15

1.4K 160 24
                                    

Hyunjae cukup penat jika tinggal di apartemennya terus menerus dengan suasana hati dan pikiran yang kacau. Sambil mencari udara segar untuk menjernihkan pikirannya, ia melangkahkan kakinya menuju rumah Eric.

Angin malam yang berdesir dingin menusuk kulitnya yang terbalut sweater tebal menemani setiap langkah Hyunjae. Walaupun dirinya menggunakan pakaian yang cukup tebal, hawa dingin malam ini begitu mencengkram. Dengan langkahnya yang cukup pelan, namun pandangannya ke sembarang arah. Tatapannya kosong. Pikirannya melayang kesana kemari, dan tak sesekali kenangan itu terbesit di dalam memori otaknya. Dengan cepat ia menepisnya, dan melanjutkan perjalanan menuju rumah Eric.

Saat berdiri di depan gerbang, ia memencet tombol yang ada di sebelahnya dan otomatis gerbang itu terbuka saat Eric dapat melihat wajah Hyunjae melalui monitor itu. Sebelumnya, Hyunjae sudah menghubungi Eric untuk berkunjung ke rumahnya dengan alasan bosan dan butuh teman untuk berbicara. Tak banyak tanya, Eric mengiyakan permintaan Hyungnya itu.

Hyunjae menghempaskan bokongnya pada sofa besar itu. Bersandar pada punggung sofa, memejamkan kedua matanya, dan menghela nafasnya begitu saja.

"Apa yang terjadi padamu, Hyung? Kau terlihat pucat" ucap Eric yang baru saja kembali dari dapur sambil membawa sebotol soju dan dua gelas kecil.

Eric membuka tutup botol soju dan menuangkannya ke dalam gelas. "Minum dulu, Hyung" tawar Eric sambil menyerahkan gelas yang sudah terisi penuh.

Hyunjae menegakkan badannya lalu meraih gelas itu, "Makasih"

Mereka berdua bersulang sebelum akhirnya meneguk habis minuman itu.

"Apa yang terjadi padamu, Hyung? Ini pertama kalinya kau datang"

Hyunjae menarik nafas sekejap lalu menghembuskannya dengan kasar. "Aku rasa aku akan menghentikan semuanya" ucap Hyunjae langsung pada intinya.

"Maksudmu? Kau dan Juyeon?"

Hyunjae mengangguk. "Apapun dan bagaimanapun akan tetap ku lakukan. Karena aku sadar, aku bukan miliknya" ucap Hyunjae yang kembali menuangkan soju ke dalam gelasnya.

"Apa kau yakin?"

Hyunjae meneguk minumannya, lalu terdiam sejenak untuk berpikir. Awalnya ia mengangguk, lalu dua detik berikutnya ia menggeleng cepat.

Eric menaikkan sebelah alisnya. Tak mengerti dengan respon Hyunjae yang terbilang goyah.

"Aku masih menyayangi Juyeon, sangat menyayanginya. Dan juga aku sudah jatuh cinta terlalu dalam, dia yang membuatku seperti ini.

"Setelah banyak hal yang kita lalui bersama, selama dua tahun. Aku tahu, Juyeon sudah memiliki kekasih. Tapi aku saat itu tidak peduli, asalkan aku masih bisa bersamanya. Aku begitu nyaman saat bersamanya dikala itu.

"Saat dia bertunangan, aku pun masih sama dengan ketidakpedulianku. Tapi saat setelah ia mengatakan bahwa ia akan menikah, aku begitu cemburu. Aku merasa iri karena aku tidak akan memiliki Juyeon seutuhnya.

"Aku sudah mempertimbangkan ini berkali-kali, tapi Juyeon? Dia tetap membujukku untuk selalu berada disampingnya. Dia selalu berkata masih ada banyak waktu sebelum ia menikah dengan Sihyeon, jadi masih banyak kesempatan juga untuk menghabiskan waktu bersama.

"Tapi saat ini, kurang dari dua bulan mereka akan segera menikah, Eric. Dan aku tidak bisa tinggal diam." Saat ini Eric bisa merasa bagaimana hancurnya hati Hyunjae saat ini, bisa dilihat dari pancaran matanya, air matanya menggenang disana yang sebentar lagi akan meluncur bebas ke pipi.

"Apa yang akan kau lakukan, Hyung?" tanya Eric dengan lembut setelah mendengar semua kalimat yang terdengar sangat pahit keluar dari mulut Hyunjae.

Hyunjae terdiam, mengusap matanya kasar agar tidak menangis di depan Eric. Itu memalukan.

"Mungkin aku akan memberi tahu semuanya pada Sihyeon"

Eric terkejut, bukan. Bukan hanya terkejut. Tapi sangat terkejut bahkan tidak bisa ia bayangkan jika Hyunjae mengatakan semua tentang hubungan gelapnya pada Sihyeon.

"Hyung, apa kau tidak memikirkan resikonya terlebih dahulu?"

Hyunjae menggeleng "Aku terus berpikir sampai aku merasa takut jika ini semua terlambat.

"Lagi pula ini semua salah kami. Kami sama-sama bodoh. Yang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain yang bahkan akan merasakan sakit lebih dari pada aku atau Juyeon rasakan.

"Aku begitu kasihan dengan Sihyeon yang pasti mengharapkan banyak dengan pernikahan ini."

Eric menepuk bahu Hyunjae pelan, menenangkannya. "Hyung, kau butuh waktu untuk memikirkan semua rencanamu." Ucapnya begitu lembut dan pelan.

"Kau harus berpikir lagi, jika kau memberi tahu ini langsung pada Sihyeon, apakah kau akan tega melihat bagaimana reaksinya saat kau mengatakan semuanya? Bukankah itu jahat?

"Satu hal lagi, kau harus siap menanggung resikonya saat Sihyeon sudah mengetahui apa yang terjadi.

"Harusnya kau yang mengakhiri hubunganmu dengan Juyeon. Semuanya akan berakhir dengan damai walau dirimu yang terluka. Tapi setidaknya, kau tidak akan menyakiti Sihyeon, Hyung."

Satu bulir bening berhasil menetes dari kelopak mata Hyunjae. Ia menangis saat mendengar nasehat dari yang termuda. Eric benar, resikonya begitu besar jika ia memberitahu tentang semua hubungan gelapnya pada Sihyeon.

Ia harus memutuskan hubungannya dengan Juyeon dan membiarkannya berbahagia dengan calon istrinya.

Hyunjae sebenarnya tidak rela. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Jujur, ia ingin terus bersama Juyeon, bahkan jika bisa selamanya sampai mati. Tapi Juyeon berhak bahagia bersama orang yang pantas disisinya.

Pandangan Hyunjae sedikit buram, menyusuri trotoar yang ia tapaki saat ini. Berjalan sendirian ditemani lampu jalanan yang remang. Malam semakin larut, langkahnya tak begitu beraturan. Kepalanya cukup pening saat setelah menghabiskan beberapa botol soju di rumah Eric. Entahlah, Hyunjae tak ingat sudah seberapa banyak ia minum. Bahkan Eric mengijinkannya untuk minum sebanyak yang ia mau.

Walaupun sedikit pusing, Hyunjae masih bisa memperhatikan langkahnya agar tidak salah langkah. Yang ia harapkan hanya satu, cepat sampai pada apartemennya. Jarak yang ia tempuh cukup jauh, menurutnya ini adalah hal gila yang pernah ia lakukan saat mabuk, mengukur jalan dengan sepasang kakinya berpuluh-puluh kilometer. Benar-benar gila. Setidaknya, dengan ini Hyunjae dapat melupakan sejenak tentang bagaimana rapuh dan sakit hatinya hari ini.

Namun, tetap saja. Rasa sakit itu tak kunjung hilang. Selalu datang tanpa ada yang mengundang bak jelangkung.

Bolehkah untuk satu hari ini saja, ia ingin sendirian. Ia tak ingin menatap tatapan teduh yang menenangkan hati. Tak ingin mendengar suara yang menjadi candu indra pendengarannya. Dan tak ingin jantungnya kembali bekerja sepersekian detik lebih cepat dari biasanya. Darahnya mengalir begitu deras. Seketika pening yang ia rasakan mengurang.

Orang itu, duduk berselonjor dan pintu apartemennya dijadikan sandaran. Tatapannya melemah, wajahnya tak berseri seperti yang ia lihat biasanya. Kantung matanya begitu jelas terlihat walau penglihatannya tak begitu baik.

Menyadari pergerakan seseorang, orang itu menengadah dan tatapannya tepat pada dua manik mata Hyunjae.

"Hyung..." Ucapnya lemas. Ia hendak bangkit dari posisinya, namun pandangannya sedikit kabur dan membuatnya terhuyung jatuh. Kepalanya begitu pusing.

Hyunjae yang sedari tadi hanya berdiri tak sanggup menatapnya. Hatinya begitu iba, ingin sekali memeluknya. Namun, ia ingat bahwa tekadnya sudah bulat.

"Hyung....."

"Aku merindukanmu"

Tepat di detik ini juga, air mata Hyunjae lolos dari posisinya.




Wkwk akhirnya aku up lagi padahal janjinya setelah UAS :v Soalnya udah gemes bgt pengen up chapter ini gatau kenapa hehehehe ^_^

Janji deh abis ini aku mau belajar persiapan besok UAS, gak bakal keluyuran lagi buka wattpad apalagi nulis chapter biar konsen hehe

Buat kalian yang udah setia nungguin book ini makasih banyak! Gak nyangka bakal sebanyak ini yang baca dan udah nembus 8rb viewers 😭😭😭

Love Lied [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang