07. PERIHALNYA

22 5 0
                                    

Tidak pernah ada niat melupakan, namun ada hal yang memang harus di lupakan. Dan dirimu susah melakukannya. Pernah, kah?

Bagaimana rasanya? Menyakitkan. Bahkan, untuk disuarakan saja tidak ada yang akan mengerti.

Jangan lupa Votement!!

Happy Reading💕
—————————

07. PERIHALNYA.

“Melupakanmu adalah hal yang sulit aku lakukan. Namun, aku akan mencobanya hingga kamu di mataku sudah biasa-biasa saja.”—Alena Gabriella.

BRUKKK!!!

Bianca tidak sengaja menabrak seseorang di depannya. Dia tidak tahu itu siapa, tapi dari wangi parfumnya, itu seperti Panji. Aihh! Kenapa mereka harus bertemu lagi?!

Bianca menunduk. “So–Sory. Gue gak liat,”

Panji mengangkat wajah Bianca agar melihatnya. Dia tersenyum. “Kenapa? Lo belum jawab pertanyaan gue semalem. Lo percaya sama gue?” tanyanya.

Lorong sekolah sangat sepi. Hanya ada mereka berdua. Sialnya lagi, Bianca menjadi gemetar di tempatnya.

Bianca melepaskan tangan Panji yang memegang dagunya. “Gue bakal jawab. Tapi, bukan sekarang.”

Panji menghela nafasnya. “Gue ngerti. Lo butuh waktu buat percaya sama cowok macem gue. Bakal gue tunggu, Bi. Jangan lama-lama,” balasnya kemudian pergi.

Bianca terdiam. Rasanya, mencintai orang yang memang mungkin bukan untuk kita itu sangat menyakitkan.

“Sulit buat percaya sama lo. Itu bener, Ji!”

*****

Alena duduk di samping Devan. Mereka baru saja sampai di kantin. Devan tidak ada bosannya melihat Alena yang semakin lucu di matanya.

“Lo pesen makan gih,” titah Alena pada Devan.

Devan mengedipkan matanya. “Aiya!” ucapnya sedikit tersentak. Karena sejak tadi, Alena hanya diam sambil menunduk yang diperhatikannya olehnya.

Alena melihat Devan aneh. Cowok itu segera berdiri seperti orang yang baru saja sadar dari alam bawah sadarnya. Tidak bertanya Makan apa? Atau apalah sejenisnya. Alena menggelengkan kepalanya. Dia kembali menunduk.

“Al!”

Alena tersentak. Devan mengagetkannya. “Gue lupa tanya. Lo mau makan apa?”

*****

“Dra, gue mau tanya sesuatu sama lo.” ujar Naomi di samping Aldra saat mereka tengah duduk di kursi kantin paling pojok.

Aldra yang sedang memainkan handphonenya tidak peduli pada Naomi. Membuat gadis cantik itu merebut ponsel milik Aldra.

“Bisa gak sih lo hargain gue. Hargai orang yang sedang berbicara, Aldra!” ujar Naomi lagi karena kesal.

Aldra hanya bisa diam kemudian meminum es teh miliknya. Naomi menghela nafas.

“Segitu gak sukanya lo sama gue?” tanya Naomi pada Aldra. “Selama ini, apa lo pernah liat gue?” tanyanya lagi.

ALDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang