21. BANDUNG DAN CITA-CITA

12 3 0
                                    

21. BANDUNG DAN CITA-CITA

“Mungkin akan sulit, tapi akan terus berharap agar bisa melupakan semuanya.”

Alena sibuk berbincang dengan Devan di ruang keluarga rumahnya. Mereka membicarakan masa lalu, harapan dan hari ini. Ada acara menangis juga tertawa dengan pecah. Begitulah mungkin dua orang manusia yang sudah bersahabat dari orok jika tengah bersama.

Pembicaraan yang tidak jelas itu harus terhenti sebentar ketika pintu diketuk oleh seseorang dari luar. Devan yang sedikit terpaksa atas permintaan Alena untuk membukakan pintu itu hanya bisa menurut.

Pintu terbuka dan menampilkan sosok Bianca dengan tas besar di punggungnya. Dia hanya tersenyum menyapa Devan lalu masuk begitu saja ke dalam rumah Alena dan menemui sang pemilik rumah.

“Bi, kenapa?” tanya Alena yang sedari tadi duduk di sofa panjang ruang keluarganya.

Bianca ikut duduk di samping Alena tanpa disuruh. Dia melepaskan ransel itu di bawah. “Al, lo beneran mau pergi?” tanyanya.

Alena mengangguk. “Bentar lagi, habis Maghrib mungkin,” jawabnya lalu melirik ke arah ransel yang dibawa Bianca. “Emang kenapa?”

Bianca mengambil tas besarnya lalu mendudukan tas tersebut di pangkuannya. “Lo bawa ini, ya. Ini semua isinya kenangan kita. Dari mulai foto waktu SMP, album kita pas maen ke Dufan bareng, barang-barang lo yang ketinggalan di rumah gue, list jajanan favorit kita, boneka punya gue yang kesukaan lo, kaset film favorit kita, album waktu SMA, terus banyak lagi lainnya, gue lupa.” jawabnya lalu menyerahkan semuanya pada Alena.

“Mungkin ini berat buat lo. Tapi gue dukung biar lo bisa lupain semuanya kecuali persahabatan kita,” tambahnya kemudian tersenyum tipis.

Alena menyimpan barang-barang itu di belakangnya. “Mana bisa gue lupain persahabatan kita. Kita 'kan bakal bareng-bareng terus sampai nenek-nenek pake kebaya rombeng,”

Bianca terkekeh. “Masih inget yang itu?”

Alena mengangguk dengan matanya yang berkaca-kaca tapi ikut tertawa kecil. “Gak bakal gue lupain,” katanya.

Bianca memeluk sahabatnya itu erat. “Lupain sih enggak, tapi kenyataannya, kuliah bareng aja enggak bakal,”

“Gue bakal balik, Bi. Gue cuma pindah sekolah bukan planet,” jawab Alena mengikuti ucapan Aldra di sekolah tadi.

“Janji pulang dengan keadaan berbeda, kan?” tanya Bianca yang melepas pelukannya sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke depan Alena.

Alena membalasnya. “Janji!”

Bianca tersenyum pedih dan kembali memeluk sahabatnya itu. “Gue harap lo pulang secepatnya, Al. Gue bakal rindu banget,”

Alena hanya tersenyum menanggapinya. Tanpa disadari, Devan sudah berdiri di belakang Bianca dengan senyum di bibirnya yang diperlihatkan ke arah Alena.

*****

Aldra sibuk mencari sesuatu di kolong meja Alena. Waktu itu, pada saat dirinya berniat bolos, dia tidak sengaja melihat cewek itu menulis sesuatu, melipatnya lalu memasukkan ke dalam kolong mejanya. Saat dia akan mencari tahu tulisan apa, sayangnya Naomi mengajaknya untuk pulang bersama.

ALDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang