Apa kamu pernah mengkhianati temanmu sendiri?
Walaupun sering disalahkan, diomeli, dan diperlakukan seperti pelengkap saja, masih merasa bersalahkah dirimu karena telah melakukan ini?
Ini memang bukan perbuatan kecil, ini adalah hal serius dengan dampak yang buruk pula.
Namun, kali ini, apakah alasan di balik semua itu akan bisa diterima?
"Nick..."
Semua masih terdengar hening, lalu tibalah dengung di kepalanya yang semakin membutakan segalanya. Semakin ia bergeming, semakin jelas semua terlihat. Hingga dirinya kembali ke permukaan realita yang tidak sempurna ini.
"Nick!"
Tubuh Nicky tersentak karena teriakan dari Tay. Ia sekarang sudah bisa mendengar suara temannya itu. Bersamaan dengan seluruh tatapan yang ia dapatkan.
"I-iya... Aku baru saja beli kain yang seperti itu juga tadi," jawab Nicky gugup.
Fluke yang semulanya tidak peduli dengan pembicaraan ini, kini balik memperhatikan teman sebangkunya. "Kenapa wajahmu tegang gitu?"
Nicky mengulum bibirnya sendiri. "Aku membeli kain itu, ka-karena..." Telapak tangan Nicky mengepal kuat, dibasahi dengan keringat yang terus keluar dari permukaan kulitnya.
"Karena apa Nick?" Neen tahu ini pertanyaan yang sangat sederhana, tapi untuk sekarang ini, itu bisa jadi hal yang penting.
Tay dan New masih menunggu ucapan Nicky selanjutnya. Sedangkan Mild, ia tetap memasang mata yang menginterogasi.
Nicky menelan ludah. "Karena aku baru saja kehilangan kain microfiber-ku..."
"Lalu?" Fluke merasa percakapan ini terlalu mencekam. Namun, ia berubah pikiran ketika mendapati wajah teman-temannya yang lain penuh dengan kecurigaan. "Hei, ini pasti bercanda kan? Memang kenapa kalau dia kehilangan kain itu?"
Tay menyela, "Nick, apa jangan-jangan kamu—"
"Ayo kita bicara di luar, kita lagi di ruang perawatan. Gak baik ngobrol di sini." Dalam hatinya, Nicky tahu bahwa selanjutnya obrolan mereka mungkin akan berubah menjadi obrolan yang tidak biasa lagi.
Nicky langsung melesat meninggalkan ruangan. Lalu beberapa detik kemudian, Mild, Neen, dan Fluke mengikuti dengan perasaan yang ragu sekaligus khawatir. Sedangkan Tay masih duduk di tempat tidurnya. New mencoba memahami apa yang sahabatnya itu pikirkan.
"Tay, aku mohon kamu tenang. Mungkin yang kita kira sekarang ini salah. Bisa saja Nicky cuma mau menyampaikan sesuatu. Ayo, kita susul mereka." New menarik lengan Tay.
.
.
.
Dadanya terasa sangat tidak nyaman. Langkah kakinya seirama dengan debaran jantungnya yang seakan mau meledak. Ia takut. Namun, di sisi lain, ia tak bisa menyembunyikannya lagi. Ini sudah terlalu jauh.
Nicky tetap melancarkan langkahnya hingga ia tiba di parkiran klinik. Berdiri di antara deretan mobil membuat ruangnya untuk berjalan lebih jauh menjadi terbatas. Belum lagi karena parkirannya memang tidak luas. Ia masih saja bergeming. Terdengar suara langkah kaki teman-temannya yang menyusul dari belakang. Ia belum berani berbalik badan, menampilkan wajah dan citranya yang selalu jadi guyonan bagi orang-orang di circle ini.
Setelah menarik nafas dalam, akhirnya Nicky membalikkan tubuhnya. Menyaksikan raut teman-temannya yang terkesan gelap akibat nuansa malam. Nicky melihat Tay dan New yang baru tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balance of Feelings
Fanfiction[COMPLETE] Tag: Boyslove, Bromance, Youth, Campus Life Kemana-mana selalu disangka 'akrab' dan 'dekat' seperti gula dan semut. Namun bagi Tay dan New, kata-kata tersebut bukanlah hal yang sederhana. Mereka justru terperangkap di ruang gelap persahab...