21. Restless Heart

9.8K 1.1K 29
                                    


Kedatangan Tio beberapa jam yang lalu membuat gundah gulana hati Fanny. Mengetahui fakta yang diungkapkan pria itu malah menjadikan dirinya bingung untuk bersikap. Dia tidak pernah sebingung ini sebelumnya. Kala ada masalah Fanny bisa memutuskan dengan cepat tindakan apa yang akan diambilnya. Namun, apa yang disampaikan Tio tadi membuatnya merasa ada faktor kesalahannya juga. Dia yang menutup rapat-rapat hatinya, menutup semua celah agar Tio tidak datang kembali. Rasa bersalah ini tidak boleh dia biarkan karena akan melemahkan dirinya. Dia harus fokus dengan kesehatannya agar bisa secepatnya beraktivitas kembali. Pekerjaan yang lain sudah menunggunya.

Tadinya Fany berniat tidur setelah Tio pergi, tetapi sampai sejam dia berbaring matanya enggan terpejam. Akhirnya Fanny kembali mengambil ipadnya dan mulai melanjutkan sketsa yang dibuatnya sebelum kedatangan Tio tadi. Lagi asyik-asyiknya, pintu kamarnya kembali ada yang mengetuk. Fanny menghentikan kegiatan dan mengalihkan tatapan dari ipad yang dipegangnya. Tanpa Fanny membukanya, pintu dibuka oleh seseorang. Pria yang beberapa hari ini mengganggu pikiran karena begitu protektif padanya, muncul di depan pintu dan melangkah perlahan ke arah tempat tidur. Dari rautnya Fanny bisa menangkap jika sang empunya tampak lelah. Namun, masih saja menyisakan waktu untuk menjenguknya. Sungguh, Fanny merasa tak enak. Walau dia tersenyum, guratan kelelahan sangat jelas di sana. Lengan kemejanya sudah dilipat rapi ke atas melewati sikunya, tanpa dasi, dengan dua kancing kemeja bagian atas yang sudah dibuka memperlihatkan bulu-bulu halus yang sedikit mengintip dibaliknya. Tampilannya seperti itu malah membuat dirinya terlihat semakin menawan saja.

"Selamat sore, Pak," dengan cepat Fanny menyapa. Tak enak rasanya jika bosnya itu yang duluan menyapa.

"Sore, Fanny. Gimana kondisi kamu hari ini?" balas Hari lalu menarik kursi duduk di tepi tempat tidur. Di wajah itu tersirat bahagia melihat kondisi Fanny yang sudah lumayan membaik.

"Sudah semakin baik, Pak. Semoga saja dalam minggu ini saya sudah bisa keluar," harap Fanny.

"Syukurlah, semoga ya. Kamu info aja kalau butuh sesuatu, jangan sungkan." Hari melirik ipad di tangan Fanny. Di layarnya sangat jelas jika wanita di hadapannya ini sedang membuat sketsa. "Lagi buat apa?" tanya Hari sembari mengarahkan pandangannya pada benda pipih berbentuk persegi.

"Ini, saya sudah mulai menyusun konsep desain untuk Graha Agung Land." Mata Hari membulat. Seharusnya dia beristirahat saja dan tidak usah memikirkan pekerjaan dulu. Tetapi wanita cantik yang selalu memenuhi isi kepalanya malah mulai sibuk dengan konsep yang akan dia terapkan pada desainnya.

"Sebaiknya kamu fokus dengan kesembuhan, jangan pikirkan kerjaan dulu. Yang itu nanti aja, belum mendesak juga kok. Yang punya juga belum nagih-nagih ke kita," tegas Hari.

"Tadi nggak bisa tidur, jadi saya mencoba menuangkan ide yang muncul di kepala aja," bela Fanny. Tentu saja Fanny tidak memberitahu jika ini akibat kedatangan Tio tadi. Ada kebimbangan yang melandanya setelah kedatangan pria itu. Jika alasan yang dikemukakannya benar, bagaimana dia akan bersikap? Sementara pria itu mengatakan mereka belum pernah menyebut kata putus. Artinya saat ini status mereka masih sebagai kekasih? Makanya dia ngotot tetap ingin menjalin hubungan. Ini yang sempat membingungkan dirinya. Sementara bagi Fanny, hubungan itu telah selesai. Untungnya saat Fanny mengancam akan melepaskan proyek yang diberikan Tio pada Voidra, pria itu akhirnya mengalah.

Hari menatap Fanny dalam sembari berpikir. Apakah ini saat yang tepat jika dia menyampaikan keinginan mengundang Fanny ke rumah orang tuanya? Maukah wanita itu menerimanya?

"Kenapa nggak bisa tidur? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" Malah pertanyaan ini yang dia lontarkan. Tetapi alasan Fanny menggelitik hatinya. Sepertinya ada yang wanita itu sembunyikan. Hari penasaran.

The Sound Of You (Terbit - Faza Citra Production)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang