15. The Reason Of Avoid (1)

9.9K 1.2K 18
                                    


Fanny memberikan arahan pada Aji untuk beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya. Ini persiapannya sebelum cuti. Tetapi, dia masih bisa memantau Aji melalui telepon atau pesan dari jarak jauh. Bisa juga mengirimkan hasil kerjanya via email untuk dia review. Sekarang zaman serba canggih, jadi jarak sudah bukan masalah besar lagi. Meeting saja sudah bisa virtual. Kendala jarak bisa dipangkas dengan kemajuan teknologi digital. Fanny bergeser ke tim QS. Dia sudah menerima hasil BoQ, tetapi ingin memastikan tidak ada lagi yang tertinggal. Fanny kadang kesal jika sudah final desain tetapi masih ada yang ingin direview oleh tim lain.

"Pak Luki, BoQ ini sudah fixed ya?"

"Sudah, Mbak Fanny."

Oke, Fanny pegang kata-kata itu. Ia akan membuatkan Berita Acara dan meminta tanda tangan tim QS. Semua harus ada hitam di atas putih, tidak berdasarkan lisan yang bisa saja dilupakan oleh yang bersangkutan. Fanny pernah mengalami sekali dulu yang berakhir dengan dirinya harus merevisi kembali desain menyesuaikan hasil review dari QS. Kala itu deadline sudah mepet dan Fanny terancam terima SP kalau dia tidak menyelesaikannya tepat waktu. Kejadian itu menjadi pembelajaran baginya agar tidak menerima hasil lisan saja, tetapi harus tertulis.

Dari tempat QS, Fanny kembali menghampiri Aji.

"Ji, ntar makan siang bareng aja ya. Banyak lauk nih dari Cicih." Wajah Aji semringah mendengar kalimat Fanny. Selalu saja ada hal yang tak biasa dari atasannya itu. Aji juga baru tahu, jika Fanny adalah tipe atasan yang tidak hanya bisa menyuruh ini itu, tetapi terjun langsung mengerjakannya sendiri. Intinya, jika dia masih bisa mengerjakannya sendiri, pantang untuk meminta bantuan orang lain. Aji sungguh mengagumi cara kerjanya. Selain itu, kondisinya yang terbatas tidak pernah menjadi hambatan dalam bekerja. Aji benar-benar angkat jempol. Dirinya saja kadang masih mengeluh jika terlalu banyak yang mesti dia selesaikan. Dia tidak pernah melihat itu dalam diri atasannya. Bukan hanya dia saja yang mengagumi Fanny, beberapa rekannya dari tim lain juga mengagumi kinerja wanita yang sangat penuh dengan ide-ide itu.

Fanny sudah duduk kembali di meja kerjanya, menekuri layar laptop. Masih ada beberapa bagian dari Rencana Kerja dan Syarat yang harus dia tambahkan. Ini harus diselesaikannya sebelum jam istirahat. Setelah makan siang, dia berencana menghadap Hari. Ada rasa sungkan, tetapi dia tidak ingin menunda perihal cuti ke bosnya. Lebih cepat dia sampaikan, akan lebih mudah baginya untuk menentukan langkah selanjutnya. Lagi pula, bisa saja sewaktu-waktu Dokter Trisna memberi kabar mengenai jadwal operasinya. Fanny tidak ingin mendadak menyampaikan info itu ke Hari. Sesuai peraturan perusahaan juga, cuti harus disampaikan minimal tiga hari atau seminggu.

"Ji, kalau ada apa-apa waktu saya cuti, kamu info ya. Gambar juga begitu. Tanya aja kalau ada yang tidak kamu pahami. File gambar bisa kamu email biar saya koreksi langsung," tutur Fanny kala mereka sedang menikmati makan siang.

"Wah.... Asyik nih Aji kalau punya bos kayak Fanny. Apa-apa diperhatikan gitu." Roy dan Koko bergabung di meja yang biasa mereka gunakan untuk menggelar pekerjaan dan meeting.

"Baru dari site?" tanya Fanny. Sejak pagi tadi dia tidak melihat kedua rekannya itu. Tumben juga Roy bisa berada di kantor jam makan siang. Rekannya itu setelah ditunjuk sebagai PM di proyek Bekasi, sangat jarang menampakkan dirinya di kantor. Bahkan akhir-akhir ini dia kewalahan dan Hari menugaskan Koko untuk membantunya.

"Iya. Kangen euy suasana kantor dan adu argumen sama kamu," jawab Roy. Fanny tertawa. Perasaan dia tidak pernah adu argumen, hanya sering menyatakan pendapatnya yang terkadang berseberangan dengan Roy. Tetapi sepertinya, ini sudah termasuk adu argumen versi Roy.

Mereka asyik menikmati makan diselingi dengan obrolan ringan dan sesekali bercanda. Tanpa mereka ketahui ada seseorang yang tadinya berencana masuk, saat melihat suasana santai di meja meeting di area tengah kubikal di ruang itu, langkahnya tertahan di depan pintu dan akhirnya memilih menjauh. Kakinya kemudian dia arahkan ke ruangan yang berada di sebelah ruangan yang tadi tak jadi dimasukinya. Begitu kakinya melangkah masuk, beberapa karyawan yang berada di ruangan itu refleks berdiri dan membungkuk memberi hormat. Jarang sekali bosnya mampir ke ruangan ini kalau tidak ada sesuatu yang benar-benar mendesak. Itu juga untuk bertemu dengan manajer mereka. Bos besar mereka sering terlihat masuk di ruang sebelah. Mereka maklum, ruang sebelah adalah sumber dana dari proyek yang mereka kerjakan.

The Sound Of You (Terbit - Faza Citra Production)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang