Prolog.

6.5K 73 3
                                    

PERHATIAN :

Cerita ini mengandung unsur 'sara' yang lumayan kental. Cerita ini murni imajinasi author abal ini. Jika ada kesalahan yang cukup fatal, dimohon untuk memberitahukan author abal ini. Karena, jujur saja saya selaku author kurang yakin. Sekali lagi mohon maaf.

Happy reading guys.

Lirik Mulmed. ^^

^^

"Ka, umi kenapa?" Tanya gadis mungil itu kepada seseorang yang dipanggilnya Kakak. Ia menatap kakaknya dengan tatapan sedih. Meminta penjelasan dari pertanyaan yang terlontar dari mulutnya.

Lelaki kecil yang dipanggil Kakak itu hanya tersenyum seraya memeluk bahu Adiknya dengan erat. Tetapi tatapan dari gadis itu tetap menuntut dan meminta penjelasan dari Kakaknya.

"Kakak! Umi kenapa?" Gadis kecil itu mengulang kembali pertanyaannya.

"Umi baik-baik saja, De." Jawab sang Kakak seraya tetap tersenyum.

"Tapi, Ka..... Kenapa ada selang yang masuk di hidung umi? Kenapa ada cairan yang tetap menetes dan masuk ke tubuh umi, Ka? Kenapa juga umi tidak bangun-bangun, Ka? Apa Umi marah karena Mutia tidak mau mengenakan kerudung seperti Umi? Apa umi marah karena Mutia nakal? Kenapa Ka?" Sederet pertanyaan terlontar begitu saja dari bibir mungilnya. Tangannya mencengkram T-shirt yang dipakai sang Kakak. Tak berapa lama tangis itu pecah, dengan susah payah ia menahannya. Namun, pertahanannya runtuh begitu saja.

Sang Kakak meraih tubuh Adiknya. Merengkuh kedalam pelukannya, dan membiarkan Adiknya terus terisak dipelukan sang Kakak. Walaupun umurnya masih cukup muda, tapi pemikirannya sudah benar-benar matang untuk menjadi Kakak yang baik untuk Adiknya.

Purnama Putra Pratama nama lelaki mungil itu. Kini usianya baru menginjak sepuluh tahun. Duduk dibangku kelas lima sekolah dasar. Mempunyai prestasi yang cukup gemilang di bidang seni beladiri dan MIPA.

Mutiara Dwi Putri Pertiwi nama gadis kecil itu. Usianya baru tujuh tahun. Duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Ia mempunyai kecerdasan yang luar biasa yang diturunkan dari sang Ayah. Memiliki hobby melukis dan membaca sederet novel-novel ternama, koleksi dari sang ibu.

Mutia mendongak menatap Kakaknya, "Kakak belum jawab pertanyaan aku!"

Purnama masih tetap tersenyum seraya mengecup puncak kepala adiknya itu.

"Umi hanya butuh istirahat saja, De. Umi kelelahan, jadi Umi harus dirawat di rumah sakit agar cepat sembuh. Bukan karena Ade nakal."

"Ade nakal, Ka. Ade tidak menuruti kata-kata Umi. Ade mau membahagiakan Umi, Ka. Ade mau mengenakan kerudung untuk Umi." Ucap Mutia di tengah-tengah isak tangisnya.

"Kakak, antar Ade beli semua perlengkapan. Ade ingin seperti Umi, Ka." Tambah Mutia.

Kemudian mereka berdua pergi meninggalkan ruang rawat VIP, juga meninggalkan sang Ayah yang sedang duduk meyendiri di sofa ruang perawatan itu. Mereka pergi ke sebuah mall terbesar yang ada dikota tersebut dengan diantar orang kepercayaan Ayahnya.

^^

Tidak lama setelah kematian Ibunya, Mutia di kirim ke Kairo, Mesir untuk memperdalam agamanya. Alasan sang Ayah mengirim Mutia kesana cukup simple. "Abi tidak bisa mengajarkan agama untuk Ade karena Abi sibuk bekerja untuk masa depan kalian. Kak Purnama masih bisa Abi tangani. Tapi, kalau Ade kasusnya beda. Abi hanya ingin memberikan yang terbaik yang pernah Umi berikan. Jadi, Ade harus betah disana dan belajar dengan baik untuk Umi. Agar suatu saat nanti Ade bisa mendoakan yang terbaik untuk Umi." - Ucapan sang Ayah masih terngiang di telinga Mutia. Bagai sebuah CD yang terus menerus di putar tak henti-hentinya.

Mutia menatap kosong ke arah jendela. Melihat pemandangan yang semakin lama semakin kecil. Kini dirinya sudah berada di dalam pesawat terbang. Meninggalkan tanah kelahiran tercinta demi mendapatkan yang terbaik untuk masa depannya kelak. Ia tak habis fikir dengan perubahan sikap drastis dari sang Kakak. Setelah Mutia meminta izin untuk berangkat ke Mesir, Purnama tidak pernah menemuinya lagi. Hingga keberangkatannya tiba.

^^

C.A

DIRTY MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang