20

836 96 2
                                    

tw// chapter ini mengandung unsur suicide attempt. diharapkan selalu bijak dalam membaca.
.
.
.

Sudah berbulan-bulan Juyeon tidak mendengar kabar dari seorang Hyunjae, entah kemana orang itu pergi setelah mendengar kabar bahwa Sihyeon sedang mengandung anaknya. Ia menghubunginya berkali-kali pun rasanya rugi, tak satupun balasan pesan atau panggilan yang Juyeon terima sampai akhirnya ia di-block oleh Hyunjae. Semua sosial media dan juga nomornya tidak bisa diakses sama sekali.

Sebentar lagi pernikahan Juyeon dengan Sihyeon akan diselenggarakan. Kedua pihak keluarga sudah menyiapkan segala tetek-bengek yang diperlukan pada saat pernikahan. Bagaimana dengan persiapan pernikahan Juyeon dengan Hyunjae kemarin? Semuanya langsung ia batalkan kala Hyunjae tak mau dibujuk untuk berbaikan. Dan Juyeon masih belum sempat mencari bukti dan membela dirinya bahwa bukan dialah yang menghamili Sihyeon. Juyeon masih perlu banyak waktu dan bantuan sebelum pernikahan ini terjadi. Masa bodo ia sudah mengalami kerugian banyak, yang terpenting tujuan hidupnya segera tercapai yakni mencari Hyunjae dan menjemputnya kembali ke dalam hidupnya.

Juyeon selama ini hanya mengikuti skenario yang diberikan oleh keluarganya. Bersikap manis kepada seluruh anggota keluarga Sihyeon seakan-akan dia mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, mereka salah besar. Jauh di dalam lubuk hatinya, Juyeon masih mengidamkan seorang Hyunjae. Untuk apa bertanggung jawab jika ini bukan kesalahan yang ia lakukan? Malah Juyeon rasanya ingin membongkar semua aib yang dilakukan Sihyeon, namun ia tak memiliki bukti yang cukup.

Angin berhembus dingin. Menemani gemerlap sunyi malam ini. Bintang-bintang bersembunyi dibalik awan, seperti tak ada satupun yang mampu menembus gulita hari ini. Sama seperti hati Juyeon yang semakin suram melebihi gelapnya malam. Hari demi hari ia lewati dengan segala kebohongan dan juga harapan lain yang selalu ia genggam. Hanya satu, Hyunjaenya kembali lagi.

Juyeon sudah sangat merindukan sentuhan yang biasa diberikan, senyumnya, suaranya, aroma tubuhnya, setiap canda dan tawa yang mereka lewati bersama, hingga hembusan nafasnya. Semua itu masih membekas di otak dan hati seorang Lee Juyeon. Pelupuk matanya berembun. Tak sadar bulir bening berhasil lolos dari posisinya. Mewakili perasaannya yang terbalut rasa rindu, emosinya meluap. Hampir setiap hari ia memikirkan Hyunjae sampai hampir gila. Ia tau ini semua salahnya, tidak seharusnya ia bertemu dengan Hyunjae saat itu. Seharusnya ia mencoba untuk mencintai Sihyeon dengan tulus. Hidupnya tak akan pernah serumit ini.

Tapi untuk apa memaksa jika hati ini sudah menolak? Sesuatu yang dipaksakan pasti berakibat buruk bukan? Hanya akan ada rasa sakit yang semakin lama semakin dalam, menciptakan luka yang entah kapan akan sembuh dengan sendirinya perkara kecewa.

Andai saja waktu dapat diputar kembali. Juyeon ingin memperbaiki semuanya. Ia akan berkata jujur pada kedua orang tuanya bahwa ia tak pernah menaruh ketertarikan pada perempuan manapun. Dirinya tahu bahwa ia berbeda dari laki-laki lain. Seharusnya Juyeon melakukan ini sejak awal, maka hidupnya mungkin sudah bahagia sekarang bersama Hyunjae sebagai belahan jiwanya.

Semakin mencoba menerima kenyataan, rasa sesak itu kian mendominasi dadanya. Hingga rasanya tak mampu untuk bernafas atau ia mati saja? Bahkan harapannya agar Hyunjae kembali hilang sudah dan tak peduli dengan pernikahannya dengan Sihyeon. Lagi, Juyeon ada di posisi ini. Rapuh dan remuk, seluruh tubuhnya seakan patah.

Bagaimana kabarnya? Apakah ia merindukannya atau justru sudah menemukan pengganti yang baik darinya? Beribu pertanyaan terlontar dibenak Juyeon yang tak bisa dijawab oleh siapapun, bahkan takdir pun memilih untuk bungkam. Hidupnya seperti tak ada harapan, kecuali hanya satu yaitu membahagiakan keluarganya. Namun ia sadar bahwa ia selama ini sangat egois, egois tidak memikirkan dirinya sendiri. Egois hanya mementingkan kebahagiaan orang lain bukan kebahagiaannya. Apakah ia harus bangkit dari keterpurukan kemudian mengatakan semua kebohongan ini? Pikiran Juyeon hingga saat ini masih belum jernih, hatinya masih berselimut kekecewaan yang cukup tebal membuatnya selalu sesak tiap menjalani hidup penuh kebohongan yang mengurungi.

Love Lied [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang