Sudah hampir setengah tahun lebih namjoon mendekati jimin. Responnya selalu baik. Mereka sudah sering pergi makan bersama dan bahkan kadang namjoon main kerumahnya.
Meski jimin masih terlihat belum terlalu membuka hatinya, namjoon terus berusaha.
"Hai ji, semangat ngantor hari ini" kata namjoon begitu mereka bertemu di dekat pintu masuk kantor.
"Semangat juga kak joonie" jimin tersenyum cerah.
Namjoon tidak dapat membendung perasaannya saat melihat senyum jimin yang membuat mata kecilnya menghilang.
Namjoon ingin jimin benar benar membuka hati untuknya. Jimin sudah sangat baik menerima semua ajakannya. Tapi entah kenapa namjoon merasa jimin belum membuka hatinya 100%.
Ia bahkan sampai bertanya berkali kali pada kakak jimin, jihyun. Untuk memastikan apakah jimin benar sedang jomblo, atau adakah orang lain yang mendekatinya.
Jawaban kakak jimin selalu sama. Tidak ada. Karena mau dijawab apalagi? Jimin juga setiap ditanya kakaknya selalu jawab tidak ada.
Dan memang yang terlihat mendekatinya hanyalah namjoon untuk saat ini.
Malam itu, setelah makan malam yang entah ke berapa untuk namjoon dan jimin. Mereka memilih untuk pergi ke taman yang asri di dekat danau. Banyak juga pengunjung yang sekedar nongkrong atau jajan. Bahkan ada yang membawa anak mereka.
Namjoon mengajak jimin duduk ke tempat yang tidak terlalu ramai. Suasana damai begitu terasa, karena kursi kayu itu berada persis tidak jauh dari danau. Tidak lupa membeli sekoteng untuk menemani mereka.
"Kamu suka nggak kesini? Atau mau pindah cari tempat yang lain?" Tanya namjoon.
Jimin hanya menggeleng "disini nyaman kok, terang juga lampunya. Danaunya juga bagus karena banyak lampu"
"Maaf ya, harusnya tadi kita dari restoran ke mall aja"
Jimin menatap laki laki di depannya. "Aku suka kok disini kak, di mall gitu gitu aja. Mending disini sambil makan sekoteng jahe"
Namjoon hanya bisa menampilkan senyum tulusnya. Jimin memang idaman baginya. Tidak diragukan lagi.
"Kita ke jogja yuk, nanti malem malem kita kulineran terus kita pergi ke tempat yang lebih asri" matanya menatap jimin.
Jimin tertawa pelan sebelum melempar pandangannya ke arah danau sambil menjawab "Kakak nih. Ngajakin ke Jogja kaya mau ke alfamart aja. Enteng banget"
"Haha, ya nggak usah dibuat ribet dong" namjoon tertawa.
Jimin menunjuk namjoon dan dirinya "Kamu..? aku..? Kita.. Hmm i don't think so"
"Karena aku temen kakak kamu. Atau karena aku atasan kamu?" Senyum itu tidak luntur dari wajah namjoon.
"What? Apaansih... Kok jadi serius ngebahas jogja."
"Loh? Aku gak ngebahas jogjanya... Aku ngomongin kita."
Jimin langsung menoleh ke arah namjoon. Lalu ia langsung menyadari ternyata laki laki di hadapannya ini serius.
"Mmmm. Oke. Gini. Kamu tuh namjoon. Bos aku. Yang setiap gathering diomongin orang, ditaksir cewek dan cowok satu kantor, ... gimana bisa?"
"Kamu peduliin omongan orang? Yang aku tau, jimin sih nggak kaya gitu." Katanya telak.
"Ya.. aku cuma ngebayangin aja apa yg bakal mereka omongin dan pikirin ke kita nantinya. Lebih tepatnya omongan buat aku"
Namjoon menatap jimin dalam. Dengan perasaan lembut dan tulusnya "Aku tau resikonya, etikanya kalo aku pacaran sama kamu. Terus aku harus gimana dong? Hati aku udah jatuh di kamu."
Jimin meleleh. Iya, namjoon benar benar gentle. Setelah hampir setengah tahun lebih ia berusaha untuk tetap menjadi sahabat baik dan mengatur perasaannya pada bos-nya ini. Ia akhirnya jatuh juga.
Meski tentu saja hati kecilnya masih menyimpan nama taehyung. Tapi ia yakin, mungkin bersama namjoon adalah pilihan terbaik.
"Aku serius kak..." Jimin mencoba meyakini sekali lagi.
"Loh aku mana ada bercanda sama perasaan ji. I love you. Dari pertama kali liat kamu."
Jimin lagi lagi terkena mental dengan omongan namjoon.
Hening. Hanya ada angin malam yang menemani mereka. Namjoon tidak mau memaksa jimin untuk menjawab atas perasaannya. Jadi dia hanya menunggu apapun yang akan keluar dari mulut jimin."Aku- aku rasa aku juga punya rasa yang sama" katanya pelan. Tapi tetap terdengar oleh namjoon.
Wajah laki-laki itu langsung menatap jimin seolah tidak percaya. Wajah jimin yang bersemu membuat jantungnya jadi mencelos ke perut.
"Jadi..... Kamu mau jadi pacar aku?"
Jimin tersenyum. Lalu mengangguk sebagai jawbaannya.
"Ini gak bercanda kan??" Jimin kembali mengangguk.
"Yes yes yesss!!!" namjoon berdiri dari duduknya. Berteriak ke arah danau. Sambil tangannya mengepal khas orang yang mengatakan yes.
"Eh kak, jangan gitu diliatin orang. Malu ih" jimin tertawa, tapi juga senang.
Namjoon sebenarnya sosok sempurna. Meski jarak umur mereka hanya beda satu tahun. Tapi sifatnya yang Tegas, gentle, perhatian, baik hati, dan berkharisma. Semuanya ada di laki laki itu. Dan yang terpenting adalah rasa nyaman yang selalu namjoon berikan untuknya.
Maka malam itu, pukul setengah delapan malam di kursi kayu panjang yang berhadapan, di dinginnya angin malam yang berhembus dan ditemani sekoteng jahe.
Jimin resmi jadi milik namjoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shtëpia [VMIN] End✔️
Novela JuvenilMereka tidak sadar perasaan itu telah tumbuh sejak awal. merasa denial terhadap perasaan masing-masing. terhalang cinta yang lain, hingga akhirnya menyerah. masih dapatkah cinta mereka terselamatkan dan bersatu seperti yang seharusnya? . . . . P.s T...