"Tapi sebelum kamu menjawabnya, aku akan menunjukkan sesuatu," ujarnya sambil menyentuh pundakku. Mataku membulat melihat seluruh tubuhnya bercahaya.
Warna rambut yang tadinya coklat menjadi hitam legam dan pakaiannya juga berubah seketika. Di hadapanku saat ini, adalah Dean sang pangeran.
"D-Dean, kamu... Cake?!"
"Cake? Kue?"
Aku menggeleng cepat lalu melihat ke sekitar. Walau tak ada orang sama sekali, kami harus waspada.
"Kenapa kamu tiba-tiba berubah gitu sih? Kalo ada yang lihat gimana?!" bisikku. "Kita lanjutkan di dalam."
Aku sangat lega karena bisa masuk rumah, berkat bantuan Dean. Untungnya hanya ada Lean dan beberapa maid di dalam rumah.
Lean bilang, Albert sedang ada keperluan di luar. Alrick dan Lion di halaman belakang rumah. Entah apa yang mereka lakukan di malam hari ini.
Aku menarik tangan Dean ke ruangan musik. Karena di sini kedap suara, kami bisa membicarakan tentang hal itu di sini.
"Aku masih tak percaya kalau kamu adalah seorang cake."
Dean terdiam sebentar. "Jadi.. cake itu, sebutan untuk orang yang punya kekuatan spesial?" tanyanya.
Aku mengangguk. "Kenapa kamu se.. ceroboh itu sih? Aku panik banget tahu!" seruku. "Sekarang, aku mau memberitahumu sesuatu. Beberapa di dunia ini, ada banyak cake. Aku tak tahu apa yang membuat kita bisa punya special power, dan pasti ada alasannya."
"Mungkin kita punya kesamaan, seperti ..."
"Lintas dimensi," ucapku dan Dean berbarengan.
Whoaa.. jadi, semua cake juga mengalami hal yang sama denganku?
Akhirnya, kami berdua membicarakan tentang kekuatan kami. Dean bilang, power utamanya adalah 'luck', yang artinya dia selalu beruntung.
Ugh, aku sangat iri.
Dia juga bilang, kalau dia lintas dimensi saat berusia 5 tahun. Di dunia aslinya, Dean tersambar petir juga, sementara Dean yang asli tertabrak mobil hingga koma. Itu berarti, Quincy yang asli tenggelam di laut??!!
Ini... Sangat mengejutkan.
Aku juga melakukan hal yang sama pada Dean. Menceritakan segalanya tentangku, juga penglihatan Mike di masa depan nanti. Sepertinya sang pangeran harus tahu tentang hal ini.
Aku tahu dia adalah orang baik meski sifatnya kadang membuatku jengkel. Dia juga setuju untuk ikut membantu, apalagi saat aku bilang kalau Ellen menyelamatkanku. Dia tak bisa menerima pengorbanannya.
Tak terasa sekarang sudah pukul 11 malam. Aku menyuruh Dean untuk pulang.
Tapi kenapa harus keluar lewat jendela woi! Dia kan bukan maling.
Huh, terserah lah. Mungkin dia tak mau bertemu dengan Alrick.
"Quincy, sini," panggilnya.
Aku menyahut dan berjalan ke jendela. Dia kemudian mengelus pucuk kepalaku lalu mengecupnya.
"Wha! K-kamu ngapain sih?"
"Hahahaha. Babay," balasnya lalu pergi.
Ya ampun, anak itu... Jangan bikin aku baper napa! Aku ngga mau kepedean.
***
Beberapa hari ini aku terus-menerus belajar dan tibalah sekarang, H-1 UTBK. Aku antara siap dan tak siap.
Semua sudah kupelajari berkat bantuan Alrick, juga Dean lewat chat. Aku tak bisa keluar rumah sepanjang waktu ini.
Ah, pengen nangis rasanya. Besok seperti pilihan hidup dan mati. Ujian penentu masa depan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In The Air
FantasíaAku adalah seorang mahasiswi yang tengah kuliah di Jerman. Namun karena pandemi Covid melanda, mau tak mau aku terpaksa kembali ke Negara asal, Indonesia. Di tengah jalan, tiba-tiba saja aku tersambar petir yang membuatku kehilangan nyawa. Hmm, sep...