haruto membukakan gerbang rumahnya sembari mengobrol ringan dengan jeongwoo yang hendak pamit.
hingga selang beberapa menit, sepasang kaki itu melangkah keluar, satu telapak tangannya kini berada di udara sembari melambai-lambai kepada sang pemilik rumah.
"sampe ketemu besok di sekolah, woo."
"besok minggu, goblok."
haruto hanya terkekeh. tangannya ikut melambai pada jeongwoo yang kian menjauh dari pekarangan rumahnya.
jarak rumah keduanya tidak terlalu jauh, jadi jeongwoo memutuskan untuk berjalan kaki saja demi menghemat bensin.
usai melihat punggung jeongwoo yang sudah menjauh, haruto berbalik badan dan menatap mashiho yang masih berdiri di teras sejak tadi.
haruto mengangkat dagu sekilas, bermaksud menanyakan arti dari tatapan sepupunya. tidak sopan memang.
"masuk, udah mau maghrib," suruh mashiho seraya masuk duluan mendahului haruto.
pemuda jangkung itu hanya mengedikkan bahu, lantas menyusul sepupunya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam.
_____
tok! tok!
"haruto."
"masuk, kak," sahut haruto yang masih fokus pada layar ponselnya.
cklek!
"berkas yang pernah kakak titipin ke okaasan mana?" tanya mashiho langsung pada intinya.
"di lemari," jawab haruto singkat, tak sedikitpun mengalihkan agahan dari gawainya.
mashiho pun demikian. tanpa banyak tanya lagi, pria mungil itu segera berjalan ke arah lemari yang dimaksud haruto.
"kak, ntar lu baliknya bareng bang junkyu, 'kan?" tanya haruto tiba-tiba, jemarinya masih fokus menari di atas layar ponselnya.
menurut haruto, mashiho itu terlalu soft, tidak cocok dengan panggilan 'abang' atau semacamnya. berujung dipanggil 'kakak' berkat usulan jeongwoo.
sekedar informasi, mashiho adalah kakak sepupu haruto. dahulunya, rumah besar--yang sekarang haruto tinggali--ini ditempati oleh keluarga mashiho dan haruto.
hingga mashiho dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke jepang dikarenakan urusan pekerjaan, pun mashiho yang kian beranjak dewasa memutuskan untuk menempuh pendidikan kuliah di korea.
orang tua haruto, mashiho, juga jeongwoo adalah rekan bisnis. jadi sudah bisa dipastikan bahwa mereka bertiga memiliki jalinan tali persahabatan yang erat sejak kecil.
"hmm," jawab mashiho sekenanya, masih fokus mencari berkas yang dimaksud. "kenapa tiba-tiba nanyain? kakak belum ada 24 jam di sini, lho."
"nggak, tadi bang junkyu mastiin, katanya hape kak mashi gak aktif," balas haruto.
dahi mashiho mengkerut, detik berikutnya ia membelalakkan kedua bola matanya spontan. "OH IYAAA! MASHI TADI NGECAS! haru tolong cabutin casannya dong."
tanpa menjawab, haruto memilih beranjak dari ranjangnya, lalu berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar mashiho untuk menjalankan amanat sang sepupu. masih dengan netra yang terfokus pada ponselnya.
"dasar anak jaman sekarang."
pria mungil itu masih sibuk mengutak-atik lemari, mencari berkas yang tak kunjung ditemukan. ia bahkan berpikir bahwa haruto membohonginya.
entahlah berkas apa, author pun tidak tahu.g
hingga selang beberapa waktu berlalu, mashiho merasakan bahwa telapak tangannya baru saja menyentuh sesuatu yang sedikit lunak, teksturnya seperti... daging? ah, tidak, lebih kasar. cenderung seperti tangan manusia.
tunggu, apa? tangan manusia?!
mashiho menggeleng ribut, mencoba berpikir positif bahwa ia mungkin memegang boneka milik haruto dulu yang disimpan di dalam sana.
tapi, tidak bisa. ia tidak bisa berpikir positif.
karena... haruto tidak pernah bermain boneka.
srak!
sesuatu mencengkram tangannya, sangat erat. hingga dapat mashiho rasakan kuku yang panjang kian merobek pergelangan tangannya seiring bertambah kuatnya cengkraman tersebut.
merasa dengan menarik tangan tidak ada gunanya, dengan setengah sisa keberanian, mashiho mencoba untuk mengintip ke dalam lemari.
dan, sepasang bola mata putih yang menyala juga sedang menatapnya saat ini, tepat di kedua maniknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
i. delusions [✓]
Horrorharuto pikir, semua yang dialaminya selama ini hanya delusi semata. [lowercase - semi baku] ⚠harsh words, mental disorder. ©ixchworine, 2021