Chapter 28

3.5K 59 3
                                    

Happy reading!!!!

***

Ini moment yang Viona impikan selama bersama Raffan. Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh, ia tidak kembali tidur melainkan turun ke lantai dasar rumah ini yang kata Raffan, sudah beratas namakan dirinya. Sampai di bawah, ia langsung menuju dapur lalu meracik wedang jahe sebelum suaminya pulang dari masjid yang berada di ujung komplek ini.

Lilitan di pinggangnya, membuatnya tersentak. "Mas! Kamu ngagetin banget!" omel Viona, lalu ia membalikan badannya, tanpa diminta, Viona mencium punggung tangan Raffan yang kini semakin menghangat.

Tangan Raffan mendarat di puncak kepala istri sholehah nya itu. "Pinter banget sih istri aku ini. Pulang dari masjid langsung dibuatkan minuman, terus salim. Ah! Makin sayang," ucap Raffan penuh pujian. Sepertinya, Viona merasa kalau setiap detik Raffan memujinya. Bahkan ia tidak bosan mendengarnya, melainkan ada debaran di dada yang semakin hebat.

"Bisa aja calon papanya si bayi ini."

"Mana kopi Mas?"

"Mas, minum wedang jahe dulu, ya? Kamu kan belum makan. Gak bagus kalau langsung minum kopi. Lagipula pagi-pagi gini, bagus minum wedang jahe."

"Iya deh iya. Karena aku suami yang baik hati, aku gak bantah istri sholehah aku."

Viona terkekeh pelan, lalu ia membawakan minuman suaminya menuju ruang keluarga. "Mana Mas sajadah sama pecinya. Biar aku bawa ke kamar." Raffan memberikan apa yang istrinya pinta lalu beralih duduk.

"Vio? Aku kepikiran kalau kamu terus-terusan harus naik turun tangga, sementara kamar kita ada di lantai atas. Kita pindah ke kamar bawah, ya?" Rumah mereka ada lima kamar; masing-masing lantai ada dua kamar utama dan kamar tamu serta kamar anak.

"Tapi kalau udah lahiran, pindah ke atas ya? Aku udah nyaman banget di kamar atas."

"Iya iya. Ini untuk sementara. Ngeri banget liat kamu yang perutnya buncit naik-turun tangga. Kalau gitu, kamu di sini aja temenin Mas minum. Nanti biarin Mas yang ngembaliin ke kamar.".

"Okeyy! Siap!"

"Kamu nggak mau minum susunya? Atau jus?"

"Enggak. Aku lagi malas. Nanti aja sebelum kita jalan-jalan pagi. Kamu kan udah janji, mau nemenin aku. Mumpung sekarang weekend."

Raffan menepuk jidatnya. "Mas baru sadar kalau sekarang weekend, sayang. Kirain masih hari ngantor. Ya udah kalau gitu, mas siap-siap ya? Kamu di tunggu sini dulu. Apa ada barang kamu yang perlu Mas bawain?" tanyanya detail.

"Eum, minta tolong bawain handuk kecil ya sama handphone aku ya, Mas."

Raffan mengangguk. "Mas ke atas dulu. Nanti abis jalan pagi, Mas mau urus perpindahan barang kamu ke kamar bawah." Mendapat anggukan dari sang istri, ia berlalu menuju kamarnya.

***

Raffan setiap detik melihat ke arah Viona yang kini berjalan di sebelahnya tanpa alas kaki. Memastikan keadaan Viona baik-baik saja. Walau hanya sekadar jalan kaki, tapi peluh sang istri membasahi wajah cantiknya. Usia kandungan delapan bulan memang membuatnya ketar-ketir setiap saat. Bahkan saat bekerja pun, pikiran calon ayah itu jarang fokus selalu saja memikirkan keadaan istrinya di rumah. Ngomong-ngomong soal kerja, Viona sudah mengambil cuti sampai waktu ia melahirkan.

"Kalau capek berhenti, yuk!" Ini bukan ajakan yang pertama kalinya, sudah lebih dari lima kali Viona mendengar ajakan untuk berhenti sekadar istirahat.

"Mas. Baru beberapa meter, lho. Rumah kita aja masih keliatan, tuh! Kamu tenang aja deh. Lagian, aku harus sering-sering bergerak."

"Tapi kamu udah keringetan begini, sayang," ucap Raffan bergerak mengusap keringat istrinya dengan handuk kecil yang ia bawa tadi.

H̶a̶p̶p̶y̶ With You [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang