Mencintai itu tak harus memiliki. Aku setuju dengan argument ini, jelas saja setuju. Bagaimana cara aku mendapatkannya? Tak ada. Tak ada sama sekali. Berbagai cara apapun dilakukan, yang ada hanya menuai kemarahan dari orang orang sekitarku. Hey. Bukannya aku tak bisa memilikinya, hanya saja aku takut pada Tuhan ku. Andai aku bisa terlahir kembali. Aku hanya meminta untuk dilahirkan di rahim yang berbeda. Setidaknya darah ini tak sama.
Mata yang nyaris senada. Warna rambut yang nyaris serupa. Alis mata yang hampir sama. Bahkan tiap sel sel yang ada dalam tubuhnya ada pula dalam tubuhku. Setiap darah yang mengalir dalam dirinya adalah sebagian dari diriku. Lalu apa yang bisa aku lakukan selain berdiam diri menatapnya dari kejauhan. Mengamati setiap tindakan yang ia lakukan tanpa memperlihatkan sosok diri ini. Katakan aku pengecut atau apa tapi aku tak perduli. Persetan dengan semua itu. Karena hanya ini kebahagiaan yang bisa aku dapatkan tanpa harus melukainya.
Merasakan cinta pada sesosok perempuan sepertinya kebahagiaan tersendiri untukku. Lihatlah.... Perempuan itu nyaris sempurna dengan segala yang dimilikinya. Tubuh semampai yang selalu ia tutup rapat rapat. Tatapan menyejukan yang ia miliki. Senyuman memabukan yang ia suguhkan. Aroma tubuhnya bahkan lebih memabukan lagi. Bagai oksigen yang selalu aku butuhkan. Aroma tubuhnya sudah menjadi candu tersendiri untukku. Lelaki normal mana yang mampu menolak pesonanya? Pantas bukan jika sampai saat ini aku tergila gila dengan perempuan ini? Ah jelas saja.
Aku mencintaimu. Mencintaimu sebagai perempuan selayaknya. Apa aku salah memiliki perasaan ini? Aku lelaki dan kau perempuan. Apa itu wajar?
^^
Mawar aku merindukanmu. Semoga saja, duri disetiap tangkai yang menghiasimu mampu menjaga. Menjagamu disaat mataku tak mengamati setiap tindakan yang kau lakukan. ~ Cc
^^
"De, sini makan dulu." Ajak ayah kepada Mutia.
"Iya bi." Mutia segera menghampiri meja makan dan duduk tepat dihadapan kakak tirinya.
"Ibu ambilkan nasi sama lauknya ya. Mau makan sama apa?" Tanya ibu seraya menyendokan nasi ke piringnya Mutia.
"Makasih bu, tapi Mutia lagi gak nafsu makan. Mutia minum susu coklat aja bu."
Ibu tesenyum mendengar jawaban dari putrinya itu. "Ibu buatin dulu ya."
"Gak usah bu, Mutia buat sendiri aja." Cepat cepat Mutia menyuruh ibunya duduk kembali. Mutia beranjak dari tempat duduknya, ia membuatkan segelas coklat susu untuk dirinya. "Kak Radit kenapa ngeliatin mulu. Mau juga?"
"Hmmmm.... Boleh deh." Setelah penuh pertimbangan Radit mengiyakan tawaran Mutia. "Eh de, emang kamu udah makan sebelumnya sama Purnama?" Tanya Radit penasaran.
"Oh iya bi, Kak Purnama kemana bi?" Mutia tak menghiraukan pertanyaan dari Radit.
"Dari pas kalian pulang Kakak kamu belum turun lagi. Mungkin di kamarnya."
"De, kamu belum jawab pertanyaan kakak." Sorot mata Radit mengelap menahan amarah. Jelas saja, ia tak buta. Ia tahu jika Mutia mencoba menjauhinya. Hey Mutia, bukan aku yang seharusnya kau jauhi. Batin Radit.
Mutia meletakan segelas susu coklat itu di dekat Radit. "Hmm... kak nanti kita lanjutin nanti lagi ya." Jawab Mutia kemudian. "Mutia tinggal dulu, mau nengok Kak Purnama." Mutia membawa dua gelas susu coklat dan beberapa potong sandwich yang kebetulan ia buat tadi.
"Bawain makan de, takutnya kakak kamu belum makan." Ibu mengingatkan.
"Iya bu, Mutia bawa sandwich kok."
Sesampainya di pintu depan kamar Purnama, Mutia masuk tanpa mengetuk pintu lagi.
"Kak."
Purnama masih meringkuk di tempat tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRTY MAN
Teen FictionBukannya aku tak menerima semua kehendak Tuhan. Bukan juga menyesali semua suratannya. Aku tahu, jika semua ini tidak pernah terjadi...... Mungkin.... rasa itu tidak akan pernah muncul, juga tidak akan pernah bertahan sampai detik ini. Hanya saja, b...