04. Baru Tahu

659 82 36
                                    

Terlalu banyak pilihan. Berbelanja di toko alat tulis ternyata tidak kalah menggoda dengan berbelanja pakaian di mall. New terus saja menggigit kuku jari telunjuknya. Pandangannya memperhatikan setiap barang-barang ATK yang dipajang di rak. Kenapa semua terlihat menarik ya? Ingin rasanya memiliki semuanya dan memenuhi isi lemarinya. Walaupun ia sama sekali tidak ada niat untuk menggunakannya.

Jam tangan New mengeluarkan bunyi 'tit' sekali, menandakan bahwa ini sudah pukul enam sore. New sudah terlalu lama di toko ini sejak dirinya pulang dari kampus. Ia bahkan rela tidak bergabung dengan kawan-kawan gengnya untuk makan malam di restoran ayam geprek yang baru buka di dekat kampus. Ia menyudahi kegiatan melihat-lihatnya dan langsung teguh dengan tujuannya kemari.

Dengan cepat New menelusuri rak yang menyediakan alat-alat lukis. Ia berhenti di depan deretan kuas dengan berbagai merk dan ukuran. Satu kuas runcing ukuran sedang sudah cukup, sekarang ia mengambil satu botol tinta hitam. Tidak lupa juga ia mengambil empat lusin kertas khusus. Sebenarnya ia tidak begitu yakin dengan apa yang ia lakukan. Tapi jika mengikuti kata hatinya, ia rasa bahwa inilah hal terbaik yang bisa ia lakukan. Untuk barang yang terakhir, New mengambil satu bingkai foto yang ukurannya kurang lebih sama dengan ukuran kertas yang ia ambil tadi. Bingkai tersebut berwarna hitam polos. Walaupun tidak ada ornamen yang menghiasainya, tapi New tahu kalau ini sudah sempurna. Hitam elegan yang tegas dan menawan.

***

Sudah hampir tengah malam. New masih saja berkutat dengan kertas-kertas yang berserakan di lantai kamar kosnya. Dinginnya AC sama sekali tidak berpengaruh. Keringat New tetap saja menetes dari pelipis, melintasi pipi dan lehernya. New bahkan melewatkan jam makan malamnya. Mungkin ia sudah lupa jika beberapa jam yang lalu ia merasakan lapar. Semua itu karena ia terlalu berkonsentrasi dengan pekerjaannya saat ini.

Sudah berkali-kali New mencoba, tapi hasil karyanya belum juga terlihat indah. Hatinya belum menemukan kepuasan batin yang sesungguhnya. Jari-jemari New sudah dipenuhi dengan noda tinta. Begitu pun dengan wajahnya, tapi ia tidak peduli. Persediaan kertas semakin menipis, New khawatir kalau ia tidak akan bisa menyelesaikan ini. Sempat ia mendesah dan mengeluh. Kasur yang empuk menjadi pilihan terakhirnya untuk berlabuh. Namun, saat dirinya melirik kalender, semangatnya menyala kembali. New tidak mau tahu, pokoknya ia harus bisa menyelesaikan ini dengan sebaik mungkin.

***

"Haaaahhh.... Menyebalkan sekali! Kenapa sih dosen akhir-akhir ini sering banget ngasih tugas kelompok. Bikin tambah mager aja buatnya," keluh Nicky yang disambut dengan geplakan di kepalanya oleh tangan Fluke.

"Udah mageran mending gak usah banyak ngeluh. Toh akhirnya kamu nanti jadi tukang printer doang," ucap Fluke seraya merangkul bahu deskmate-nya.

"Sakit Fluke..."

"Bodo ah."

Fluke dan kawan-kawan sepermainannya yang lain sedang berjalan menuju kantin. Mereka baru saja selesai dari kelas. Hari ini begitu menyenangkan karena mereka bisa pulang lebih awal disebabkan oleh ketidakhadiran dosen di mata kuliah terakhir. Nicky yang dari tadi masih memasang wajah cemberut setelah dipukul kepalanya oleh Fluke, tiba-tiba mencolek punggung Mild yang kebetulan berjalan di depannya. Nicky hanya memberi gerakan pada kedua bola matanya, tapi Mild sudah mengangguk kecil seperti ia sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Nicky.

"Umm... Tay, kamu bilang kamu mau ketemuan sama senior jam segini? Kamu lupa ya," sela Mild di tengah-tengah perjalanan mereka.

"Iya aku ingat. Tapi bentaran aja deh," balas Tay dengan raut malas-malas.

Nicky dan Fluke jadi saling pandang. Hmm... Bagaimana ini?

"Kamu mau ketemuan sama senior? Kenapa aku gak tahu?" New yang berjalan diam di sebelah Tay akhirnya menggubris pembicaraan temannya.

Balance of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang