23. AKU MAU PULANG
“Aku bisa pulang sendiri tanpa disuruh.”
*****
“Ya gue harus ngapain?!”
Aldra mengacak rambutnya prustasi. Sekarang, dia dengan kelima temannya tengah berkumpul di belakang rumah Dio yang memang di khususkan untuk tempat mereka.
Panji memandang kosong ke depan. Otaknya benar-benar belum berfungsi. Begitu juga dengan Dio. Lain halnya dengan Gefin, Deka dan Zian, mereka seperti tengah berfikir.
Aldra mendongak melihat teman-temannya. “Jujur gue enggak mau dia kenapa-napa,” lirihnya.
“Yang pasti kita harus bantu lo buat nyari Alena,” ujar Gefin yang duduk menyendiri di kursi tunggal.
Kelima temannya melihat ke arah Gefin dengan tatapan penuh harap laki-laki itu mendapatkan rencana terbaik.
“Kapan kita cari dia?” tanya Aldra.
“Malem nanti, tapi jangan pake motor. Mending kita bawa mobil, biar aman. Mobil jangan pake punya Dio, mereka tahu 'kan mobil lo?” ucap Gefin lagi.
Dio mengangguk. “Pake punya siapa dong?” tanyanya balik.
“Biar gue pinjem punya nyokap,” kata Aldra yang disetujui semua temannya.
“Bukannya anak-anak itu suka banget keliaran malem?” tanya Deka kemudian.
“Makanya jangan pake apapun yang bikin mereka curiga,” balas Gefin.
Semuanya mengangguk menyetujui. Tapi, terlihat dari raut wajahnya, Aldra dan Panji masih sangat khawatir dengan hati mereka yang tidak tenang.
“Kak, kalau suatu saat aku pergi, Kakak janji jangan berpaling dari aku. Soalnya aku sayang banget sama Kakak. Kalau Kakak berpaling, aku beneran bakal pergi jauh-jauh. Jauh banget sampe Kakak gak bisa lihat aku lagi,”
“Alena lo harus pulang,”
Suara pelan Aldra yang justru mengundang tatapan mata semua orang disana. Semuanya melihat ke arah Aldra. Ada rasa ingin memaki cowok itu, ada rasa kasihan juga padanya. Lelaki yang saat ini sadar, dia mencintai gadis pengganggu bernama Alena.
*****
Malam tiba, anak-anak Kars sudah siap dengan penampilan berbeda. Mereka yang biasanya memakai pakaian serba hitam yang dibalut jaket kulit dengan tulisan KARS TEAM, sekarang kaos pendek berwarna terang dengan bawahan pendek, sungguh terlihat seperti anak remaja yang siap berkemah ria.
“Gimana, Dra?”
Aldra melihat penampilan teman-temannya begitu juga dengan dirinya sendiri. Dia mengelus puncak kepalanya dengan bibir yang sedikit terangkat.
“Yaudah, langsung aja kuy!” semangat Panji dengan bantal leher berwarna kuning yang sedari tadi sudah dia pakai.
Tanpa menunggu lama, mereka pun masuk ke dalam mobil milik Nyonya Mavelda. Di dalamnya sungguh luas hingga cukup untuk ke enam manusia bisa bernafas disana. Jangan lupakan makanan, Dio dan Deka tidak akan pernah lupa membawanya. Teman baik yang patut di tiru.
“Oke, lampu mobil matiin aja ya?” tanya Aldra yang siap menyetir.
Semuanya mengangguk.
Mobil pun berjalan menuju ke tempat tujuan, tempat dimana pujaan hati Aldra berada. Bandung, jangan menjadi saksi apapun, aku mohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDRA
Teen FictionPada akhirnya, Alena benar-benar menepati janjinya untuk pulang dengan keadaan berbeda. Aldra tertawa karena dia tidak sempat mencintai gadis pengganggu itu. Pada akhirnya, seseorang akan selalu merasakan penyesalan hanya dengan kehilangan. Itu yan...