Hari ini jimin akan melakukan wawancara langsung dengan direktur perusahaan di kantor penerbitan buku. Yang tidak lain tidak bukan adalah teman kakaknya jihyun. Mereka sudah lebih pagi tiba di kantor dan sedang ada di ruang tunggu.
"Kak, si direktur ini orangnya kayak gimana?"
Jihyun menatap wajah gugup adiknya "baik kok, orangnya juga seru. Tenang aja"
Meski jawaban kakaknya tidak memberikan pengaruh banyak bagi rasa gugupnya, namun jimin mengangguk pelan tanda mengerti.
"Silahkan masuk, bapak direktur sudah menunggu di dalam" kata seorang perempuan cantik yang sepertinya sekertaris.
"Ah, iya terimakasih. Ayo ji masuk"
Jihyun memasuki ruangan lebih dahulu, sedangkan jimin masih sedikit gugup dan ragu sehingga ia berada di ambang pintu.
"Pagi bapak direktur" sapa jihyun pada teman SMA nya.
"Wah, pagi pagi ada tamu kehormatan. Duduk, ji duduk"
"Thankyou. Jadi gue mau kenalin adek gue yang mau ngelamar kerja disini namanya jimin." Lalu jihyun menoleh ke belakang "sttt, sini"
Jimin yang semula di ambang pintu akhirnya mendekat. Menundukkan kepalanya sopan.
"Ayo, silahkan duduk" kata sang direktur.
"Nah, ini adek gue. Cakep ya kayak kakaknya"
Jimin langsung melotot ke arah kakaknya seolah berkata ish diem, Malu.
"Yaudah karena orangnya udah disini gue langsung cabut ya ke kantor. Gak enak kalo telat lama lama. Gue titip adek gue. Jangan digalakin nanti pas wawancara"
"Lo bawelnya gak berubah ya haha"
"Ihhh bodo. Pokoknya gue titip adek gue. Bye!"
Jihyun melangkah keluar pintu lalu menutupnya. Menyisakan jimin yang sangat gugup di ruangan ini berdua dengan sang direktur.
Matanya menangkap foto besar di belakang sang direktur. Terkesan karena angle fotonya sangat bagus.
"Ehmm. Udah boleh saya mulai?" Sang direktur membuyarkan lamunannya.
"A-ah iya boleh" kata jimin dengan gugup
"Baik. Kalo begitu rasanya kita harus kenalan dulu supaya saya bisa panggil kamu dengan lebih nyaman."
Jimin mengangguk.
"Okay. Siapa nama lengkap kamu?" Tanyanya sambil menatap wajah jimin.
"Nama saya park jimin." Jimin menjawab dengan berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kegugupannya.
"Nama panggilannya jimin?"
"iya, biasa dipanggil jimin"
Kepala sang direktur mengangguk sebentar, lalu melanjutkan "coba perkenalkan diri kamu. Seperti lulusan dari mana dan lainnya"
"Baik. Saya lulusan tahun 2019, S1 jurusan sastra Inggris dari kampus..-"
Sesi tanya jawab terus berlangsung. Hingga akhirnya,
"Okay jimin. Terimakasih karena sudah datang untuk di wawancara dengan saya. Semoga kamu bisa bekerjasama dengan baik di perusahaan kami jika lolos"
"Iya, baik. terimakasih banyak juga pak---?" Jimin bingung memanggilnya karena bahkan ia lupa bertanya nama direktur ini siapa pada kakaknya.
"Ah iya kamu belum tau nama saya ya? Perkenalkan, nama saya namjoon. Kim namjoon." Senyum itu ia tampilkan untuk calon pegawainya yang manis ini.
*
Dua bulan sudah Taehyung kembali ke kampus dan berusaha mati-matian untuk lulus. Mengejar semua ketertinggalannya selama dua semester.
Ia mengambil semester antara sekaligus skripsi secara bersamaan di semester 7-nya. Yang artinya ia bisa lulus lebih cepat.
Semester antara diambil saat semester kuliah biasa libur, dan biasanya diambil untuk mereka yg ketinggalan mata kuliah atau ingin mengulangnya.
Begitu ia sampai bandung, setiap hari ia memikirkan jimin. Memikirkan yoongi. Memikirkan persahabatan mereka. Juga memikirkan perasaan jungkook.
Semuanya terasa begitu rumit. Taehyung berpikir ia akan membenahi semua itu satu persatu. Yang terpenting sekarang ia harus lulus.
Ia sudah menemukan kos-kosan yang nyaman untuk ditinggali. Setidaknya beberapa bulan kedepan hingga lulus, ia akan berdiam disini tanpa memberitahu siapapun.
Taehyung berniat untuk mencaritahu hal tentang jimin. Tentang kabarnya sekarang, tentang keberadaannya.
Ponselnya berdering, ada telepon masuk. Dari jungkook. Si anak ibu kontrakan yang lucu.
J: "Hallo kak"
T: "Hai jungkook. Ada apa?"
J: "Gak ada apa-apa. Cuma pengen telepon aja emang gak boleh?"
T:"Haha, ya boleh. Kangen ya?"
J: "Pede banget sih?!"
T: "Aduh biasa aja dong nadanya"
J: "Lagian kak tae tuh kebiasaan. Nyebelin"
T: "Tapi buktinya kamu kangen"
J: "Nyesel aku nelepon kakak!"
T: "Loh? Iya iya yaudah. Terus mau ngomong apa?"
J: "Kan tadi aku bilang gak ada apa-apa. Aku cuma pengen telepon ish!"
T: "Yaudah aku aja yang nanya kalo kamu gamau"
J: "Hmm"
T: "Kamu jadi kerja di galeri foto itu?"
J: "Jadi. Aku baru masuk satu minggu, agak jauh sih but still oke"
T: "Bagus deh kalo gitu"
J: "Hmm.. kak tae?"
T: "Ya? Kenapa?"
J: "Cepet lulus dan balik ke sini ya"
T: "Doain yaa. Semoga aku bisa samperin kamu ke jogja lagi secepatnya, biar bisa jawab pertanyaan kamu"
Ada hening yang tak sebentar setelah taehyung mengatakan itu. Tetapi kemudian ia menyadari ada isakan kecil disana sebelum akhirnya jungkook menjawab
J: "Aku sayang kakak. Aku matiin teleponnya ya. Bye kak"
T: "Bye kook, sehat sehat ya sama ibu"
Jungkook mengangguk di ujung telepon sana. Yang tentu saja tidak bisa taehyung lihat. Lalu telepon itu berakhir.
Sesuka itu ya dia sama gue? Gue harus gimana ya sama semua ini. Gue bahkan bingung sama perasaan gue sendiri.
Batin taehyung berbicara.Sekarang taehyung harus memikirkan perasaannya pada jimin dan jungkook. Apakah ia akan terus maju untuk jimin ataukah menerima jungkook yang sudah jelas menyukainya.
Taehyung bingung. Ia sudah tidak bertemu jimin selama hampir satu tahun lebih. Rasanya sangat aneh jika tiba-tiba ia menyatakan cinta.
Tapi ia begitu tersiksa sekarang dengan perasaannya. Rindu. Taehyung sangat rindu dengan jimin. Dengan mata setengah bulan sabitnya. Senyumnya yang menenangkan. Tertawanya, dan tentu sikap lembutnya.
Tapi taehyung gak bisa berbuat apa-apa selain melakukan targetnya untuk cepat lulus kuliah. Dan ia akan mencari jimin-nya.
Atau mungkin terbang ke Jogjakarta untuk menerima jungkook sebagai kekasihnya.
Entahlah. Semua ada di tangan taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shtëpia [VMIN] End✔️
Teen FictionMereka tidak sadar perasaan itu telah tumbuh sejak awal. merasa denial terhadap perasaan masing-masing. terhalang cinta yang lain, hingga akhirnya menyerah. masih dapatkah cinta mereka terselamatkan dan bersatu seperti yang seharusnya? . . . . P.s T...