh ya, sampaikan salam ku pada Dean."
"Bisa-bisanya kakak berteman dengan pangeran menyeramkan itu," kataku sambil berjalan ke pintu. "Kalau kakak ngasih aku uang, aku bakal beliin oleh-oleh. Kalo ngga, ya ngga aku beliin."
"Sudah kubilang kalau aku berteman dengan Dean. Minta saja padanya."
Aku bergidik ngeri. "Ogah ah"
Iya. Itu yang kukatakan sebelum akhirnya aku setuju karena dia mengancam akan memberitahu Albert kalau aku memakan pancake dan es krim miliknya saat aku sakit.
***
Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam istana. Si 'Quincy' juga sudah lama tak datang ke tempat ini, karena itu aku tak mendapat ingatan tentang istana dengan jelas. Albert terkekeh pelan melihatku yang melongo kesana kemari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In The Air
FantasyAku adalah seorang mahasiswi yang tengah kuliah di Jerman. Namun karena pandemi Covid melanda, mau tak mau aku terpaksa kembali ke Negara asal, Indonesia. Di tengah jalan, tiba-tiba saja aku tersambar petir yang membuatku kehilangan nyawa. Hmm, sep...