17

1K 345 18
                                    

"hah? rumah doyoung 'kan jauh anjir, mana mungkin dia pindah ke sini," ujar jeongwoo. "kenapa gak lu tanyain aja tadi?"

"ya lu keburu manggil gue."

"yaudah, nanti tanya aja lewat chat," final jeongwoo seraya menjalankan mobilnya menjauh dari pekarangan rumah.

"tapi gue gak simpen nomor dia."

"ya gak usah dipikirin--"

"tapi gue kepikiran."

jeongwoo berdecak malas. "positip tingking aja, mungkin dia ngunjungin keluarganya."

"tapi--"

"udah diem, gue tabrakin juga nih mobil lama-lama."

haruto ciut, dia yang dipaksa ikut dia juga yang dimarahi. sudahlah terserah jeongwoo saja.

sebelum mobil benar-benar menjauh dari lokasi awal, haruto memilih untuk menoleh ke belakang, memastikan bahwa yang tadi ia lihat memanglah doyoung atau hanya sekedar orang yang mirip dengan doyoung.

tapi sepertinya, doyoung sudah pergi dari sana.

secepat itu?

_____




















































dua sahabat itu kini sedang berada di ruang tunggu, dengan jeongwoo yang masih berusaha membujuk haruto agar mau masuk ke dalam sendiri.

"gak mau! temeniiiin!" rengek haruto mencak-mencak. "nanti kalo psikiaternya gigit gimana?"

"banyak alesan lu, udah sana masuk," suruh jeongwoo. "lu 'kan udah pernah ke psikiater sebelumnya, masa gak berani, sih."

"tapi bukan di sini, woo." haruto masih keukeuh ingin ditemani.

jeongwoo mendorong haruto paksa. "sama aja, udah sana gapapa. siapa tau lu mau ceritain rahasia lu 'kan, ntar gue tau lu ngambek lagi. udah gue bayarin juga, kapan lagi gue traktir elu."

perkataan jeongwoo ada benarnya juga. tapi tetap saja, haruto takut. entah kenapa.

meski masih kesal, pemuda watanabe itu memilih untuk masuk ke dalam ruangan yang berada tepat di sampingnya.

meninggalkan jeongwoo yang kini sedang tersenyum puas.

i. delusions [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang