2. Orang Asing yang Kuat

467 116 0
                                    

"Nona muda, jika aku menyelamatkan ayahmu, apa kau benar benar akan menjadi milikku?" tanya wanita itu.

Bangun dari lamunannya, gadis yang sebelumnya berlutut di lantai segera berdiri dan menunduk memohon.

"Ya, nyonya. Saya mohon selamatkan ayah saya, saya akan membayar anda menggunakan kesetiaan saya!" kata gadis itu bertekad.

"Baiklah" wanita itu tersenyum. "Siapa namamu?" tanyanya lagi.

"Elena Pablo.. Anda bisa memanggil saya Elen, nyonya" gadis bernama Elena itu menjawab segera.

"Kalau begitu Elen, kau bisa memanggilku Lavia. Mohon bantuannya mulai sekarang" Lavia tersenyum.

Kemudian tanpa basa basi, dia memukul punggung tangan wakil kapten menggunakan payungnya hingga pistol itu lepas dari genggaman wakil kapten.

Dia maju perlahan, menendang jauh pistol yang sebelumnya jatuh di lantai sebelum wakil kapten bisa mengambil kembali pistolnya, kemudian dia memukul perut wakil kapten menggunakan payungnya sekali lagi.

Semua gerakan itu Lavia lakukan dengan indah dan anggun. Seolah tak melakukan banyak usaha sama sekali meski dia baru saja membuat pria besar jatuh ke lantai dengan payungnya.

"Kau dengar itu? Gadis kecil ini milikku sekarang, jadi pergilah" Lavia tersenyum sambil menunduk untuk melihat si wakil kapten yang berada di lantai.

Wajah wakil kapten itu seolah tak percaya. Yang baru saja memukulnya dengan payung jelas adalah seorang wanita, lalu kenapa..

Rasanya sangat sakit?

Wakil kapten merasakan ada yang salah. Perutnya makin lama makin keram, seolah darahnya berhenti mengalir. Rasa sakit yang seolah menyobek organ tubuhnya perlahan terasa makin jelas.

Sebenarnya apa yang baru saja wanita ini lakukan padanya?!

Wakil kapten berdiri, berusaha mengabaikan sakit di perutnya demi menyelamatkan harga diri dan wajahnya.

"Wanita gila darimana ini? Cepat, pegang wanita gila ini!" teriak wakil kapten penuh kemarahan.

Lavia menghela nafas dan memejamkan matanya sebentar. Kecoa memang paling susah dibunuh, pikrinya.

Tiba tiba saja,

Tak! Tak! Tak! Tak!

Hanya dalam sedetik, beberapa pria yang berusaha menangkap Lavia sudah jatuh ke lantai.

Semuanya pingsan di lantai dengan leher mereka yang bengkok akibat pukulan dari payung Lavia.

"Sepertinya, kau belum pernah bertemu orang asing di pinggir jalan yang lebih kuat darimu, ya?" Lavia bertanya pelan, sepertinya tak mengharapkan jawaban.

Kemudian dia membuka payungnya. Bulatan hitam berenda besar dengan untaian kristal di tepinya segera terbentuk.

Lavia mendekati wakil kapten dan menghalangi pandangan orang orang terhadap mereka menggunakan payung hitamnya.

"Sebaiknya kau berhenti menari seperti orang gila, jika tidak ingin tiba tiba mati dengan tubuh berlubang" Lavia berbisik tepat disamping telinga wakil kapten.

Wakil kapten sendiri sudah bergidik ketakutan. Bukan hanya hanya karena suara pelan yang penuh hawa membunuh, tapi juga dinginnya logam yang membelai perutnya.

Dia jelas tau apa yang sedang wanita didepannya tempelkan pada tubuhnya.

Pistol!

"Ka-kau! Ini i-ilegal! Kau harus menyerahkan pi-pistol itu jika tidak ingin di ta-tangkap!" meski tergagap, sepertinya si wakil kapten ingin pura pura bersikap berani sampai akhir.

The metamorphosis of a villainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang