15. GABRIEL UNTUK MAVELDA

23 3 0
                                    

Eemm.. dari judulnya aja, bagian 15 ini akan membuat baper kalian semua>< Hahaaaa (Devil laugh).

Happy Reading💕
—————————

15. ALENA BAGI ALDRA

“Mungkin, bukan kamu yang akan menjadi teman hidupku. Tapi bagiku, kamu adalah sebuah cahaya. Karenamu, aku bisa membuka dunia ini lebih luas lagi. Terimakasih, Alena Gabriella.”—Aldra Raga Mavelda.

Jam kelas sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. Namun, Alena belum juga terlihat. Pak Bambang yang sedang mengajar pun selalu mempertanyakan kemana gadis itu. Pasalnya, tas dan buku-buku Alena masih berada di kelas. Manusianya saja yang tidak ada. Kemana perginya Alena?

“Kamu beneran gak tahu, Bianca?” tanya Pak Bambang pada Bianca.

Bianca menoleh. Wajahnya menunjukkan kecemasan. “Enggak, Pak. Tadi pas istirahat, dia ke kantin sama Devan. Pas ke kantin, saya lihat dia balik lagi. Gak tahu karena apa. Tapi, masih sama Devan, kok.” jawabnya.

Pak Bambang mengangguk-anggukan kepalanya. “Devan anak sebelas IPS tiga itu? Yang anak baru?” tanyanya memastikan.

Bianca mengangguk. “Iya, Pak.”

“Kemana yah, mereka?” gumam Pak Bambang pelan. “Oh, yasudah. Kalau begitu, Bapak ijin ke kelas sebelas IPS tiga dulu. Kalian, kerjakan saja soal di halaman dua puluh tiga,” ujarnya sambil pergi keluar kelas.

Sesampainya di depan pintu kelas sebelas IPS tiga. Pak Bambang membuka pintunya begitu saja. Dari jauh saja sudah terdengar bahwa kelas ini sangat berisik. Benar saja, saat Pak Bambang membukanya, siswa di kelas ini sedang bersenang-senang karena jam kosong.

Tapi, untuk mempercepat waktu tanpa bertele-tele. Guru dengan kacamata dia hidung itu to The point.

“Di kelas ini benar ada yang bernama Devan?” tanya Pak Bambang di ambang pintu.

Devan yang tengah duduk di atas meja itu menunjuk dirinya sendiri. “Saya, Pak?”

Pak Bambang mengangguk. “Nah, iya kamu! Kesini,” perintahnya.

Devan turun dari meja mendekati Pak Bambang. Bajunya dia masukkan ke dalam celana, takut pinggangnya menjadi sasaran guru killer itu.

“Kamu lihat Alena?” tanya Pak Bambang langsung.

“Sebelas IPA satu? Anak kesayangan Bapak?” tanya Devan memastikan.

Pak Bambang menghela nafasnya. “Iya, itu! Lihat tidak?!” tegasnya mulai membentak.

“Biasa aja dong, Pak. Jangan marah-marah, nanti cepet tua.” jawab Devan.

“Saya udah tua, gak perlu kamu ingatkan!” seru Pak Bambang lagi. “Lihat tidak? Saya tidak mau bertele-tele!”

Devan menggeleng. “Enggak, Pak. Emangnya kenapa? Alena gak ada di kelasnya?”

Pak Bambang semakin gregetan kepada anak ini. “Kalo ada di kelas, gak mungkin saya nanya sama kamu!”

Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Iya juga, ya,”

ALDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang