"Ayo balik."
Dia membantuku berdiri dengan lembut dan menghapus semua sisa dari tangisanku dengan tangan besar dan kerasnya.
Ah, aromanya.. agak susah dideskripsikan tapi entah kenapa membuatku seperti terhipnotis untuk selalu ada di dekatnya.
"Dasar cengeng," ejeknya yang kemudian membuatku tersadar.
Padahal aku mau berubah pikiran, tapi orang ini memang menyebalkan.
"Hmph!"
Lalu, aku merasakan tetesan air yang mengenai kepalaku dan beberapa saat kemudian, bajuku juga terkena banyak tetesan hujannya.
Aku berlari mengikuti Dean sekencang mungkin karena Ellen berada di belakangku. Tetap saja aku merasa dikejar walau aku bukan targetnya.
Akhirnya kami sampai di dalam istana. Dean menyuruh seorang pelayan untuk membawaku ke ruangan untuk mengganti pakaian.
Tapi sebelum itu, kulihat Albert sedang marah-marah di hadapan Raja Sion karena aku belum juga kembali saat di luar sudah hujan. Hahaha, lucu juga.
Aku berlari menghampirinya dengan baju yang basah kuyup. "Papaaa."
Matanya membulat saat melihat keadaanku. Tapi, masa bodo. Kupeluk dia dengan erat dan dia memegang kedua pipiku dengan tangannya.
"Kenapa mata kamu sembab?" tanya Albert. "Kamu diapain sama anak itu?"
Seketika ide jahilku muncul di otak. Aku ingin sekali Dean dihukum oleh Albert. Tapi, bukankah itu berarti aku akan gagal membuat lagu bersamanya? Tidak tidak. Itu tak boleh terjadi. Aku harus menyelidiki hubungan antara Dean dan Edgar lalu alasan aromanya sangat menyengat di hidungku.
Aku menggeleng di pelukan Albert. "Bukan dia yang salah. Itu karena aku takut sama Ellen," jelasku.
Tapi sepertinya Papa ini tidak mempercayai ucapanku dilihat dari tatapan tajamnya pada Dean. Albert melihatku dengan lembut. "Kamu ganti baju dulu gih. Papa gamau kamu sakit lagi, okay?"
Aku mengangguk dan mengikuti pelayan yang tadi.
***
Setelah mandi dan berpakaian, aku duduk bersama Albert dan Raja Sion di ... bisa dibilang ruang tamu yang sangat luas. Karena di luar masih hujan, Papaku ini belum mau pulang. Dia anti banget sama perjalanan basah walau kami naik mobil, kecuali kalau terpaksa.
Kuminum coklat panas yang sudah disiapkan untukku.
Ugh, disaat aku terabaikan, kemana dia? Mana bisa mulai buat lagu kalau hanya aku di sini.
Setelah aku beberapa kali menggerutu, datanglah seorang wanita cantik nan anggun. Aku bahkan sampai terpesona dengan kharismanya karena ini pertama kalinya aku melihat dia sedekat ini.
Dia adalah ratu Annette yang juga menjadi permaisuri sekaligus ibu dari orang sialan itu.
Raja Sion yang melihatnya, memanggil sambil melambai dengan santainya. Sang ratu hanya tersenyum lalu duduk di sebelah kananku.
Sontak aku kaget karena dia lebih memilih untuk duduk di dekatku daripada suaminya. Aromanya pun sangat kuat di hidungku seperti Dean.
Hanya saja wanginya sedikit berbeda. Um ... bunga mawar? Entahlah, aku tak terlalu mengerti tentang tanaman.
"Halo, Quincy," sapanya dengan nada ramah namun tetap terlihat elegan.
"Halo juga, Yang Mulia," balasku. "Anda ... tahu nama Saya dari mana?"
Sang ratu tertawa kecil saat mendengarku. "Ayahmu itu sering membawa-bawa namamu," balasnya.
Kulihat Albert yang masih asik mengobrol dengan Raja Sion.

KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In The Air
FantasíaAku adalah seorang mahasiswi yang tengah kuliah di Jerman. Namun karena pandemi Covid melanda, mau tak mau aku terpaksa kembali ke Negara asal, Indonesia. Di tengah jalan, tiba-tiba saja aku tersambar petir yang membuatku kehilangan nyawa. Hmm, sep...