Zidan menggelengkan kepalanya, dirinya secara tiba-tiba menjadi gelisah. Zidan tahu kalau dia punya panic attack tapi dia tak pernah merasa segelisah ini sebenarnya. Haikal yang melihat Zidan langsung menjadi panik, Zidan kenapaa?
"Kenapa bang?"
Zidan tersenyum—lebih tepatnya tersenyum paksa, lalu menggeleng. "Nggak apa-apa kok."
Bohong. Haikal tahu itu bohong. Ia bisa melihat gelagat Zidan yang amat gelisah, ia mengeluarkan sebotol obat yang ia bawa di tasnya lalu menyodorkannya pada Zidan. Zidan sangat terkejut melihat botol itu, ia tahu jelas—sangat tahu botol apa itu.
"Lo konsumsi ini kal!?"
Haikal mengulum bibirnya, ia mengangguk pelan. "Kadang kalo gue gelisah karena mikirin Bang Zidan, gue suka minum ini. Dan tanpa sadar gue ngelakuin apapun supaya gue jadi tenang, sama kayak Bang Zidan."
Zidan menatap tak percaya Haikal. "Lo nggak boleh minum ini kal!"
Haikal menggeleng keras. "Boleh! Kalo Bang Zidan boleh kenapa gue enggak?"
"Itu bisa membahayakan diri lo kal, gue nggak mau lo kenapa-napa!?"
Haikal memajukan piringnya, ia menelungkupkan kepalanya diatas meja. "Tapi gue udah kenapa-napa, gue bener-bener sakit ditinggal Bang Zidan."
"Gue nggak pernah benci Bang Zidan."
"Tapi gue juga nggak bisa buktiin kalo gue sayang sama Bang Zidan."
"Gue sayang."
"Tapi mereka ngelarang keras gue."
Mata Zidan berair mendengar ungkapan Haikal. Entah mengapa ia merasa sedih dan senang disatu waktu. Sedih karena Haikal merasa terpuruk, dan senang karena mengetahui bahwa Haikal tak pernah membenci Zidan. Padahal Zidan bukan siapa-siapa nya.
Zidan mengelus puncak kepala Haikal. "Nama abang kan Alzidan. Haikal boleh kok anggap abang sebagai Bang Zidan, abangnya Haikal."
Haikal mendongakkan kepalanya, sekali lagi ia bersyukur kepada tuhan dan situasi yang sudah menyatukannya dengan Zidan.
"Haikal jangan minum itu lagi ya? Sekarang kan ada abang, Haikal kalo gelisah langsung telfon abang aja. Obat itu rasanya nggak enak, jangan sampai kamu ketergantungan obat karena itu bener-bener bikin diri kita tersiksa." Ucap Zidan, Haikal mengusap sudut matanya yang entah kapan berair.
"Abang pernah minum? Kok bisa tau kalo ketergantungan obat itu nyiksa?"
"A—em..."
Kemudian Zidan menjadi ragu antara menjawab sudah atau belum. Dia pengen jawab belum, tapi ragu karena dia bener-bener ngerasa kayak udah pernah tapi padahal belum. Dan dia pengen jawab udah, tapi kenyataannya kan dia belum pernah minum. Kok Zidan jadi labil gini sihh!?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Home || Kim Jungwoo
Tajemnica / Thriller"Zidan cuma pengen dimengerti, sesulit itu kah?" Dan semuanya jadi rumit karena Zidan. Kenapa? Kenapa semuanya terjadi hanya karena Zidan ingin dimengerti? Seegois itu kah Zidan? Karenanya, seseorang harus berkorban dan dikorbankan untuk ini. Story...