20. Double Sialan!!!

581 24 15
                                    


Purnama tak beranjak dari tempatnya. Menunggu Mutia dalam diam. Tak pernah sedikitpun membanyangkan akan melihat Mutia dengan keadaan seperti ini. Jemarinya menggenggam tangan Mutia begitu erat. Mengecupnya beberapa kali. Merapalkan doa tiada henti. Ia ingin Mutianya cepat sembuh seperti sedia kala.

Lagu Sugar milik Maroon 5 mengalun dari ponselnya.

Abi calling

'' Halo Assalamualikaum, bi.''

''...''

''Belum Tapi gapapa kok. Mutia baik-baik aja.''

''...''

''Tama yang nungguin dia.''

''...''

''Tama minta tukeran shift sama dokter yang lain. Tama jadi bisa ngerawat Mutia sekaligus jagain juga.''

''...''

''Abi kapan pulang emang?''

''...''

''Oh nanti ibu mau kesini jenguk Mutia. Nanti kabarin Tama aja bi, biar ada yang jemput di depan buat nganterin ke ruangan.''

''...''

''Walaikumsalam.''

Setelah menutup percakapan Purnama menoleh. Ia mendapati Mutia sedang tersenyum lemah kearahnya.

''Usahamu membuatku khawatir sukses!'' Sindir Purnama.

Mutia terkekeh mendengar nada sinis di dalamnya. ''Maaf.'' Ucapnya lemah. ''Tak ada hal yang menyenangkan selain melihat kakak mengkhawatirkan Mutia.''

''Aaaaahhhh kau ini ya!'' Purnama geram. ''Kau harus makan.'' Sekali lagi itu perintah. ''Jika tidak, aku tak mau merawatmu.'' Dan itu adalah ancaman.

Mutia cemberut. ''Baiklah.'' Ujarnya pasrah. ''Tapi Mutia hanya ingin masakan kakak.'' Seakan menang lotre, dia tersenyum lebar melihat perubahan raut muka Purnama.

''Kau gila!'' Umpat Purnama. ''Bagaimana mungkin bisa meminta hal itu? Kau tahu? Ini di rumah sakit. Di rumah sakit de! Bukan di rumah.''

Mutia hanya mengedikan bahunya tanda tak perduli.
Purnama geram. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi. ''Terserah kau saja mau makan atau tidak.'' Ungkapnya tak perduli. ''Jangan kira aku hanya mengurus kau saja. Masih banyak pekerjaan yang tertunda. Dan itu gara gara kau!'' purnama menunjuk tepat di depan wajah Mutia. Ia hendak beranjak ketika sebuah tangan mencegahnya. ''Mutia becanda kak'' Purnama mengalah mencoba meredam emosinya. Dia menelpon bagian gizi agar mengantarkan makanan untuk pasien dengan nama Mutiara Dwi Putri Pertiwi.

''Kak.. Tadi abi bicara apa aja?''

''Nanyain keadaan kamu. Terus ngasih tau kalau gak bisa jenguk. Masih diluar kota katanya. Tapi nanti ibu mau kesini buat nengokin.'' Jelas Purnama panjang lebar.

Mutia hanya ber oh ria. Tak lama seorang lelaki masuk dengan sebuah nampan di tangan kanannya. Ia menyapa Purnama sebelum menanyakan nama pasien. Lalu meletakan makanan di meja sebelah kiri Mutia. Lelaki itu pamit setelah meletakan makanan itu.

Purnama membantu Mutia mendapatkan posisi nyamannya. Sebelum membuka plastik yang membungkus makanan Mutia, Purnama membacanya terlebih dahulu. Ia membuka plastik itu. Sebelum menyuapi Mutia, ia pergi untuk mencuci tangan.

''Makan dulu buahnya ya.''
Purnama menyuapi Mutia penuh kesabaran. Beberapa kali kening Mutia mengernyit ketika lidahnya berhasil menyecap makanan itu. Gak enak. Kalimat itu yang pertama kali terlontar dari mulutnya. Beberapa kali Purnama menyakinkan bahwa makanannya sudah sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh Mutia. Ahli gizi rumah sakitnya sudah bersusah payah menghitung berapa angka asupan makanan yang dibutuhkannya.

DIRTY MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang