22. ALDRA KANGEN

9 2 0
                                    

22. ALDRA KANGEN

“Wajar bila aku khawatir, karena kamu sudah menjadi candu bagiku.”

Devan. Orang yang katanya sahabat, teman dekat Alena. Katanya, bukan faktanya. Karena faktanya, dia adalah orang yang sedari lama membenci perempuan manis itu. Lebih tepatnya, Devan membenci Alena karena Aldra.

Basecamp anak-anak Joo dan para bawahannya itu tengah ramai. Mereka berkumpul dengan niat memikirkan bagaimana caranya membalas dendam pada Aldra yang telah membuat Joo tidak bangun hingga waktu itu. Ya, entah laki-laki itu bisa kembali atau tidak, dia tengah berada diantara hidup dan mati.

“Emang waktu itu kenapa dia bisa sendirian sih?” tanya Naomi.

Why? Naomi juga tergabung di dalamnya bersama Devan. Tidak ingat siapa yang mengirim pesan pada Devan malam hari lalu Alena yang membukanya? Itu Naomi.

Devan menggeleng. “Gue enggak tahu karena waktu itu gue ada kelas. Lo gak nemenin dia?” tanyanya pada laki-laki gondrong samping Naomi.

Laki-laki itu menggeleng. “Bahkan gue gak tahu Joo masuk rumah sakit. Gue dikabarin lo 'kan waktu itu,” jawabnya.

Devan dan Naomi berdecak sebal. Keadaan hening sebentar. Lalu tiba-tiba Devan mengingat satu hal, pesan dari temannya. Dia tersenyum miring lalu membuka handphone dan mencari pesan tersebut.

“Gue sempet pindah ke daerah Bandung, dan ternyata Alena juga sekarang ada disana. Temen gue, kebetulan satu sekolah sama itu cewek. Kalian tahu apa yang mau gue rencanain, kan?” tanyanya dan dibalas gelengan kepala oleh semua orang.

Ternyata sedikit bego juga ya, geng ini permisa. Devan menghela nafasnya kasar. Tanpa mengulur-ulur waktu lagi, Devan menerangkan rencananya untuk membawa Aldra kedalam masalah. Tapi, ditengah perbincangan itu, Naomi tidak tega jika harus berlaku jahat pada Aldra, manusia yang dia cintai.

“Enggak! Sampai kapanpun gue enggak mau ikutin apa kata lo!”

Devan menggebrak meja. “Segitunya? Aldra juga cowok, Na. Dia enggak bakal mati cuman karena kita,”

Naomi sempat terkejut tapi dia menggeleng lagi. “Ya gue bilang enggak tetep enggak!” balasnya tidak kalah nge-gass elpiji. Candaa elpiji.

Devan mencoba untuk meredam amarahnya. “Yaudah, gimana rencana lo?”

Naomi menunjukkan senyum licik khasnya. “Lo bawa Alena kesini, kalian tahu gimana penculikan anak 'kan? Anggep aja Aldra bapaknya,”

Semua orang menatap Naomi dengan tatapan menyebalkan. Sedikit lawak ya, geng nya. Tidak jauh beda dari geng sebelah. Oke lanjut!

“Maksud lo?” tanya cowok gondrong tadi pada Naomi.

“Ya lo pada culik Alena. Kalau bisa, kalian siksa aja itu cewek biar si Aldra tanggung jawab sama Joo. Asal kalian jangan sakitin Aldra aja,” balas Naomi lagi.

Devan terlihat ingin sekali menjambak rambut cewek itu jika tidak ingat bahwa Naomi dan Joo masih ada ikatan darah. “Fine! Kita lakuin apa ide lo. Kalau gagal, ini salah lo,” ujar Devan pada akhirnya.

Naomi tersenyum miring. “Urusan nyakitin Alena, ada gue,” tambahnya.

Devan mengacak rambutnya prustasi. “Maafin gue, Alena.”

*****

Nyonya Mavelda mencoba menenangkan dirinya. Dia kembali mendengar perdebatan antara anak dan suaminya di rumah. Perdebatan yang bahkan karena masalah kecil. Perempuan itu duduk di meja rias sambil memegang kepalanya yang menunduk.

ALDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang