29. 🍁Tentang Dewi Yang Sebenarnya

48K 3.9K 106
                                    


Happy Reading💖


Setelah membaca surat dari Dewi Max langsung bangkit dari duduknya dan mengajak Ara agar cepat cepat keluar dari gedung Fredric Crop Company. Membayangkan satu gedung yang sama dengan Dewi saja sudah membuat Max merinding dan bergidik ngeri.

Max melangkahkan kakinya terburu buru, Ara sampai berkali kali menegur Max karena ia tidak bisa mengimbangi langkah abangnya itu.

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit Max tidak henti henti mengingatkan Ara agar lain kali tidak meminta bantuan kepada Dewi untuk mengantarnya ke ruangan Max.

Ara yang bingung hanya mengangguk patuh saja, dipikirannya hanya akan bertemu Rio dan bercerita tentang hari harinya yang menyenangkan, itu saja.

"Janji ya dek jangan diulangin lagi," sudah berkali kali Max meminta Ara untuk berjanji.

"Ia abang adek janji, " jawab Ara yang sudah mulai jengah dengan abangnya ini.

"Jangan ingkar ya," kata Max.

"Ihhh.., Iya! Iya Abang iya, kenapa sih, kan Mbak Dewi engga pernah gigit abang kan? Takut banget sama Mbak Dewi," kesal Ara sekaligus bingung, kan Dewi cuma karyawan biasa? Begitulah pikir Ara.

"Hmm..," gumam Max tidak mungkin memberitahu tingkah konyol Dewi selama ini.

Dua minggu yang lalu Dewi datang ke ruangan Max tanpa takut takut, padahal bukan sembarangan orang yang dapat masuk ke ruangan privat tersebut, tanpa ketuk pintu dan mengucap salam Dewi masuk dan langsung merengek kepada Max. Seperti seorang perempuan yang merengek kepada pacarnya begitulah.

Max tidak dapat menutupi keterkejutannya terhadap manusia pluto yang baru saja masuk ke ruangnya itu, Max masih diam membeku, memang jika sudah bersama Dewi kejeniusan diatas rata rata milik Max hilang seketika. Bukan karena rasa cinta pastinya.

Setelah sadar dari keterkejutannya Max langsung menatap tajam Dewi, bukannya takut Dewi malah membalas tatapan Max bahkan lebih tajam, soalah olah ada laser di tatapan mereka berdua.

Max dibuat binggung dengan karyawannya yang satu ini, kenapa seolah olah jadi Dewi yang marah? Padahal Dewi lah yang sangat lancang disini.

"Berhenti menatap saya, kamu tidak pantas!" perintah Max angkuh.

"Bapak harus tanggung jawab!!" kata Dewi nyolot, tanganya berkacak pinggang sorot matanya tajam.

Max menaikkan sebelah alisnya, hanya untuk bertanya saja rasanya tidak punya energi.

"Kenapa Bapak tidak memberi tahu kalau parfum bapak itu mahal, mana sedikit lagi, gaji saya dua bulan tidak cukup beli parfum seperti Bapak," marah Dewi dengan nafas memburu.

Max mengusap wajahnya kasar, tidak mengerti dengan wanita supranatural dihadapannya ini, bukan yang pertama hal seperti ini terjadi. Apalagi kali ini, pikiran Max bersuara.

"Terus saya harus apa, hah?! Siapa yang suruh kamu beli parfum seperti saya, sinting!" kesal, itulah yang dirasakan Max.

"Dengerin saya ya Pak, saya itu fans berat Bapak, jadi apa yang Bapak pakai saya juga mau ngikutin, tapi kenapa harganya mahal semua. Saya kan tidak punya uang sebanyak itu," jelas Dewi dengan wajah memelasnya. Akting, ada maksud terselubung di balik itu semua.

"Makanya jangan ikuti gaya orang lain, sadar sendiri kamu itu siapa," Max tersenyum meremehkan, kali ini ia menang beradu mulut dengan Dewi, gumamnya dalam hati.

Bukan! Bukan ini maksud Dewi. Aishh ia harus cepat memutar otak sebelum ia kalah telak.

"Saya tidak mau tau ya Pak, pokoknya Bapak harus bayar uang parfum yang saya beli kemarin, kalau tidak saya akan menyebarkan ke semua orang tentang hubungan spesial kita," Dewi menyeringai ekor matanya melirik Max seolah olah menantang.

"HAH!! APA APAAN KAU," bentak Max, ini tidak bisa di biarkan, pikirnya.

Bukan takut dengan Max, nyali Dewi seolah olah bertambah berkali kali lipat.

"Ahayy.., berhasil nih pasti. Ngga sia sia aku beli parfum yang sama kayak pak Max, tapi aku masih sebal dengan harga parfum itu, bagaimana bisa parfum sekecil itu harganya sampai jutaan. Lupakan parfum sialan itu, ayo Dew fokus dengan tujuan mu sekarang, FIGHTING!!" Bahagia Dewi dalam hatinya.

"Semua tergantung Bapak sih," Dewi mengangkat bahunya.

Max mengambil cek dan menulis nominal uang diatas kertas persegi panjang tersebut lalu menyerahkannya kepada Dewi.

"Ini ganti rugi saya, beli parfum dengan merek tidak sama dengan ku" peringat Max.

Apa? Aku yang harus ganti rugi dengan kesalahan yang dia buat, gila! Aku sudah gila. Max tidak habis fikir.

"Aaaa.., Baik sekali Bapak, saya tidak memaksa lho," kata Dewi menerima cek dari Max dengan lapang dada.

"Tidak memaksa kepala mu," gerutu Max dalam hati.

"Keluar!" usir Max.

"Galak sekali makin. Cintahhhh.., ah baiklah baiklah terimakasih mas pacar," Dewi keluar dari ruangan Max ketika Max menatapnya tajam.

"Henyah kau," gumam Max.

Sedikit cerita tentang Max dan Dewi. Dulu bahkan dulu sekali, sewaktu Max dan Dewi masih duduk dibangku VII SMP, Max pernah menjadikan Dewi sebagai kekasihnya, hubungan mereka cuma bertahan sampai satu hari, itu semua memang karena Max mendapat tantangan dari sahabatnya, Samuel sialan.

Bahkan Max membayar Dewi agar mau menerimanya sebagai pacar, tentu saja Dewi tidak mau melewatkan kesempatan itu begitu saja.

Karena Dewi berasal dari keluarga tidak mampu, dan bersekolah ditempat yang sama dengan Max hanya mengandalkan beasiswa. Dewi mengambil kesempatan itu sebaik mungkin, kapan lagi menjadi pacar dari anggota keluarga Fredric yang terhormat pikirnya.

Hingga akhirnya Dewi diterima kerja diperusahaan Max, kejadian masa lalu menjadi senjata sakti untuk Dewi menguras kekayaan Max yang tidak ada habis habisnya.

Max bergidik ngeri memikirkan kejadian kejadian yang bermunculan karena ulah Dewi, tidak habis fikir dengan mantan pacarnya itu, tidak tidak!! Dia tidak pernah berpacaran dengan Dewi, semua itu hanya keterpakasaan. Dewi sialan! Ah Samuel kau lebih sialan, tidak tidak kalian berdua memang sialan. Max menggelengkan kepalanya tegas dan kembali fokus menyetir.

Ara sendari binggung melihat abangnya yang satu ini, aneh sekali pikirnya.


Little Sister  [U P D A T E   U L A N G]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang