Kejadian itu benar-benar membuatku speechless akibat pernyataan dari Raja Sion. Entah itu adalah sebuah titah, atau hanya berbohong agar aku tak dimarahi oleh Albert.
Aku akan sangat kecewa kalau itu hanya bohongan. Tapi aku juga tak bisa percaya kalau beliau berkata jujur. Udah kayak dongeng aja nikah sama pangeran. Ganteng pula.
Serba salah, jadinya.Sejujurnya, aku sudah tak lagi bertemu dengan Dean sejak hari itu karena Alrick terus melarangku untuk pergi ke luar rumah sendirian. Lagipula, tak ada acara khusus lagi yang membuatku harus berdiskusi dengannya. Dan hari ini, adalah hari yang spesial.
Pengumuman hasil SBMPTN!
Walau masih ada jalur mandiri, tapi tetap saja aku mengandalkan jalur SBM ini. Rasanya seperti antara hidup dan mati karena menentukan masa depanku. Yah, aku sudah berusaha semaksimal mungkin pada UTBK waktu itu. Sekarang hanya bisa pasrah.
Di masa senggang ini aku hanya di rumah. Melakukan aktivitas biasa di halaman belakang, berenang, berkebun, intinya hanya bermain bersama 3 anak itu.
Oh ya, tentang si bapak nelayan, Mike bilang dia hanya orang biasa. Tapi menurutku, pasti dia ada hubungannya dengan bangsawan waktu itu. Biasanya orang dengan aroma yang sama pasti ada keterkaitannya, jadi aku sangat yakin.
Ting
Ah, sudah waktunya, kah?
Aku langsung berkeringat dingin. Kupejamkan kedua mataku sambil merogoh ponsel yang berada di meja samping tempat tidur.
Aku sedikit lega ternyata itu hanya notif pesan. Tapi pengirimnya membuatku tercengang. Dean tiba-tiba saja mengajakku ke pantai?
Segera aku menyetujuinya dan bergegas untuk mengganti pakaian. Di saat kayak begini, butuh banget yang namanya refreshing.
Tadinya Alrick mencegatku untuk keluar, tapi dia mendapat pesan dari seseorang dari handphone-nya, akhirnya pergi keluar juga. Jadi, dia mengizinkannya asal Pak Sugeng menemaniku.
***
Seperti biasa, Dean bersama Ellen berpiknik di pesisir Pantai Ancol yang sepi ini. Aku juga tak tahu kenapa, padahal terbuka untuk umum. Tapi baguslah. Aku bisa bermain sepuasnya.
"Hari ini pengumumannya, kan?" tanya Dean yang memakai wujud Edgar.
"Iya. Saking gelisahnya, aku sampai tak bisa tidur semalam," balasku lalu duduk di alas yang dipayungi. "Oh ya, ada apa manggil aku ke sini?"
Dia lalu duduk di sampingku, begitu juga Ellen di sisi lainnya. "Tak ada apa-apa sih. Hanya saja kita sudah lama tak bertemu."
Sejak kapan Dean langsung to the point gini? Apa maksudnya dia kangen sama aku? Duh, jangan bikin aku ge'er dong.
"Rasanya kayak bukan kamu haha. Muka jutek kamu tuh ngga cocok buat ucapan lembut."
Dia lalu menoleh dengan tatapan yang—kali ini—benar-benar sangat jutek. Sama seperti saat Quincy menjatuhkan es krim nya di pakaian Dean tahun lalu.
"Se-jutek itu, kah?"
Aku mengangguk cepat. "Makanya sering-sering senyum, dong. Ganteng deh."
Seketika bibirnya menggeliat seperti menahan tawa. Alamak, bisa-bisanya aku keceplosan ngomong dia ganteng.
"Ehem. Aku ngga muji kamu, ya.""Aku kan emang udah ganteng."
"Najong."
***
Aku bermain lempar tangkap dengan Ellen. Iya, berdua saja. Majikannya lagi beli makanan untuk kami. Disaat Ellen berlari mengejar bola yang kulempar cukup jauh, sekelompok gadis datang menghampiriku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Magic In The Air
FantasyAku adalah seorang mahasiswi yang tengah kuliah di Jerman. Namun karena pandemi Covid melanda, mau tak mau aku terpaksa kembali ke Negara asal, Indonesia. Di tengah jalan, tiba-tiba saja aku tersambar petir yang membuatku kehilangan nyawa. Hmm, sep...