Chapter 17

1.1K 66 1
                                    


H. A. P. P. Y.
R. E. A. D. I. N. G

🍁

Setelah menenangkan putrinya yang menangis tersedu-sedu bahkan meronta untuk bertemu mamanya, Raffan segera membersihkan badannya sejenak. Sungguh hari yang melelahkan.

Keluar dari kamar mandi, Raffan masih mendapati Alifia dengan isak tangis dan sisa air mata di atas ranjangnya.

"Papa! Kenapa marahin Mama? Lifia yang nakal! Mama nggak nakal!" Suara tangisnya seketika semakin kencang. Membuat Raffan kelimpungan tak tahu harus apa agar tangis anak itu berhenti.

Alifia kembali terisak, "sekarang, Mama ke mana, Papa? Lifia mau sama mama. Papa nakal!" Murka anak itu menghentak-hentakkan kakinya.

Raffan segera mendekati Alifia lalu dipangkunya. "Hey, cup sayang. Lifia jangan nangis lagi, ya? Tenang."

"Lifia mau Mama! Mama marah gara-gara Lifia. Papa gak boleh marahin Mama!" Murka Alifia memukuli dada sang papa.

Raffan memejamkan matanya. Ia sadar bahwa sudah kelewatan pada istrinya. Tapi kan....

"Oke. Papa salah, Papa minta maaf. Lifia tenang dulu ya. Papa panggilin Mama, okey?" Raffan bergerak mendekap Alifia ditubuh kekarnya.

Wajah Alifia seketika merah padam mendengar ucapan papanya. Suruh tenang katanya? Dan apakah benar cara meminta maaf seperti itu?

Plak! Akhirnya tangan mungil Alifia melandas dipipi Raffan.

Itu tidak sakit, tapi pertanda bahwa putrinya itu benar-benar marah padanya.

"Lifia marah sama Papa! Papa jahat sama Mama! Pokoknya Lifia gak mau sama Papa! Lifia marah!" Alifia meronta supaya lepas dari dekapan Raffan hingga berhasil, lalu anak itu berlari keluar dari kamar. Meninggalkan Raffan yang semakin merasa bersalah.

Ia langsung teringat akan pesan sang mama dan ibu mertuanya.

"Ibu hamil itu sensitif, maka kamu harus sanggup menangani hormonnya." Kalimat itu sepintas muncul dikepalanya.

"Memang benar, ibu hamil itu tidak bisa bersikap lebih tenang. Mungkin itu karena hormonnya. Dan janin yang ada di dalam kandungan Viona saat ini, itu adalah anak lo, Raff!" Raffan merutuki dirinya sendiri.

"Kamu itu nggak pantas jadi seorang ibu!" Perkataaanya tadi pun kembali terngiang-ngiang dikepalanya. Raffan tahu, kalimat itu sangat melukai hati istrinya.

"ARGH! Apalagi yang lo perbuat sama Viona, Raff! Bego!!!" Raffan menjambak rambutnya dengan keras. Ia menampar bibirnya sendiri beberapa kali. "Istri lo lagi hamil, bego! Kenapa ngomong kayak gitu! Bego! Bego! Yang ada itu elo yang nggak pantas jadi suami dan papa yang baik!"

Prang!

"ARGH!" Ia kembali menggeram frustasi tak peduli dengan benda-benda di atas nakasnya.

Sungguh, ia marah besar pada dirinya sendiri.

"Vio ... Maafin suami bodoh mu ini...."

Raffan beranjak keluar kamar, lantas bergegas menyusul sang istri yang tidak diketahui keberadaannya di mana.

🍁

Sudah Raffan duga, bahwa istrinya berada di rumah mommy-nya. Sudahlah! Dirinya sudah siap menghadapi amukan dari ibu mertuanya itu.

"Assalamu-

"MAU APA LAGI KAMU?!"

Raffan terperanjat ketika mendapat semprotan dari mertuanya yang sudah berkacak pinggang diambang pintu, melarangnya untuk menemui Viona.

H̶a̶p̶p̶y̶ With You [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang