25

785 79 17
                                    

Kenangan itu kembali datang, menyapa memori otak yang terdapat di dalam kepalanya. Seakan-akan seperti makhluk gaib yang kian menghantui.

Sejujurnya, dua tahun ke belakang kenangan ini sangat jarang datang lagi. Tapi saat setelah tahu bahwa Hyunjae ada disini, ia selalu memikirkan kenangan itu. Memberikan akses untuk menyapa kembali otaknya. Sehingga secercah harapan tergantung lagi pada tiang doa. Digantung setinggi-tingginya. Agar Juyeon selalu berjuang untuk meraih dan mewujudkan harapan itu.

Juyeon menyusuri jalanan kota Los Angeles yang tak sepadat hari-hari kemarin. Menikmati indahnya pemandangan kota, kilauan lampu pencakar langit dan gedung-gedung tinggi menghiasi malam kota Los Angeles. Salah satu tempat impian seorang Hyunjae. Pilihannya selalu tepat. Seleranya sangat serasi untuknya. Tak heran, seorang Lee Juyeon sangat sulit untuk melepaskan pria bermarga Lee itu.

Andai saat ini hubungannya dengan Hyunjae masih berjalan, dan impian Hyunjae bisa ia wujudkan bersama. Di kota ini, sebagai saksi bisu selanjutnya hubungan mereka berdua. Melanjutkan hidup mereka sebagai pasangan yang abadi.

Semua itu kacau, akibat ulahnya yang tak terus terang saja menolak pernikahan palsu itu. Seketika wajah cerah itu meredup saat kembali membuka lembar lama. Ia menundukkan kepalanya, menghembuskan nafas kasar. "Andai saja waktu dapat di putar."

Namun, waktu bukanlah sebuah benda nyata yang dapat diubah posisinya. Waktu adalah waktu. Tak bisa diubah seberapapun kau ingin mengubahnya. Waktu terus berjalan maju, tak ada yang bisa menghentikan langkahnya untuk bergerak mundur. Tapi, jika dikemudian hari ada teknologi yang dapat memutarkan waktu, Juyeon benar-benar ingin menggunakannya demi bisa memperbaiki masa lalunya.

Dengan kedua kaki yang tertapak di atas tanah Los Angeles ini dengan berjuta harapan yang masih menggantung dan perasaan yang hampir sama dengan dua tahun ke belakang. Lee Juyeon sangat sulit untuk berdamai dengan perasaannya. Hampir disetiap celah kehidupannya ia kaitkan dengan keberadaan seorang Hyunjae.

Berjalan sendirian di kota sebesar ini dengan gemerlapnya malam dihiasi ribuan bintang di langit, desir angin yang begitu lembut menyisir surai coklat gelapnya. 'Tak begitu buruk' pikirnya. Setidaknya ia bisa membenahi diri, mengobati luka dan juga mengistirahatkan hati dari segala perasaan yang telah ia rasakan. Hebatnya, Juyeon masih bisa bertahan.

Ponselnya tiba-tiba berdering, didapatnya seorang Eric yang menghubunginya.

"Hyung, kau dimana?" Sapa orang itu diseberang sana saat Juyeon mengangkat panggilannya.

"Aku di pinggir kota"

"Sedang apa kau?"

"Hanya mencari udara segar, kenapa?" Tanya Juyeon langsung pada intinya.

"Ibuku baru saja mengunjungiku ke apartemen, ayo pulang! Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu!" Ternyata Eric menghubunginya untuk menyuruhnya pulang karena Ibunya datang ke apartemen Eric. Ibunya memang sangat perhatian. Bahkan pada Juyeon sekalipun, beliau sangat perhatian padanya layaknya anak kandung.

"Baiklah, aku akan segera datang." Juyeon menutup panggilan itu.

Juyeon menghentikan langkahnya begitu ujung sepatunya menyentuh pinggiran trotar untuk menyebrangi jalan. Tak terasa Juyeon sudah berjalan sejauh ini menyusuri kota Los Angeles sendirian. Ia berharap tidak tersesat lagi kali ini.

Pandangannya ia tujukan pada lampu lalu lintas untuk pejalan kaki yang masih menyala merah, menunggu berubah menjadi hijau. Pohon-pohon palem menjulang tinggi menghiasi pinggiran jalan besar ini. Walaupun sudah malam, pemandangan ini tetap dibuat takjub oleh indra penglihatan Juyeon. Dengan dihiasi lampu-lampu lain yang menerangi jalanan ini.

Love Lied [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang