Happy Reading 💕
—————————20. PERPISAHAN
“Apa hal yang paling menyakitkan? Perpisahan.”
Pagi hari setelah kemarin Alena pulang dari perkemahannya. Dia hanya membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan selimut yang sudah menutupi seluruh badannya. Sudah seperti ulat yang berguling-guling di atas daun. Hari kemarin sangat melelahkan. Alena rasa lebih baik jika dia tidak mengikuti acara itu. Tidak akan serumit dan sesakit ini.
Alarm berbunyi entah sudah keberapa kali. Matahari sudah memancarkan sinarnya. Dan hari ini adalah waktunya Alena untuk berangkat ke tempat belajarnya disana. Namun ya begitu adanya, dia asik dengan pagi harinya yang belum melakukan apa-apa.
“ALENA?! SEKOLAHHH!!!”
Bahkan, teriakan Bu Gabriel saja dia tidak hiraukan. Alena hanya mengeluarkan kepalanya dari gulungan selimut karena merasa tidak mendapatkan oksigen yang baik. Matanya merah dan kantung mata yang sangat jelas terlihat. Semalaman dirinya tidak bisa tidur dan hanya bisa menangis.
“ALENAAA!!!!” itu teriakkan Bu Gabriel lagi yang sepertinya sudah sangat capek terus memanggil-manggil putrinya yang tidak juga keluar kamar.
Alena membangkitkan tubuhnya lalu duduk di atas kasur. “Iya, Ma! Al keluar,”
“CEPETAN INI UDAH JAM BERAPA?!!” tanya Bu Gabriel lagi.
“Tapi Al, gak mau sekolah,”
*****
Bu Gabriel duduk di atas kasur putri pertamanya. Alena membuka kunci pintu kamarnya setelah Mama nya yang meminta.
“Kenapa? Nanti kamu ketinggalan, loh,” tanya Bu Gabriel. “Terus, itu mata kamu kenapa? Perasaan pas kemarin pulang nggak kayak gitu?” tambahnya sambil melihat mata Alena yang sangat buruk.
Alena menengok ke arah kaca meja riasnya. Benar saja, kenapa matanya sangat terlihat jelek? Ini pasti gara-gara semalam, pikirnya.
“A–anu, Ma. Al,”
Bu Gabriel menatap anaknya datar. Dia masih menunggu ucapan Alena selanjutnya.
“Al, pengen pindah sekolah,”
Bu Gabriel mendekatkan wajahnya tampak serius. “Kenapa? Kok bisa?!” tanyanya nampak sangat terkejut.
Alena menggaruk kepalanya. “Al, udah gak betah aja di sekolah yang sekarang,” jawabnya.
“Kamu bohong, kan? Ibu tahu kamu dari orok, Alena. Apa alasannya kamu pengen pindah sekolah? Yang bener, jangan bohong!” tekan Bu Gabriel dengan tatapan menusuknya.
Alena membulatkan matanya. “Gak ada alasan lain, Ma. Emang itu,”
“Enggak! Jangan bohong!” ujar Bu Gabriel lagi. “Ayo cepat bilang, kenapa?!”
“Kak Aldra,”
*****
Aldra terdiam di kelasnya. Dia tidak tidur tapi melamun. Tidak mendengarkan ucapan guru di depan sana. Dia memikirkan Alena sepanjang hari. Bagaimana dengan gadis itu? Apa dia baik-baik saja? Apa dia sekolah? Dia gak kenapa-napa 'kah? Ah, sial! Aldra menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mengacak rambutnya. Kenapa juga dia harus memikirkan Alena?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDRA
Teen FictionPada akhirnya, Alena benar-benar menepati janjinya untuk pulang dengan keadaan berbeda. Aldra tertawa karena dia tidak sempat mencintai gadis pengganggu itu. Pada akhirnya, seseorang akan selalu merasakan penyesalan hanya dengan kehilangan. Itu yan...