9

11 3 0
                                    

"Edgar!" panggilku.

Ini permintaannya, kalau di luar istana, aku tak boleh memanggilnya Dean dan aku mengiyakan. 

Kuhampiri dia yang sedang berjalan membawa seekor anjing besar. Sepertinya aku memang sudah tak takut lagi, terutama dengan Ellen.

"Ellen adalah jenis Alaskan Malamute. Tipe yang lebih jarang menggonggong dan tubuhnya sangat besar. Dia bisa saja menarikmu haha," kekehnya.

Aku terdiam dan menatap ramah Ellen yang kepalanya sedang dielus oleh Edgar.

"Seems like you aren't afraid anymore. Berarti terapiku selama ini berhasil, kan?"

"Hahahaha. Terapi apaan?" Aku mengelus leher Ellen dan dia menggerakkan ekornya sambil menatapku. "Tapi yah, aku memang tak takut lagi sekarang. Makasih, Edgar."

Tiba-tiba saja dia mengacak-acak rambutku. Aku kesal dan melakukan hal yang sama padanya walau mau dibagaimanakan rambutnya, dia tetap terlihat tampan. Aku jadi kecewa.

Seketika aku teringat kalau waktuku tak banyak lagi. Sebentar lagi UTBK akan diadakan.

"Kenapa? Kamu kayak lagi nahan pup."

"Berisik! Aku harus pulang sekarang. Pak Sugeng! Ayo."

"Kenapa tiba-tiba? Ellen jadi sedih, nih."

"Sebentar lagi aku UTBK dan aku harus belajar."

Edgar terdiam. Mungkin memikirkan apa yang harus dia lakukan saat ini. Tak lama, dia bicara. "Datanglah ke tempat biasa. Aku akan mengejarimu. Jangan lupa bawa buku catatan biar kamu ngga lupa."

"Bukannya udah lama kamu lulus?"

"Kata siapa aku tak bisa mengerjakannya? Soal UTBK hampir sama tiap tahunnya."

Aku tertawa pelan. "Oke. Aku akan datang ke istana nanti."

***

Kubuka pintu dan kulihat Dean sudah berada disana dengan beberapa buku tebal.

"Whoa, tumben kamu datang duluan," ucapku.

Ruangan ini lebih dingin dari kemarin karena ada Ellen. Aku harus mengerti karena Alaskan Malamute memang tinggal di habitat dingin.

"Cepat ke sini."

Kuhampiri Dean yang sedang tengkurap di karpet depan perapian sambil mengerjakan soal dari buku tebal itu. "Karena tugas wajib kita sudah selesai, sekarang kita harus belajar. Lagipula acara ultah ratu diadakan setelah UTBK. Kamu gelombang kedua, kan?," tanyanya.

Aku mengiyakan dan mengeluarkan buku catatan dari tasku.

Dean cukup ahli dalam membahas soal. Aku sampai tak bisa berhenti tersenyum saat melihatnya. Kucatat semua pembahasan dan trik menjawab. Intinya aku harus sering-sering mengerjakan soal agar cepat menemukan polanya. Aku jadi khawatir karena sejak aku di tubuh Quincy, otakku agak lemot untuk memproses ilmu.

Padahal, sebelumnya aku bisa langsung mengerti hanya dengan sekali pembahasan. Aku merasa bersalah pada Dean, tapi dia menghiraukannya karena dia tahu kapasitas kerja otak Quincy. 

Seorang maid yang selalu membawakan camilan pada kami tersenyum saat melihat 'Pak Guru Dean' yang sedang mengajariku. Hanya dia yang tahu kedekatan kami karena aku menyuruhnya untuk merahasiakan hal ini.

Aku percaya padanya karena dia adalah pengasuh Dean sejak kecil. Tapi itu membuat semua pelayan di istana sangat penasaran pada kami berdua. Bisa saja ada yang menyebarkan rumor nantinya. Untungnya tak ada gossip negatif tentang kami.

Magic In The AirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang