02. Topi dan Telur

954 99 10
                                    

"Cepat! Cepat! Buruan dik! Jangan kaya siput jalannya!" teriak kakak-kakak senior pengurus ospek. Tanpa hentinya mereka terus meneriaki setiap mahasiswa baru yang sedari tadi pagi sudah berlari kocar-kacir menuju lapangan. Sepertinya pita suara mereka sudah sepanjang Jalan Tol Bali Mandara.

Pagi ini adalah hari pembukaan masa orientasi. Para mahasiswa diharuskan untuk tiba di lapangan kampus pukul enam pagi. Pada masa ini semua status mahasiswa menjadi sama, yaitu sebagai babu rendahan yang pantas dibentak dan tentunya selalu salah di mata senior. Setiap individu di sini bernasib sama, belum perlu yang namanya mengenal jurusan atau pun nama. Pada intinya mereka harus bersatu menjaga kesabaran dan ketabahan hati menghadapi kakak-kakak yang omelannya bisa mengalahkan emak-emak yang kehilangan Tupperware.

Sial sekali. New datang di menit-menit terakhir. Dengan penuh tenaga, ia harus berlari sekencang mungkin sebelum ia diperintahkan untuk jalan jongkok. Lapangan yang dituju berada tepat di belakang kampus. Ini sangat menyebalkan. Sepanjang New berlari, telinganya harus dengan pasrah menyambut teriakan-teriakan senior yang kalau dipikir, ya ampun... tidak ada iba-ibanya. Bisa lebih kencang dari TOA di bandara dan lebih menyakitkan dari speaker sound yang sudah bocor.

Untuk pagi yang cerah ini, bulir keringat New terlalu dini untuk menetes. Tapi mau bagaimana lagi, itu memang harus terjadi. Ia dengan cepat memeriksa kelengkapan di tubuhnya. Mulai dari ikat pinggang, kaos kaki, name tag, dan oh ya satu lagi... New membuka tas ranselnya dan sialnya...

"Arghh! Topiku mana ya??? Tadi perasaan udah aku masukkin ke tas." New mulai panik, keadaan di sekitarnya sudah tidak bersahabat lagi. Dan sekarang ia harus datang tanpa topi ospeknya.

Langkah kaki New melambat, ia tidak bisa menghindar dari rasa paniknya. Walau bagaimana pun, ia tetap saja merasa takut dengan kakak-kakak yang sebuas singa ini. Selain itu, ini baru masa orientasi, ia pasti merasa malu karena sudah melakukan pelanggaran.

New tidak bisa berpikir jernih. Ia melihat ke sekitarnya, peserta ospek memiliki topi mereka masing-masing. Dan tentu saja mereka membutuhkan itu. Untuk sebuah topi, itu bagaikan nyawa mereka untuk mencegah poin pelanggaran.

BRUKK!

"Ahh!!" New tersenggol seseorang hingga dirinya terjatuh. Beruntung barang-barangnya tidak berserakkan.

New masih meringis, ia membersihkan debu-debu di pakaiannya. Pada saat itu juga si pelaku mendekatinya.

"Hei, apa kamu baik-baik saja? Aku minta maaf," ucap laki-laki yang telah menabrak New.

New menatap laki-laki berkulit tan yang sedang mengulurkan tangannya. Bukannya beranjak berdiri, New malah mengerjab-ngerjabkan matanya karena ia salah fokus dengan jambul milik laki-laki di hadapannya. Entah kenapa baginya itu sangat keren. Belum lagi adam apple yang bergerak naik turun di lehernya memberikan kesan macho yang alami.

"Kamu gak apa-apa kan? Apa kamu terluka?" tanya pria jangkung itu lagi.

"Eerr... Aku baik-baik aja kok." New terlalu mendramatisir, buktinya ia dengan mudah bisa berdiri dengan cepat.

"Ayo, kita mesti cepat ke lapangan!" Ajaknya dengan gelagat yang tergesa-gesa.

"Tapi..."

Pria berkulit tan membatalkan niatnya lagi untuk berlari. "Kenapa lagi?"

"Aku lupa membawa topiku," aku New pelan.

Untuk situasi seperti ini, biasanya orang hanya bisa meminta maaf karena tidak bisa membantu lalu pergi begitu saja. Tapi ini tidak sama, pria berparas tampan itu malah mendesis seperti ikut bingung, sama seperti New. Kedua telapak kakinya bergerak-gerak gelisah, menandakan bahwa ia berada di bawah kepanikan yang sama. Waktu sudah terlalu menekan, tanpa berpikir panjang si pria tan langsung memberikan barang penting dari tasnya.

Balance of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang