19. Itu Memang Kau!

513 23 8
                                    

Purnama kembali menatap perempuan yang ada dibelakang kemudi lawannya. Dan sekali lagi. Ia menggelengkan kepalanya. Itu tak mungkin dia. Fokus Purnama fokus. Purnama kembali memandang ke jalanan lurus. Berkonsentrasi. Dia harus menang. Bukan harus tetapi pasti.

Sesaat setelah bendera dikibarkan oleh seorang wanita cantik di hadapnnya. Keduanya melesat dengan begitu cepatnya. Purnama mendahului lawannya. Memacu gas secepat yang ia bisa. Ini bukan hanya soal dirinya. Ini tentang rekan-rekannya. Yang sudah dianggapnya sebagai keluarga. Jika ia kalah. Bukan hanya harga dirinya yang akan terluka. Tetapi lebih dari itu. Walau pun ia tahu teman temannya tak mungkin menjadikannya kambing hitam. Tapi dia ingin memberikan yang terbaik untuk mereka. Selagi dia bisa melakukannya. Ia akan mengusahakannya semaksimal mungkin.

Lawannya tertinggal beberapa meter di belakang Purnama. Purnama melesat dengan mulus sampai di garis finish yang mereka tentukan. Tersenyum samar. Lawannya hanya berjarak beberapa meter saja dari motor Purnama. Sekilas telinganya menangkap suara yang ia kenali. Dia membiarkan motornya berjalan dengan perlahan. Mempersilahkan lawannya untuk lewat. Betapa kagetnya ketika sepasang mata itu menoleh menatapnya. Mata itu. Mata yang sudah tak asing lagi untuknya.

Purnama syok. Bagaimana mungkin dia yang berada di belakang sana? Lalu lelaki itu. Apakah dia...

Sebelum pemikirannya sampai disana. Motor yang ia tumpangi oleng. Menabrak pembatas jalan. Purnama jatuh. Membentur aspal. Beberapa orang panik. Tanpa terkecuali perempuan tadi. Melempar helmnya dengan sembarangan. Lantas berlari mendekati Purnama. Sedangkan lelaki berhelm hitam itu tersenyum samar. Walaupun ia tidak memenangkan pertandingan. Tetapi puas menemukan kenyataan yang menyenangkan. Dia. Radit.

^^


Purnama sadar dari pingsannya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali. Berusaha mengingat apa yang terjadi dengannya. Menghirup aroma yang sudah tak asing lagi untuknya. Ini bau rumah sakit. Gumam Purnama lebih kepada dirinya sendiri. Purnama menggerakan tangan kirinya. Sebuah selang infus terpasang disana. Purnama terkekeh geli melihatnya.

''Rian'' Teriak Purnama. ''Ini pasti kerjaan lu deh.''

''Kakak baru sadar. Kakak gak kenapa napa kan?'' Tanya Mutia panik.

''Rian'' Teriak Purnama lebih keras lagi tanpa menghiraukan Mutia. ''Keluar lu.''

''Ampun deh teriak teriak udah kayak orang utan aja.'' Ujar Rian. ''Apaan si manggil manggil.''

''Ini kerjaan lu kan?'' Tanya Purnama seraya mengacungkan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya bergerak mematikan infusan.

''Emang kenapa si?'' Tanya Rian heran. ''Hal yang sama jika ada pasien kecelakaan datang. Ingat ya kecelakaan.'' Rian menekan kata kecelakaan tepat di dekat telinga Purnama.

''Lebay deh lu ah. Buruan bawain gue kapas alhokol. Sekalian buka deh ini infusan. Alay benerr'' Tawa Purnama pecah.

''Kakak harusnya istirahat.''

Lagi lagi tak di respon Purnama.

''Buruan Rian. Sejak kapan jadi berubah tuli begitu.''

''Heh Pak Dokter'' Rian mencoba meredam emosinya. ''Sadar diri dikit napa. Badan abis bercumbu sama aspal juga masih aja banyak merintah. Tugas lu hari ini tiduran gak ada yang lain.'' Jelas Rian.

''Bisa bisa bosen idup gue kalau kayak gitu.'' Purnama beranjak dari tidurnya. Melangkah menuju ruang perawat. Dimana sebagian alat-alat ditaruh disana. Meninggalkan Mutia yang masih membisu melihat kakaknya memperlakukannya.

''Mau kemana si lu? Disuruh tidur malah gak mau. Eh bung inget tuh badan ada luka di beberapa bagian. Tapi untunglah tak ada tulang yang patah satu pun.''

''Eh bro gimana keadaan motor lu? Rusak parah ya? Entar gue ganti sama yang baru. Sorry ya.'' ujar Purnama penuh penyesalan.

''Ini anak masih aja mikirin motor.'' Rian gemas dibuatnya. ''Eh lu kok ninggalin cewek itu si?'' Rian terheran heran.

DIRTY MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang