30. Bus Peraduan

385 44 32
                                    


[WARNING! FULL 18+]

Setiap detik yang berlalu menemani sang candra yang berkilauan menuju malam yang lebih sunyi bersama awan kelabu yang menerawang karena tertembus oleh cahaya. Tenangnya Kota Bandung memberi efek damai bagi setiap orang yang beristirahat. Termasuk para peserta tour yang kini tengah tertidur nyenyak di atas pulau kapuk yang disediakan hotel. Melepas penat secara total merupakan aktivitas penting untuk bersiap mengarungi terangnya cahaya hangat esok hari.

Di suatu tempat, dua anak manusia sedang meratapi nasib mereka di dalam situasi yang tidak pernah mereka harapkan. Bau apek dari bantalan kursi penumpang begitu tercium setiap kali mereka bernafas. Beberapa tirai jendela bus sengaja dibiarkan terbuka untuk menambah intensitas cahaya yang masuk. Aura sunyi senyap mendominasi, namun tidak demikian untuk dua pria yang sepertinya sudah menyerah dengan keadaan.

"Hmmm baiklah, aku perlu istirahat." Pod berjalan lebih dulu menuju kursi belakang dimana biasanya ia duduk di setiap perjalanan.

Setelah memasukkan dompetnya ke dalam saku, Fluke menyusul. Namun, ia memilih duduk di kursi yang berada berseberangan dengan Pod.

"Kenapa di sana? Sini di sebelahku," ajak Pod sembari mengambil selimut miliknya.

"Gak ah sempit," balas Fluke yang agak ogah-ogahan melirik teman tidurnya malam ini.

Pod cuma bisa manggut-manggut. Apa yang dikatakan Fluke ada benarnya juga. Mereka ini mau tidur, jadi butuh ruang yang lebih luas. Sedangkan mereka cuma berdua, jadi bebas saja mau tidur dimana pun.

Pod mencari-cari sebuah tuas di samping kursi. "Rendahin dulu sandarannya. Besok lehermu bisa sakit, Fluke."

"Mmm..." Terkesan jutek, tapi Fluke tetap menuruti saran yang Pod berikan.

"Met tidur Fluke. Ya itu pun kalau bisa tidur," kata Pod sebagai ucapan selamat malamnya.

Fluke tidak menjawab. Dari jendela, tatapannya lebih tertarik pada lampu-lampu di jalanan yang masih menyala memancarkan cahaya kuning yang cukup menenangkan mata. Ia belum terpejam, namun rautnya begitu lemas. Selesai dengan lampu-lampu jalanan, Fluke langsung menarik gorden jendela hingga menimbulkan suara yang cukup berisik.

'Kreekk...'

Gulita pun menyambut. Dengan keadaan seperti ini, mau tidak mau Fluke dan Pod harus tertidur di dalam bus. Andai saja Fluke tidak bersikeras untuk datang kemari untuk mencari dompetnya, maka hal semacam ini tidak akan pernah terjadi. Namun, jika dicari besok pagi, Fluke juga tidak akan bisa tidur nyenyak karena memikirkan keberadaan dompetnya yang berisi kartu-kartu penting. Ia tidak mau perkara dompet akan mempersulit hidupnya seperti satu cerita novel yang pernah ia baca iseng-iseng di kamar New. Tentu saja itu cukup menggelikan baginya. Hanya karena kehilangan dompet dan segala isinya, si karakter utama harus terjebak dalam suatu perjalanan panjang dengan seseorang yang akan menjadi pasangannya di bab akhir. Meskipun Fluke sudah mencoba menghindari itu, pada akhirnya memang dompetnyalah yang menyebabkan dirinya terperangkap di sini. Takdir memang suka mempermainkan prediksi manusia.

Bukan karena kejadian malam ini, ada hal lain yang mengganggu pikiran Fluke selain rasa ketidaknyamanan kakinya yang sulit sekali untuk direntangkan. Ia melirik ke sebelah, di sana Pod sudah terpejam tenang dengan tubuh yang tertutupi seadanya dengan selimut kecil yang tipis.

Semenjak insiden kemarin, tepatnya momen ketika ia menyentuhkan bibirnya dengan pria di seberangnya itu, membuat suasana hati Fluke terkadang tidak tenang. Pacuan jantungnya selalu memberi stimulasi untuk meningkatkan tekanan darahnya. Menghasilkan debaran dan rasa canggung yang semakin menjadi-jadi. Apalagi malam ini mereka sedang berduaan. Ya, sekali lagi ditekankan. Hanya berdua.

Balance of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang