8

9 4 2
                                    

"Kamu kenapa?" tanya Edgar.

Sebelumnya pak Sugeng juga menanyakanku hal ini karena mataku sembab. Aku tak ingin menjawabnya, tapi rasanya nggak enak juga kalo bikin orang penasaran.

"Aku ..., ketemu anjing tadi."

Aduuh. Masa aku memberitahunya hal itu? Dia mana percaya!

Kugelengkan kepalaku dengan cepat lalu menatap matanya. "Edgar! Bantu aku agar tidak takut lagi dengan anjing. Aku mau jadi dokter hewan."

Dia tersenyum mengiyakan lalu berkata, "Aku akan segera kembali."

"Mau ke mana?"

"Memanggil Zeta. Dia anjing tetanggaku. Tenang saja, dia jinak." ujarnya lalu pergi meninggalkanku (dan pak Sugeng di belakang).

*

"Pak Sugeng! Tolongin!" seruku saat melihat seekor anjing berlari mengejarku. Edgar berjalan santai di belakangnya sambil tertawa.

 Edgar berjalan santai di belakangnya sambil tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Katanya mau jadi dokter hewan. Ngapain ngumpet di belakang pak Sugeng?" ledek anak itu.

"Berisik! Kamu gatau tajamnya gigi itu!"

"Zeta! Sini," panggil Edgar. Anjing itu menyahut dan menghampirinya. "Coba kamu pegang seperti ini." Edgar mengelus punggung Zeta dengan lembut.

Tanganku sudah berada diatas punggung Zeta, tapi aku belum menyentuhnya. Edgar menyuruhku untuk memejamkan mata dan kurasakan tangan hangatnya menyentuh punggung tanganku dan menggerakkannya untuk mengelus rambut lembut Zeta.

Kubuka mataku pelan dan melihat tanganku yang menyentuh seekor anjing. Aku tersenyum lebar melihat hal ini.

"Lihat, ngga papa kan?" ucap Edgar dan aku mengangguk senang.

"Dia anjing jenis apa? Aku sering melihatnya tapi ngga tahu jenisnya."

"Shiba inu."

Kulihat tanganku yang masih digenggam olehnya. Dia melepaskan genggamannya setelah melihatku begitu. Tapi, kutarik hingga telapak tangan kami saling bertemu, seperti Dean.

Ukurannya sama!

Setelah itu, aku menekuk kelima jariku di sela-sela jarinya. "Kamu tahu kenapa aku melakukan ini, kan?"

Tak lama kurasakan sentilan pelan di dahiku. "Kamu ngapain, sih?"

"Iih.. ngga usah nyentil juga kali!"

Kulempar mainan Zeta mengenai wajahnya. Dia sama menyebalkannya dengan Dean. Fix, mereka adalah orang yang sama. Tinggal menunggu konfirmasi dari Alrick dan sang pangeran. Entah mereka akan memberitahuku atau tidak, pokoknya aku harus tahu.

***

"Kakak!" seruku sambil membuka pintu kamar Alrick. Dia langsung tersedak oleh pudding yang sedang dia makan saat mengerjakan tugasnya.

Magic In The AirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang