61. 🍁Taken

32.9K 3.4K 380
                                    

Happy Reading💖

Ara dan Rio sudah kembali bergabung dengan yang lainnya, setelah tadi sudah ditenangkan oleh Rio, tidak ada lagi tangis Ara. Meski masih ada jejak air mata diujung matanya.

"Hai, Dedek gemes. Darimana? Kok baru nimbul?" sapa Arsen.

Ara tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis, lalu berlari memeluk Bara. Bara menatap Rio, cowok tersenyum kemudian mengangguk.

"Princess Ara jangan sedih lagi ya?" Bara mengusap punggung Ara.

"Dedek gemes udah ngga usah sedih. Kan ada Bang Sensen sama Bang Kenjoh in here. Yakan Kenzo-anjing lu kenapa habisin sosis gua. Sialan!"

Arsen menggeplak kepala Kenzo yang dengan seenak hati, mencomot sosis dari piring Arsen.

"Hehe.. Lu kebanyakan bacot sih,"

"Muntahin balik sosis gua," kesal Arsen.

"Dih, kek bocil lu,"

Ribut antara Kenzo dan Arsen, kembali mencairkan suasana. Mereka kembali melanjutkan acaranya.

Malam ini Ara menghabiskan waktunya dengan Rio dan Bara, menghirup udara bersama untuk saling memeluk kasih untuk diingat untuk waktu yang lama.

Perpisahan ini hanya kisah, dan tetap menunggu disini. Adalah goresan goresan luka yang akan Ara rasakan. Semoga berujung kebahagiaan.

Waktu perlahan akan menuntun Ara untuk berjumpa lagi dengan orang orang yang bersamaan dulu, meski takdir sekarang tidak ingin mereka bersatu. Mungkin nanti mereka akan bersama dan tidak akan ada lagi ruang untuk berpisah.

Walau Ara tidak pernah menyangka. Ia akan sedalam ini terluka, meski begitu, kini mereka akan tetap pergi.

Mereka kembali berbicara, berusaha mengusir kecanggungan yang menyerang, mencoba sebiasa mungkin. Meski hati mereka ingin menghentikan waktu saat ini juga.

Alarik berjalan mendekat ke arah Ara. Dimana gadis yang dicintainya diapit oleh Bara dan juga Rio.

Kemudian Alarik mengulurkan tangan, Ara menerima uluran tangan Alarik dan beranjak berdiri.

Cowok membenarkan tautan tangannya dengan Ara. Digandengnya tangan Ara ke tengah, tempat yang sudah direncanakan sebelumnya.

"Kenapa Kak Al?" tanya Ara.

Disana juga ada orang tua Ara. Juga abang abang Ara ikut hadir, mengawasi putri Fredric itu.

Alarik manatap Ara, mata teduhnya menghanyutkan Ara, manik mata mereka bertemu. Sama sama memancarkankan sesuatu besar dari perasaan mereka masing masing.

"Ra," kata Alarik.

"Aku tau, aku bukan cowok romantis. Bukan hanya ngga romantis, juga cowok dingin dan cuek. Aku ngga bisa rangkai kata kata manis, aku juga ngga bisa nyusun kalimat yang indah. Tapi, dulu, sekarang dan selanjutnya, aku udah jatuh hati sama puan yang ada dihadapan aku sekarang ini. Itu kamu,"

Alarik berjongkok, menumpukan sebelah lututnya ke bawah, ia mengeluarkan setangkai bungan mawar merah.

"Will you be my fiance?"

Alarik menyodorkan mawar merah tersebut kepada Ara.

Max berjalan mendekat ke arah Ara, tidak ingin adiknya ini menerima bunga dari Alarik, tanpa tahu arti dari bunga tersebut.

"Princess, sebelum kamu ambil bunga ini. Abang mau tanya, kamu suka sama Alarik?" tanya Max mengusap pipi Ara lembut.

Ara mengangguk, "Ara suka sama Kak Al,"

Alarik menarik sudut bibirnya keatas, seulas senyum menawan tercetak dibibirnya.

"Adek juga suka sama, Bang Sensen, Bang Kenzo, Rio, Bang Tya, Bang Kenzie, Bang--,"

Seketika Alarik melunturkan senyumnya, lututnya terasa lemas. Harapannya jatuh begitu saja.

"Bukan begitu Princess, apa kamu ngerasa ada yang berbeda kalau sedang sama Alarik? Perasaan berbeda dari yang lainnya ketika kamu sama abang abang yang lain," ujar menjelaskan sampai Ara benar benar mengerti.

"Emm.. Adek selalu deg deg-an kalau Kak Al deket deket Ara kayak gini. Jantung adek mau keluar, pipi Ara juga panas, ngga tau kenapa. Adek belum sempet nanya sama Bang Arlon," bibir Ara melengkung kebawah, ia kira mengidap penyakit baru.

"Ssttt.. it's okay, that's normal. Itu tandanya kamu cinta sama Kak Al, bukan sekedar suka," Max mengusap pelan pipi Ara.

"Cinta yang artinya, lebih dari kata suka dan juga sayang," lanjut Max.

Ara terdiam sebentar. Benar, ia lebih sayang Alarik daripada sahabat sahabat abangnya yang lain, ada sesuatu yang berbeda ketika bersama Alarik.

"So, will you be my fiance?" ulang Alarik.

Ara menatap Max sebentar, abang tertuanya itu senyum dan mengangguk kecil.

"Yes. I will," jawab Ara kemudian dan menerima bunga dari Alarik.

Alarik bangkit, ia mengambil cincin dari saku celananya. Disematkannya cincin tersebut di jari manis Ara, setelah kemudian diciumnya lama kening tunangannya tersebut.

Semua orang bertepuk tangan, juga cowok yang tidak jauh dari sana juga bertepuk tangan, sedang senyum kecut.

"Yo' udah waktunya," kata Mark.

Rio menghidupkan ponselnya, melihat jam. Sebentar lagi waktu penerbangannya ke Aussie.

Dengan langkah pelan, Rio menyiapkan hatinya. Ia berjalan menghampiri Ara.

"Ra. Aku pamit pergi dulu, ya?" kata Rio.

"Mau kemana?" tanya Ara.

"Pergi. Kayak yang aku bilang tadi,"

"Secepat itu?"

Rio mengangguk. Lantas Ara langsung berhambur ke pelukan Rio, ia kira tidak akan secepat ini.

Perlakuan tidak terduga Ara barusan membuat Rio tertegun. Ia tidak bisa sebebas dulu untuk mendapat perlakuan seperti ini.

Dengan ragu ragu, Rio membalas pelukan Ara. Ini adalah pelukan terkaku selama ia memeluk Ara.

Dilepasnya pelukan mereka, Rio menatap mata Ara dalam.

"Ra, dengerin aku. Dimanapun aku berada, kapanpun itu. Ngga akan ngerubah sedikitpun rasa sayang aku ke kamu, karena detak jantung sama nafas aku akan selalu rindu kamu,"

Rio menatap Alarik. Seolah tahu Rio sedang meminta izin, Alarik mengangguk, meski tidak tahu Rio ingin melakukan apa.

Rio mendekatkan bibirnya ke kening Ara, ciumnya kama sahabat kecilnya ini. Mata bulan sabit yang akan ia rindukan, gigi ginsul yang akan ia rindu, binar mata, tingkah menggemaskan. Ciri ciri khas Ara yang tidak akan ia dapat di orang lain.

"I miss you, my beloved girl," bisik Rio, nyaris tidak terdengar.

Rio memeluk Ara singkat, kemudian mendekat ke Alarik. "Gua titip Ara. Sedikit aja lu nyakitin dia, ngga segan segan gua balik dari Aussie buat ngambil dia," kata Rio.

"Pasti. Pengang janji gua," ujar Alarik.

"Biasa ae lu, ngga usah tegang amat kayak gitu. Saingan lu udah ngga ada kok," kekeh Rio menepuk pundak Alarik.

Rio menunduk sekilas meminta izin kepada orang orang disana, diikuti Mark juga melakukan hal yang sama.

"Bar. Gua pergi dulu, Thank's buat kesempatan yang lu kasih ke gua. Selamanya best friend bro," kata Mark mengajak Bara melakukan tos.

"Sure, lu tetep sahabat gua Mark," Bara melakukan tos kepada sahabatnya.

Setelah Mark dan Rio berpamitan, mereka keluar dari mansion Daddy Ara, didepan sudah ada mobil menunggu mereka.

Little Sister  [U P D A T E   U L A N G]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang