Kadang kita harus merasakan kepedihan dahulu agar kita dapat menciptakan sebuah kebahagiaan. Cakara Adiwilaga.
P
art 5. Kencan?
"Menyebalkan sangat menyebalkan."
Begitulah cara Rama menirukan gaya bicara seseorang di salah satu aplikasi video itu dengan sangat baik. Rama tidak suka sebenarnya, tapi kalimat itu selalu muncul dalam pikirannya. Yang pada akhirnya dia terus mengulang-ngulang kalimat itu. Bilangnya sih gak suka tapi tetep dilakuin. Biasalah!
saat ini Rama sedang berada di kamar Hana sambil memainkan game di ponselnya. Hana yang meminta di temani.
"Bisa gak sih stop ngomong itu. Bosen dengernya."
Gimana Hana gak bosen, Rama dari awal masuk ke kamar nya sampai sekarang hanya itu kalimat yang ia ucapkan.
" Kagak bisa."
Lihat! bahkan Rama tidak melihat Hana saat berbicara. Rama dengan game nya sudah seperti Romeo dan Juliet, tidak bisa di pisahkan.
Hana mendengus mendengar jawaban Rama. Hana pun lebih memilih meneruskan gambarannya yang belum selesai. Gambar seorang Cakara saat sedang duduk bersender pada bangku taman. Sedikitt informasi, sejak pertemuan tidak sengaja antara Hana dan Cakara di taman, mereka jauh lebih dekat. Bahkan kadang Cakara menjemput Hana untuk berangkat bersama.
Sederhana memang, tapi Hana sangat menyukainya.
Ddrtttt
Ponsel Hana menyala, menampilkan sebuah chat yang memang sudah ia tunggu dari tadi.
Chat
Kak Kara : saya sudah di depan.
Me : iyaa kak tunggu
Hana langsung melihat ke arah cermin memperbaiki penampilannya.
"Ini gue gak malu-maluin kan?"
"Gak malu-maluin gue tetep cakep."
Tanya sendiri jawab sendiri. Padahal tadi Rama mau bilang kalo Hana salah bawa tas, tapi anaknya sudah ngacir duluan ke luar. Lihat saja sebentar lagi pasti dia balik lagi.
"Kak Kara nunggu lama?" Hana gugup tentu saja, bisa dibilang ini kencan pertama mereka.
Cakara sedang memperhatikannya secara intens sambil tersenyum kecil. Sedikit informasi tentang Cakara, dia anak fakultas bahasa Indonesia jadi wajar saja dia berbicara formal. Cakara menggeleng.
"Tidak, saya juga baru sampai. Hana, saya mau bertanya."
"iyaa?"
" Bukankah kita akan pergi ke bioskop bukan ke sekolah?"
" Maksudnya?, ak-"
"YAAMPUN SALAH BAWA TAS." Hana langsung menepuk jidatnya, bisa-bisanya dia salah bawa tas. Padahal dia sudah mempersiapkan semuanya sejak awal.
"maaf kak tadi buru-buru hehehehe."
"Ak-aku ganti tas dulu ya kak, tunggu sebentar aja." Tolong bawa Hana pergi dari sini sekarang juga. Malu bangett!
Hana segera meninggalkan Cakara, menyelamatkan wajahnya yang sudah memerah menahan malu. Cakara sendiri memandang tingkah Hana sambil tersenyum.
"Ngapa Rama gak bilang sih, kan jadi maluu. Awas aja tuh anak."
*****
Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam salah satu mall yang ada di Jakarta Pusat. Sebenarnya mereka akan makan terlebih dahulu baru setelah itu menonton. Namun tadi Hana bilang ia ingin menonton dulu baru setelah itu makan. Yowes manut wae.
Sebenarnya Hana masih terlalu gugup bahkan tangannya sampai berkeringat. Setidaknya jika mereka menonton perhatihan mereka langsung teralihkan oleh film.
" Kamu mau nonton film apa, saya masih kurang tau film kesukaan mu." Cakara bertanya yang otomatis memecah keheningan di antara mereka. Rasanya canggung sekali, seperti Cakara baru pertama kali mengajak orang untuk menonton bersama. Padahal ini bukan pertama kalinya untuk dia.
"Terserah kak Kara saja."
Sepertinya memang kata 'terserah ' sudah seperti kata kebangsaan kaum wanita. Untung Cakara peka.
"Baiklah, kamu tunggu saja disini biar saya saja yang mengantri tiketnya."
Hana tersenyum saat melihat Cakara yang sedang mengantri. Sesekali Cakara akan menengok ke arahnya dan tersenyum dan tentu saja dengan senang hati Hana balas tersenyum. Cakara memperlakukannya dengan baik. Dia tidak pernah menyentuhnya bahkan jika Cakara ingin menggandeng tangannya, dia akan izin terlebih dahulu. Hal-hal kecil yang membuat Hana semakin yakin pada Cakara.
"Apa melamun sekarang menjadi kebiasaan baru untukmu?"
"Hah, eh kok kakak udah disini? bukannya tadi masih ngantri ya."
"Saya sudah ada disini sejak kamu kamu mulai tersenyum sendiri mungkin." Cakara mengedikkan bahu nya tak yakin.
"Kapan aku tersenyum sendiri? ngarang nih, salah liat mungkin."
"Dari tadi tuh aku liatin poster film kok."
Ngeles terus!!
" Iya iya saya percaya." Cakara hanya terkekeh mendengar alasan Hana yang sedikit di paksakan.
"Eumm kak itu film nya sudah mau mulai, ayok masuk."
Hana berjalan mendahului Cakara, kenapa dia selalu melakukan hal yang memalukan jika berada di dekat cakara. Tolong kepada rasa gugup agar mau bekerja sama dengan Hana, setidaknya untuk hari ini saja.
Film horor. Saat film baru saja di putar Hana seolah seperti disiram air dingin yang banyak. Dia masih tidak percaya, kenapa dari sekian banyak film Cakara memilih film ini? Jujur saja Hana takut film horor. Wajah Hana cenderung memucat saat sedang ketakutan.
Sadar akan ketakutan Hana, Cakara pun bertanya apakah mereka harus mengganti film saja. Tapi Hana tidak mau mengganti film. Katanya dia mau menunjukkan pada Cakara bahwa dia pemberani dan tidak takut pada hantu. Pembohong sekali.
Cakara suka film horor tapi tidak dengan Hana,awalnya Cakara kira Hana akan menyukai film horor. Namun sepertinya pilihan dia kali ini salah.
"Jika kamu merasa takut pegang saja tangan saya."
"Saya siap selalu ada untuk kamu Hana."
Hana tidak terlalu memperhatikan ucapan Cakara karena dia sedang takut. Tapi yang jelas, dia langsung memegang tangan Cakara saat tiba-tiba hantu itu muncul. Cakara pun langsung mengelus kepala Hana menenangkan, dia terkekeh kecil saat melihat Hana ketakutan seperti ini. Makin cantik katanya.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka sejak tadi. Bahkan dia memfoto Hana dan Cakara.
"Liat aja Han hidup lo gak bakal tenang." Ucapnya menyeringai.
*****
Akhirnya aku balik lagi.
Maaf ya up nya tengah malem terus.Btw, ada yang masih bangun?
Aku mau minta saran sama kalian. Menurut kalian yang cocok jadi Cakara dan Hana siapa?
Bantu aku milih ya guys.
Selamat membaca semua!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakara
Teen FictionJUDUL SEBELUM NYA : ALZHEIMER "Bukan rasa ini yang menghilang, tetapi atensimu yang perlahan menjauh dari pandangan." Bagaimana bila kita melupakan sesuatu yang sangat tidak ingin kita lupakan? Bagaimana rasanya? Bagaimana rasanya ketika orang terp...