Manusia hidup untuk sekarang dan masa depan. Bukan untuk masa lalu yang menyakitkan. ~ C.A
^^
Mutia masih histeris di kamarnya. Menangis sejadinya, menjerit sebisanya. Memeluk tubuhnya demikian erat. Di balik pintu kamar itu ia masih bersimpuh. Raut muka yang berantakan karena tangisan yang sudah tak tertahankan.
Entahlah... rasanya kecewa. Sangat kecewa. Orang yang selama ini ia kagumi. Orang yang selama ini ia hormati. Orang yang selama ini ia paling percayai. Orang yang selama ini paling sangat ia sayangi.
Kemudian sebuah kenyataan menamparnya dengan begitu hebat.
Kenyataan jika kakaknya terjebak dalam sebuah kubangan hitam yang menyesatkan. Satu hal yang tak pernah terbersit dalam pikiran tergilanya sekali pun. Iya kakaknya terjebak disana. Demikian parah.
"Kau berhasil menyembunyikannya dariku, kak." Mutia tertawa dalam tangisnya.
"Kau pembohong."
Tawanya berhasil menyamarkan isak tangis yang terus saja keluar tanpa bisa ia kendalikan.
"Ada apa sebenarnya denganmu, kak? Ada apa?"
"Kak Purnama jahat, kenapa kakak membohongi Mutia." Mutia terus saaja meracau.
Seakan sungai yang sudah tak sanggup menampung luapan air, air matanya terus saja mengalir. Ia sudah tak peduli seberapa kacau penampilannya sekarang. Seberapa berantakan dirinya sekarang. Masih terlalu shock mendapat kenyataan jika kakaknya seorang pecandu.
Bukan hanya pecandu, juga sekaligus pengedar. Kenyataan yang berhasil mencambuknya demikian keras.
"Apa aku benar benar mengenalmu, kak?"
"Apa peyebab semua ini kak? APA?"
"Ini bukan Kakak Mutia yang seperti ini. Siapa kamu sebenarnya? Kakak Mutia gak mungkin melakukan hal sebodoh itu!" Mutia tertawa sinis.
^^
Tepat di depan pintu kamar, berdiri Ayah Mutia beserta ibu tirinya. Mereka mengkhawatirkan keadaan putrinya yang terus histeris. Entah apa yang melatar belakangi semua ini. Mereka tak tahu.
"De, tolong buka pintunya. Abi dan ibumu ada di depan. Apa yang terjadi sayang? Kau bisa menceritakannya kepada kami." Bujuk Ayah Mutia.
"Mutia sayang... ayo buka pintunya."
"Abi, ibu... ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Mutia?" Tanya Purnama yang baru saja datang.
"Kau kemana saja? Abi menghubungi nomormu dari tadi."
"Maaf... Handphone Purnama ketinggalan. Jadi ada apa?" Tanya Purnama tak sabaran.
"Mutia menangis histeris di dalam kamarnya. Ibu dan abimu sudah berusaha membujuknya agar keluar kamar tapi tak berhasil."
"Mutia? Menangis? Kenapa?" Purnama kebingungan. Baru kali ini ia mendengar Mutia menangis histeris lagi. Setelah sekian lama ia tak pernah mendengar Mutia menangis. Terakhir kali ia menangis adalah ketika di pemakaman uminya. Dan sekarang ia menemukan jika Mutia menangis. Apa yang membuat Mutianya menangis?
"Abi sama ibu lebih baik istirahat, Mutia biar Purnama yang membujuknya. Sudah malam. Kalian pasti lelah."
"Kau yakin?" Tanya Ayah.
Purnama mengangguk.
"Baiklah kalau begitu. Jangan memperburuk keadaan."
Mereka lalu beranjak dari sana. Tinggalah Purnama seorang diri di depan pintu Mutia.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRTY MAN
Teen FictionBukannya aku tak menerima semua kehendak Tuhan. Bukan juga menyesali semua suratannya. Aku tahu, jika semua ini tidak pernah terjadi...... Mungkin.... rasa itu tidak akan pernah muncul, juga tidak akan pernah bertahan sampai detik ini. Hanya saja, b...