Kembali dari rumah Fanny, Hari merasa dirinya segar. Entahlah, dirinya sendiri tak paham respons tubuhnya dengan kejadian di rumah Fanny tadi. Balik dari kantor, dia berusaha memecahkan masalah di balik pesan yang dikirim Fanny akibat kejadian di ruang meeting bersama klien mereka, yang pemiliknya dia kenal dengan baik. Dan akhirnya, terjawab sudah hubungan antara Fanny dan Tio. Mengapa Tio sampai meninggalkan Fanny? Apakah karena kondisinya, Tio memutuskan pergi dan mencari wanita yang kondisinya sempurna? Ada baiknya dia tidak tahu lebih jauh, tetapi hati kecilnya menyuruhnya mengulik lebih dalam hubungan antara Fanny dan Tio di masa lalu.
Hari membuka dasi dan menentengnya ke kamar. Perutnya sudah minta diisi, tetapi dia harus membersihkan diri terlebih dahulu. Di kamar, dia melepas pakaian yang melekat di tubuh, melemparkannya ke keranjang pakaian kotor yang ditaruh di samping pintu kamar mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi, Hari meraih handuk yang tersimpan di area walk in closet kemudian menempatkan tubuh yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi di bawah shower yang sudah dia lanyakan. Air hangat yang mengguyur tubuhnya membuat penatnya seketika menghilang. Satu yang masih harus dia selesaikan secepatnya adalah hubungan keluarganya dengan Siska. Hari masih menunggu ayah dan ibunya kembali dari Singapura, sebelum bertemu dengan keluarga Siska untuk memutuskan pertunangan mereka. Yang dia syukuri setelah bertemu dengan calon ibu mertuanya, saat ini Siska tidak pernah lagi menghubunginya. Hari merasa terbebas dari rengekan dan sikap memaksa dari wanita yang sudah menghancurkan sendiri kepercayaannya.
Menikmati makan malam di meja makan, pikiran Hari masih saja tertuju pada Fanny. Wanita itu sudah mulai menyita perhatian dan isi kepalanya yang kian hari bertambah. Kadang dia ingin menghalaunya dengan rasa bersalahnya di masa lalu, tetapi rasa pedulinya lebih mendominasi. Namun, harapan agar masa lalu itu bisa dia kubur selamanya, sepertinya berada di persimpangan. Ini jauh lebih sulit daripada menghadapi urusan pekerjaannya. Hari mengusap wajah dan cepat menyelesaikan santap malamnya. Lalu masuk ke ruang kerja dan kembali bergelut dengan pekerjaan yang tadi dibawanya pulang. Dia harus menyiapkan data penting untuk meeting dengan direksi dan komisaris perusahaan. Cara dia meredam gelisah hatinya dengan menekuri pekerjaan. Kadang ditemani wine atau cerutu agar pikirannya lebih terpusat pada apa yang sedang dikerjakannya. Sesekali wajah Fanny masih terbayang. Besok wanita yang sudah masuk di relung hatinya itu akan menerima hasil MRI. Hari yakin, apa pun hasilnya, Fanny akan menerimanya tanpa protes. Wanita itu sudah cukup sabar menjalani kehidupannya yang serba terbatas. Mengingat itu, kembali hatinya diliputi rasa yang tak mampu dia lukiskan. Masa depannya yang cemerlang telah dia renggut paksa, mencabutnya tanpa ampun hingga menorehkan luka yang teramat dalam.
***
Pak Jaya sudah bersiap di depan pintu mobil ketika Fanny dengan langkah tertatih menahan kruknya, dari arah teras berjalan menuju mobil yang terparkir di carport. Hatinya khawatir dengan hasil MRI yang nanti akan diterimanya. Namun, separah apa pun hasilnya dia harus menerimanya dengan tabah. Dulu dia bisa melewatinya, maka sekarang pun harus bisa. Setelah memastikan putri majikannya telah duduk dengan sempurna, dengan sigap Pak Jaya menutup pintu dan bergegas menuju bagian pengemudi. Jalanan pagi itu seperti biasa masih saja padat walau jam masuk kantor telah usai. Pak Jaya mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, tak ingin Fanny merasa tidak nyaman. Walau selama ini putri majikannya itu tidak pernah mengeluh, tetapi dia harus tetap berhati-hati. Farrel telah memberinya tugas untuk senantiasa menjaga adik satu-satunya itu. Kepercayaan ini harus terus dijaganya dengan baik. Telah lama dia bekerja pada keluarga yang menganggap dirinya bagian dari keluarga mereka. Hal yang mungkin tidak akan pernah dia temui di tempat lain.
Fanny bersyukur, masih dikelilingi orang-orang yang bisa dia andalkan untuk membantu dengan kondisinya yang sangat terbatas. Selain Cicih, ada Pak Jaya yang sudah ikut keluarganya sejak lama. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan keluarganya. Tanpa mereka, Fanny tidak akan bisa menjalani kehidupan sehari-harinya dengan baik. Cicih masih sangat muda ketika ikut mereka. Sementara Pak Jaya, sudah berkeluarga dan tinggal di Bogor. Setiap akhir pekan, Pak Jaya balik melihat keluarga yang ditinggalkannya. Sesekali dia mengajak istri dan anaknya ke Jakarta. Kadang juga Fanny meminta mereka menginap. Saat itu, Fanny tidak merasa sepi. Pak Jaya dan Cicih sudah dia anggap bagian terpenting dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sound Of You (Terbit - Faza Citra Production)
RomanceKecelakaan yang dialami Fanny membuatnya harus menerima kenyataan jika dirinya kemungkinan akan lumpuh permanen. Dunia Fanny seolah runtuh. Selain kehilangan kedua orang tua, kekasihnya juga pergi meninggalkannya. Setahun Fanny menarik diri dari per...