13. Forget The Past And Being Professional

10.7K 1.3K 34
                                    

Hari sedang bersandar pada kursi kerjanya, memikirkan kejadian di ruang meeting tadi saat ponselnya berbunyi pertanda pesan yang masuk. Maunya dia abaikan, tetapi khawatir pesan yang penting. Dia meraih ponsel yang tergeletak di meja dan menyentuh tanda pesan pada layar. Keningnya berkerut membaca pesan dari Fanny. Tepat seperti dugaannya tadi, pasti ada sesuatu di antara keduanya. Tak biasanya Fanny nekat mengirimkan pesan seperti ini padanya. Wanita yang lembut di luar, tetapi punya sikap yang tegas dan selalu menjunjung tinggi professionalisme dalam bekerja. Pesan yang memintanya untuk tidak menunjuk dirinya sebagai Project Manager sesuai permintaan Tio di ruang meeting tadi. Pesan memohon yang semakin memperdalam kerutan di keningnya.

Kalau saja tidak mengingat kondisi Fanny, Hari sudah ingin menelpon langsung dan meminta wanita lembut itu ke ruangannya agar mereka bisa berbicara secara langsung. Tetapi, Hari akan memilih waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini. Posisi itu juga belum diputuskannya. Dia akan berunding dengan tim untuk itu, juga meminta saran dari manajer dan direksinya. Proyek ini jenis mega proyek yang tentunya akan banyak melibatkan disiplin ilmu di dalamnya. Sudah tahu kondisi Fanny terbatas, mengapa Tio tetap nekat ingin menunjuknya sebagai Project Manager? Apa sih yang pria itu inginkan pada Fanny? Pekerjaan rumah bagi Hari untuk mengungkap sesuatu di balik sikap permusuhan di antaranya keduanya. Baiknya hal ini akan dia bicarakan dengan Fanny di rumah saja agar tercipta suasana santai dan Fanny bisa berbicara tanpa beban.

Makanan yang terhidang di meja makan tidak menarik minat Fanny. Sejak tadi Cicih sudah menyiapkan untuknya, tetapi dia ogah-ogahan untuk mengambil lauk yang salah satunya adalah favoritnya, perkedel jagung. Semenjak tak bisa bebas bergerak, selain menarik diri dari pergaulan, berpengaruh juga pada makanan yang dikonsumsinya. Yang parah, saat awal-awal dia harus menerima nasib hanya bisa duduk di kursi roda, selera makannya pun anjlok. Cicih sampai harus membuat beragam menu yang menjadi favorit Fanny, hanya satu dua saja yang disentuhnya. Waktu itu, sangat sulit menarik selera makannya kembali. Sekarang, makanan yang dikonsumsinya tidak banyak variasinya. Asal ada perkedel jagung, dadar telur dan sayur sup, Fanny sudah bisa makan. Sesederhana itu menu makannya. Sejak bekerja kembali, menunya sedikit variatif. Itu juga karena dia ingin berbagi dengan Aji kala makan siang. Cicih tentu saja gembira.

Fanny sudah menyelesaikan makan malamnya. Cicih pun sudah membereskan meja makan. Akan tetapi, Fanny masih tetap duduk di ruang makan, melamun memikirkan kejadian di ruang meeting siang tadi. Mengapa sih, pria itu berani menunjuknya sebagai Project Manager? Apa lagi yang dia inginkan? Tak cukupkah sikapnya yang dulu itu telah menyakiti hatinya? Fanny mengepalkan tangan. Pria itu benar-benar minta dihajar sepertinya. Tetapi Fanny menyadari, dia tidak memiliki kekuatan untuk itu. Dia hanya bisa mengeram meredakan amuk marah di hatinya. Gonggongan Pon-Pon saat bel terdengar membuyarkan lamunan Fanny. Karena Cicih belum muncul dari dapur dan biasanya setelah makan malam Pak Jaya sudah masuk ke kamarnya, Fanny mendorong kursi rodanya ke ruang depan. Siapa gerangan yang bertamu malam ini? Sebelum membuka pintu, Fanny menyibak tirai jendela untuk melihat siapa yang berada di balik pintu. Mengetahui tamu yang berkunjung adalah Hari, kening Fanny refleks berkerut. Namun, tidak mungkin dia membiarkan bosnya itu di depan pintu saja. Biasanya juga dia mampir, walau hanya sebentar untuk menanyakan kondisinya. Mungkin kali ini juga sama. Fanny menggeser kursi rodanya untuk membuka pintu. Karena kejadian itu, seluruh badannya terasa lelah. Kakinya palagi. Fanny kembali menggunakan kursi roda, karena merasa seluruh badannya sulit digerakkan.

"Malam, Fanny." Suara berat Hari menyerbu gendang telinga Fanny begitu pintu dia buka. Pria yang kini menatapnya dalam, juga menyunggingkan senyum yang membuatnya terpana sejenak. Senyum yang sangat langka diperlihatkan bosnya itu kala berada di kantor.

"Malam, Pak. Mari..." Fanny mempersilakan Hari masuk dan membiarkan pintu ruang tamu tetap terbuka saat keduanya mendekat ke sofa. Seperti saat datang untuk melihat kondisinya, Hari langsung duduk di sofa yang berada di pojok dekat dengan pernak-pernik yang tersusun rapi pada meja yang berada di samping kanan sofa. Karena seringnya Hari duduk di situ, Fanny berkesimpulan itu adalah tempat favorit bosnya.

The Sound Of You (Terbit - Faza Citra Production)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang