(Nami)
"They don't know what's wrong with me
And I'm too shy to say
It's my first love
What I'm dreaming of
When I go to bed
When I lay my head upon my pillow
Don't know what to do
My first love ~~~"Drrrrt drrrrt
"Ih siapa sih yang nelfon" gerutuku kesal. Padahal tinggal sedikit lagi. Aku baru saja merekam video kemampuanku bermain gitar sambil bernyanyi untuk dikirim ke Baekhyun.
Sedikit ingin pamer, aku lumayan ahli bermain berbagai alat musik. Dari kecil mamih sudah mengenalkan aku bermain piano dan gitar. Tapi harus ku akui bahwa suara ku pas-pasan. Baekhyun yang ingin tahu berusaha membujuk aku untuk melakukannya. Awalnya aku tak percaya diri, tapi akhirnya ku lakukan juga. Aku sudah merekamnya lebih dari enam belas kali, dan yang terakhir adalah rekaman yang terbaik, tapi karena panggilan itu aku harus mengulangnya lagi. Huh!
Dengan kesal aku meraih ponselku, sedikit memicingkan mata mambaca nama di layar ponsel.
"Ih si Sofi lagi yang telfon." Ada apa rupanya gerangan musuh bebuyutan meneleponku?
Diangkatnya panggilan itu dengan suara ketus karena kesal, diseberang terdengar suara Sofia menangis. Dengan perasaan khawtair aku menggeser posisi dudukku dan meletakan gitar putih di samping lemari.
Me : Lo kenapa kak?
Sofia : Sumpah gue bete banget sama bokap.
Me : Kenapa lagi?
Kak Sofi meceritakan permasalahannya padaku. Dia bilang dilarang pergi ke London bersama teman se-genk kampusnya oleh Papih. Padahal ia merasa sudah dewasa.
Sofia : Coba kalau elo. Ke Korea tinggal sendirian aja boleh!
Kak Sofi terang-terangan membandingkan aku yang boleh pergi ke Korea. Sebenarnya lucu, aku kan ke sini untuk berkuliah. Lah kalau dia kan pergi ke London untuk berlibur dan foya- foya berbelanja. Memang kalau sedang emosi orang yang sepintar dia saja bisa jadi bodoh.
Dia tetap kesal, apalagi kak Bagas, pacar kak Sofia mendukung keputusan papih, dia benar-benar kalah telak.
Papih itu orang tua yang membebaskan anaknya. Tapi bukan berarti selalu bersikap bebas semaunya. Tetap ada garis yang tak boleh lewat batas. Ku akui papih memang sedikit kolot, kolot yang ku maksud bukan berati papih gaptek atau ansos. Beliau tumbuh dan besar dilingkungan keluarga jawa, di zaman modern seperti ini papih tetap menjaga warisan luhur seperti petuah, tradisi, mitos. Nah kadang petuah itulah yang menurut sebagian anak muda udah ketinggalan jaman.
"Kamu jangan pulang maghrib ya! Sandekala."
"Duduk jangan depan pintu gitu ah!"
"Cewek duduknya kok gitu."
"Nduk, pantang ya kamu dibayarin kalau masih pacaran."
Begitulah papih. Sekali tidak tetap tidak. Hal itu juga yang membuat beliau dan kami anak-anaknya sering berdebat.
"Orang tua tau yang terbaik untuk anaknya."
Nasihat yang sering sekali beliau katakan jika kami saling beradu argumen. Pada akhirnya sebagai anak, kami mengalah.
Sofia : Apa gue ke Korea aja ya nemuin lo? Biar ada alesan gitu sama temen-temen, kalau gue kagak bisa ikut?
Me : Napa make alesan? Tinggal bilang aja gak diijinin bokap. Lo orangnya gak enakan banget ya?
Kak Sofi itu punya sifat yang gaenakan sama siapapun. Dia gak bisa bilang engga meskipun itu ngerugiin dirinya sendiri. Empatinya tinggi, anaknya sosial banget. Gak heran sih teman nya ada dimana-mana. Tapi kadang aku kesal, karena gak sedikit orang yang memanfaatkan kebaikannya. Bukan kak Sofi gak tau, tapi dia pura-pura gak tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream - FF Byun Baekhyun (SELESAI)
Fiksi Penggemar"Apa itu Pedang Sapatha?" "Tragedi tahun 1944, di sebuah Desa dekat Candi Prambanan," begitu katanya. Namiya Cassa Danureja di terima berkuliah di Seoul Nasional University jurusan Business Administration. Harapanya selain berkuliah adalah bisa fang...